Save Me [1]

9.5K 1.5K 152
                                    

-

Batinnya rapuh, serapuh kertas basah yang terkena air. Hatinya buntu ingin berjalan memilih yang mana. Tinggal atau meninggalkan?

-

-

-

Langkahnya menuruti yang baru saja dipesankan oleh kekasihnya. Hawa dingin mulai menyeruak menusuk-nusuk kulitnya yang seputih salju saat dirinya mulai menjejakan tanah.

Musim dingin. Bulan ini sudah memasuki musim dingin, mungkin musim dingin kali ini akan sedikit lama. Dan entah mengapa ia merasa siklus tahun belakangan ini menjadi sangat lambat. Seolah sedang menantikan dirinya yang akan terjerat kejamnya hidup.

Ia mendesah lega karena memakai coat tebal yang hampir menenggelamkan tubuh mungilnya saat ini, sehingga bisa mengurangi sedikit hawa dingin. Jika tidak, mungkin dirinya sudah beku dahulu sebelum sampai ke tempat tujuan. Menggosokan tangan lalu meniupnya kuat untuk menciptakan hawa hangat.

Bersenandung sedikit sendu,

"Tuhan memberkatiku," bisiknya dengan diri sendiri.

Lalu saat ia sampai pada tempat tujuan, tubuhnya tergugu nyeri melihat pandangan memuakan di depannya, nafasnya tercekat pilu. Tidak, bukannya dirinya sering melihat yang lebih dari ini tapi kenapa masih terasa sakit, dan itu seolah menyubit jantungnya keras. Pada akhirnya ia hanya memandang tanpa berniat menghampiri keduanya.

Pergulatan saling menautkan lidah itu begitu panas dan bergairah, saling lumat-melumat ,tidak peduli keadaan. Seolah tidak ada yang melihat. Tangannya aktif membelai, meremas yang ada di tubuh si wanita. Membuatnya terbuai lalu Mendesah keras-keras menyerukan nama sang pria, membangkitkan gairah dosa yang ia tahan . Bibirnya turun menyambangi leher sensual sang gadis, mengecup kuat sampai menimbulkan bercak merah.

1 menit.

2 menit.

3 menit

4 menit.

5 menit.

6 menit.

7 menit.

9 menit.

10 menit.

"Sehun..."

Suaranya begitu lirih hampir tenggelam di sapu angin yang berhembus kuat, helai rambutnya berkibar dramatis terkena angin. Tatapannya kosong menyiratkan lelah, tatapannya kosong meyiratkan pilu, tatapannya kosong menyiratkan luka.

Namun siapa yang peduli. Bahkan daun yang baru saja berjatuhan dari pohonnya drama itu mungkin sedang menertawakan dirinya.

Mengejek?

Aktivitas mereka terhenti yang berada di belakang gedung Universitas, dan mengalihkan atensi ke arah gadis yang baru saja datang itu.

Sehun melepaskan pelukan Jeni, dan menyambar buku tugasnya lalu meleparkan ke arah gadis itu hingga mengenai pelipisnya, "Kerjakan itu, aku ingin besok kau memberikan padaku dalam keadaan sudah siap,"

Sehun dingin, Jennie hanya terkikik geli mengejek, dan dirinya bodoh layak orang tak di anggap.

Ia mengabil buku itu lalu menggenggamnya erat dan mengangguk lemah, pelipisnya sedikit nyeri terkena lemparan itu. Pasokan oksigennya seketika menipis membuat darahnya seolah berhenti mengalir.

Ini sudah terlalu sering terjadi.

Hanna melihat semua, Hanna melihat. Hanna melihat bagaimana Sehun mengganggap dirinya layak sampah tak berguna, layak pembantu tak dibayar, layak sosok yang digeluti bayang-bayang murka. Dan hanya memanfaatkan dirinya.

Save Me [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang