Save Me [4]

7K 1.2K 217
                                    

Semesta barangkali tahu keadaannya yang pilu tergores takdir jalan cerita, namun semesta diam seolah hanya menyalami dengan hembusan angin saja hingga membuatnya merasakan kelat.

Semesta tahu cacian itu datang padanya, namun ia enggan membantu dari lontaran kata hina yang keluar dari mulut manusia tidak punya etika dan nurani. Barangkalipun semesta tahu bahwa ia memiliki seseorang yang Hanna anggap spesial di hatinya yang sering menyakitinya, namun ia enggan membuka pikiran dan hati pria itu.

Hanna tidak mau terlalu terjerembab ke dalam pusaran dunia penuh luka. Bumi tidak berisi drama, tidak berisi tentang betapa jahatnya konspirasi yang dilakukan manusia dan semesta. Namun manusia yang menjadikan itu yang sebelumya tidak menjadi Iya kemudian bersengkongkol dengan semesta.

Sejahat itu memang dan Hanna tidak ingin mengikuti.

Tidak ingin menjadikan hidup seolah ia lakon dalam sebuah drama yang kemudian lakon pertama lah yang harus mutlak merasakan lara dan pilu, menelan sembilu, atau menebas kerasnya prinsip sabar dalam diri. Hanna tak ingin itu berpihak padanya.

Bahagia juga harus menghampirinya.

Namun lain dikecap dan dirasa, semesta membuatnya merasakan itu semua. Ia memang sangat ahli dalam menyembunyikan rahasianya, memorak-porandakan prinsip manusia, hingga kokohnya itu luruh mengikuti waktu. Dan Hanna sedikit membenci itu. Membenci bagaimana semesta menggariskan takdir yang penuh lara.

Hawa dingin menyeruak dari mulutnya bersemayam, detik kemudian kepulan putih keluar menyapa angin yang berhembus. Entah kapan tangannya menjadi dingin mengikuti dinginnya salju yang tercecer sisanya di ranting pohon atau di sekitar trotoar jalan. Tidak terlalu ramai di pijaki, tempat ini sunyi dan jarang ada orang yang membuka suara.

Mungkin mulut dari beberapa orang di depannya kaku akibat terserang musim dingin yang membekukan, atau terlalu tidak penting untuk berbicara. Entahlah Hanna pun tidak tahu, tapi ia menyukai sunyi. Ia menyukai sunyi karena Hanna berteman akrab dengannya, sunyi yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesahnya dan janji takkan membocorkan rahasia yang ia milikki. Hanna percaya jika sunyi takkan pernah ingkar, karena sunyi sudah berjanji padanya takkan pernah mau bicara. Itulah kenapa Hanna percaya pada sunyi.

Ingatannya kembali pada Sehun, sedang apa pria itu?

Menikmati waktunya bersama Jennie?

Hanna mendecih sumbang. Terlalu sia-sia untuk menjatuhkan air mata untuk saat ini, lagipula pasokan air matanya sudah terkuras habis. Ini terlalu biasa untuknya. Ada banyak hal yang ia terima yang lebih buruk sebelumnya, semoga itu dapat membuat Hanna lebih menerima.

Ponsel dalam saku coat bergetar.

Detik kemudian nama Oh Sehun terpampang di layar putih.

Pria itu mengiriminya pesan.

Oseh: Dimana?

Hanna tak peduli, pria itu mengirim pesan pasti karena tak kembali dari toilet. Hanna meninggalkan Sehun dan Jennie, kemudian ia beralasan pergi ke toilet namun kenyataannya ia pergi. Biar ia tak peduli, toh Sehun juga tidak terlalu mengharapkannya.

Oseh: Kembali Hanna, atau aku lacak keberadaanmu.

Kau tak pernah peduli, lalu untuk apa menanyakan keberadaanku?

Hanna mematikan Ponselnya.

Kemudian melangkah lagi, hari semakin gelap dan mendung tapi ia tidak berniat lebih dulu pulang ke apartement. Ia butuh dingin untuk hatinya yang sedang kelabu, kemudian ia butuh hangat lagi setelah dingin yang telah membekukan seluruh sarafnya.

"Hanna?"

Panggilan familiar itu membuat langkahnya terhenti, menoleh dan menemukan David sedang menjinjing 2 buah plastik besar pada kedua kepalan tangannya.

Save Me [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang