12. Menyatakan

989 43 9
                                    

Kalau Aldrid menyatakan perasaannya pada Ale, apa Ale akan menjauhinya?

"Jangan takut kali kalo dijauhin. Kalo lo kena gap Farel lagi mikirin Ale, justru lo bakal lebih malu," kata Clarissa tiba-tiba.

Satu alis Aldrid terangkat. Sejak kapan Clarissa ada disebelahnya?

"Sorry ngagetin," kata Clarissa seraya nyengir.

Aldrid mengangguk, lalu kembali melamun.

Dia sih mau-mau saja kalau menyatakannya agar tidak menjadi beban pikirannya.

Tapi apa dia siap?

"Siap-siap aja kali," kata Clarissa tiba-tiba lagi.

Aldrid mengerutkan keningnya bingung.

"Lo cenayang atau apa sih?"

Clarissa terkekeh pelan. "Gak kok. Gue cuma ngeliat wajah lo, dan itu keliatan banget apa yang lagi lo pikirin."

"Hah." Aldrid mendengus geli, "Ada-ada aja lo."

"Ih, serius."

"Hm."

"Jadi lo bakal gimana?"

"Gimana apanya?"

"Nyatain atau mendem?"

"Menurut lo lebih baik yang mana?"

Clarissa mengedip. "Yang mau nyatain siapa?"

"Gue."

"Terus kenapa nanya gue?"

"Ya, kan, nanya doang. Biasanya lo hobi nasihatin gue."

Clarissa tertawa.

"Pokonya nih ya. Semua pilihan ada di tangan lo."

Aldrid diam.

Jadi dia harus menyatakan atau tidak?

*

Ale mengerutkan keningnya.

Ada sebuah kertas yang menempel didepan kelasnya, dan ada namanya tertera disana.

"I may not be the man I wanted to

 I may not be the king of wit

 I may not know the things you need to know

 I might not measure up quite yet

Alecia Adelina, follow this path-->"

Ale menggeleng-gelengkan kepalanya geli. Pasti ulah Farel. Cowok satu itu selalu tahu cara untuk membuat Ale tersenyum di malam hari sebelum tidur.

Ale berbelok kanan, mengikuti petunjuk di kertas itu. Namun sampai di ujung tangga, tak ada petunjuk apappun lagi. Apa dia hanya dikerjai?

Baru saja Ale mau berbalik, dia melihat ada kertas kecil menempel di salah satu anak tangga. Ale membaca tulisannya.

"If ever you wondered if you touched my soul,yes you do

 Since I met you I'm not the same

 You bring life to everything I do

Go to cantin."

Ale menahan senyumnya. Dia menuruni tangga, lalu berbelok ke kiri, menuju kantin.

Di kantin, ada seorang ibu penjual kue mendatanginya.

"De, mau cupcake?" tanya ibu itu seraya menyodorkannya sebuah cupcake coklat.

Believe in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang