Namaku Isna. Aku ingin cerita tentang cinta pertamaku.
---
Saat itu aku masih duduk di kelas 2 SMP. Saat itu aku sudah mulai menyukai seorang cowok. Dia adalah Rino, teman sekelasku.
Setiap kali melihatnya, jantungku selalu berdegup dengan kencang. Setiap kali aku mencuri pandang padanya pipiku rasanya panas sekali. Pernah sekali aku ketahuan saat melihatnya sedang menjelaskan suatu pelajaran pada teman sebangkunya. Otomatis aku salah tingkah dan berharap saat aku melihatnya lagi, ia sudah berpaling.
Aku menyukainya, tapi tidak berkeinginan menjadi pacarnya. Setidaknya aku menyukainya dalam diam, melihatnya dalam mimpi, dan menyebutnya dalam doa. Dialah cinta pertamaku.
Aku berharap suatu saat aku bisa dekat dengannya. Bisa tahu kepribadiannya. Dan keinginanku terkabul.
Saat itu wali kelasku memberi amanat kalau tempat duduk akan diubah. Betapa senangnya aku karena teman sebangkuku adalah dia.
Sebenarnya kami sudah saling mengenal tapi tidak terlalu akrab. Kami menjadi akrab karena kami duduk satu bangku. Dia cowok yang baik, pengertian, sabar, dan lucu.
Aku nyaman duduk dengannya. Kami saling bertukar nomor, membicarakan sesuatu yang konyol saat jam kosong. Aku senang sekali saat ia memberi hadiah saat ulang tahunku. Seumur-umur baru kali ini aku diberi hadiah oleh cowok, dan cowok itu adalah cowok yang kusuka.
Coba kalian jadi aku, pasti kalian tahu bagaimana perasaanku.
"Isna, aku boleh tanya nggak?"
"Tanya apa?" aku pun menghentikan aktivitas menulisku dan memandangnya.
"Hmm.. tipe cowok kamu kayak gimana?" yang benar saja dia tanya begitu?!
"Tipe cowok aku.. dia baik, jujur, pintar baca Al-Qur'an, sholeh, pokok bisa jadi imam yang baik. Emang kenapa?"
"Nggak pa-pa." Dia terlihat gelagapan saat aku menanyakan alasannya.
"Kalau tipe cewek kamu kayak gimana?" tanyaku balik. Dia terlihat berpikir sambil mengelus dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.
"Yang pasti dia cewek tulen," aku terkekeh, "Kenapa?" aku menggeleng dan menyuruhnya untuk melanjutkan ucapannya
"Dia cewek yang jujur, pintar masak, cantik, dan berhijab." Entah kenapa aku langsung senang saat ia mengatakan 'berhijab'. Bukannya ge-er, tapi saat ia mengatakan itu ia sedikit mencondongkan diri padaku dan mengerling padaku.
Mulai saat itu, Roni menjadi lebih akrab dan dekat denganku. Setiap pulang sekolah, ia selalu mengatakan, "Nanti sms-an, ya." Dan aku hanya menjawabnya dengan tersenyum.
Aku tidak bisa apa-apa di depannya. Mungkin karena gugup aku jadi seperti itu. Tanpa ia sadari setiap aku berada di dekatnya tanganku selalu berkeringat dingin. Oke, ini memalukan.
Semester 2 akhirnya tiba. Wali kelas kami diganti, dan aturannya pun diganti. Teman sebangkuku yang semula Roni, sekarang sudah diganti dengan Jihan. Sedangkan Roni, duduk sebangku dengan Virgo.
Sudah hampir dua minggu kami duduk berpisah. Tapi kami tetap saling menghubungi seperti biasa. Menanyakan apa yang sedang kita lakukan, sudah makan atau belum, sudah tidur atau belum, dan sejenisnya.
Roni. Dia orangnya memang perhatian, tapi perhatiannya itu yang membuatku khawatir. Aku saja selalu dibikin baper olehnya. Bagaimana jika dia juga memberi perhatian lebih pada cewek lain?
Pikiran itu pun mulai muncul. Aku pun menjadi pesimis dan mundur satu langkah untuk berharap padanya. Aku juga berusaha bersikap biasa padanya.
Roni tetaplah Roni. Dia selalu menggagalkan niatku untuk menjauhinya. Saat aku ingin pergi, ia selalu datang dengan penuh kejutan dan perhatian lebihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My DIARY
Teen FictionMy Diary Di sini tidak hanya satu cerita. Bisa di bilang ini kumpulan cerpen. Alurnya beda, kisahnya beda, tokohnya beda. Ya pokoknya sesuai dengan imajinasi Author yang buat. Ini bukan diary beneran. Judul diatas itu cuma buat embel-embel aja. Dari...