CHAPTER THREE

155 18 5
                                    




Kepalaku terasa sangat sakit, kumembuka mata perlahan demi perlahan. Silau. "Dimana aku? Apa yang terjadi?" disampingku terlihat Louis tertidur memegangi tanganku. "Ah, rumah sakit". Aku menggerakkan jari-jari tanganku dan itu malah membuat Louis tersentak bangun.

"Mila! Kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?" suaranya bergetar, ia terlihat begitu panik.

"Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing"

"Baguslah" terdengar helaan nafas lega darinya.

"Maaf merepotkan, kak"

"Hey, kamu itu bicara apa? Sudah tanggung jawabku untuk selalu menjaga kamu, Mila" ia menjawab dengan sangat serius. Aku hanya tersenyum mendengarnya karena kepala ini masih terasa nyeri. "Paman George akan segera datang menjemput, kamu kuat berjalan? perlu aku gendong?" tanyanya jahil.

"Gendong! Haha" aku memanfaatkan kesempatan.

"Manja haha. Baiklah my princess"

Sekitar 10 menit kami berbincang akhirnya paman George datang menjemput kami, dia terlihat terengah-engah habis berlari.

"Mila kamu tidak apa-apa?" tanyanya cepat ketika sudah melihatku. Aku mengangguk mengiyakan. "Baiklah, ayo kita pulang. Paman akan membuatkan bubur untukmu".

Aku digendong oleh Louis menuju tempat parkir mobil paman. Perjalanan dari rumah sakit menuju rumah cukup jauh, ditambah lagi dengan keadaan lalu lintas yang padat. Aku melihat keluar mobil, memperhatikan setiap butir salju yang turun menyelimuti jalanan. Putih bersih, sungguh indah. Hiasan-hiasan natal yang tak kalah membuat indahnya kota ini mulai terpasang disetiap sisi jalan, menghiasi setiap kekosongan.

"Louis" panggil paman memecah keheningan didalam mobil ini.

"Ya?" jawab Louis ringan.

"Kapan kamu mulai bekerja?"

Ah, aku hampir saja lupa. Tahun depan Louis melepas pekerjaan sampingannya dan mulai bekerja full time dikantor industri. Louis memiliki alasan tersendiri untuk ini, tiap kali aku bertanya padanya, ia hanya menjawab belum ingin menghabiskan waktu mengurus banyak kertas.

"15 Januari" jawabnya sekali lagi. Tidak ada balasan apapun dari paman. Aku kembali memperhatikan jalanan yang kami lewati, tak lama handphone dicelanaku berdering menandakan ada pesan masuk. Aku merogoh saku celana dan mengambilnya.

From : Cath

Hey, girl. Louis mengabariku kamu masuk rumah sakit. Kau tidak apa-apa? AKU TAHU KAMU KUAT HAHA. Besok ada waktu? Let's go hangout!

"Sejak kapan Louis memiliki kontak Cath?" batinku bertanya, aku terdiam sejenak.

To : Cath

Haha aku tidak apa-apa, tidak perlu khawatir. Besok? Kemana? Jam berapa?

From : Cath

JANGAN GEER, MIL! aku tidak khawatir, hanya bertanya :p hmm .. Bagaimana kalau ke Deli Café jam 4 sore?

To : Cath

JAHAT! ): okay, sampai bertemu besok

Aku memasukan kembali handphone ke dalam saku, tak terasa rumahku sudah terlihat. Paman membelokan setirnya ke kiri jalan dan memasukan mobil ke dalam garasi.

"Sudah kuat?" tanya Louis memastikan. Aku mengangguk dan mulai berjalan menuju kamar, menaiki setiap anak tangga dengan perlahan. Membaringkan tubuh diatas kasur empuk ini hingga terkumpul niat untuk mandi. Aku melihat jam dinding putih yang tertempel sebelah meja belajarku.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang