CHAPTER SIX

181 9 0
                                    




Louis' Point of View

"Jujur, jika Louis bukan kakakku, mungkin aku sudah jatuh cinta dengannya"

Aku tersenyum mendengarnya. Kadang aku memikirkan hal yang sama seperti Mila. Tapi, aku sudah terlalu menyayanginya sebagai adik.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.15 malam, sebentar lagi Mila ulang tahun. Senang rasanya melihat dia setiap harinya yang semakin bertambah dewasa sampai di usianya sekarang, 19 tahun. Aku bangga padanya, dia adalah seorang gadis yang terlalu kuat untuk menghadapi masa lalu yang begitu kejam.

"Cath, cepat keluar" bisikku nyaring, berharap Cath cepat keluar dari kamar Mila dan memastikan Mila sudah benar-benar terlelap.

"Mila sudah tidur?" tanya paman dari arah dapur.

"Aku tidak yakin, kita tunggu saja"

Aku dan paman kembali duduk di sofa ruang tengah, menunggu kedatangan Cath. Terlihat sesekali paman memejamkan matanya, ia pasti lelah.

Pikiranku melayang, aku teringat saat Mila mematung menyaksikan kejadian mengerikan itu, betapa mudanya dia untuk melihat semua itu secara langsung. Aku selalu berjanji pada diriku sendiri untuk menjaganya selama aku bisa, aku tidak ingin apapun terjadi padanya. Masa lalunya sudah terlalu menyakitkan untuk dijalaninya. Di tambah dengan situasi siang hari tadi ketika ia melihat sosok pria masa lalu mengerikannya itu. Sungguh, tidak tega melihatnya terlarut dalam kesedihan tiap kali mengingat kejadian-kejadian seperti itu.

"Louis, paman" bisik seseorang dari atas tangga. Aku segera membangunkan paman yang tertidur di kursinya. Mengambil kado dan balon untuk Mila.

Paman membawa kue red velvet yang sudah kami sediakan dan diatasnya bertuliskan "Happy Birthday, Mila", lalu kami bergerak menuju menuju kamar Mila. Aku membuka pintu kamarnya seperlahan mungkin, denyitan pintu tua ini berhasil membuatnya mengerang dan hampir terbangun dari tidurnya. Iba rasanya ketika melihat ia tertidur pulas seperti ini, rasanya ingin membiarkannya beristirahat sejenak seperti ini untuk menenangkan diri dari segala pikiran yang mengganggunya.

Cath membangunkannya secara perlahan bersamaan dengan kami menyanyikan lagu "Happy Birthday" untuknya, ia terbangun dan terkejut. Air mata bahagia terlihat mengalir dari mata indahnya.

Aku yakin bahwa ia tidak akan menyangka hal ini terjadi untuk hari ulang tahunnya karena jujur, tidak setiap tahun kami melakukan ini padanya. Kadang, paman dan Cath tidak bisa bersama kami disaat ulang tahun ini karena paman yang mendapat kerja dadakan dan Cath yang harus bersama saudaranya. Kue dengan lilin menyala dihadapannya. Mila meniup lilin angka 19 itu. Tak banyak perbincangan kami berempat, selesai perbincangan itu aku meminta izin kepada paman dan Cath untuk meninggalkan kami berdua. Mereka mengangguk setuju dan akhirnya berjalan keluar kamar. Pintu kamar tertutup.

"Jadi, ini kado untukmu. I hope you like it" bersamaan dengan memberikan kotak dengan bungkus merah muda itu pada Mila.

"Apa ini, Louis? Jarang sekali kamu memberikanku kado seperti ini" ucapannya terlihat begitu bahagia. Aku hanya tersenyum dan tidak membalas pertanyaannya.

Mila's Point of View

Suara nyaring berhasil membangunkanku. Sebuah lagu yang mengingatkanku atas hari spesial untukku, hari ulang tahunku. Perlahan membuka mata dan akhirnya kudapati Cath, Louis, dan paman sudah duduk di tempat tidurku dengan mini cake di tangan paman tengah menyanyikan lagu itu untukku. Sungguh tak menyangka hal ini akan terjadi lagi, aku tak ingat kapan hal ini terjadi dulu. Tapi yang jelas, hal itu sudah lama. Air mata pun tidak dapat berbohong, terlalu bahagia sampai akhirnya tangisan kebahagiaan pun membasahi pipi. Speechless. Itulah yang menggambarkanku sekarang. Aku tidak yakin apakah dengan 100 kata terimakasih akan cukup menggambarkan kebahagiaanku kepada mereka atas ini semua atau tidak.

Kue dengan lilin angka 19 berada tepat dihadapanku, kupejamkan mata. Berdoa dan berharap bahwa kehidupanku setelah ini akan jauh lebih baik dari sebelumnya, bersyukur atas keberaadaan paman, Louis dan Cath yang selalu menemani hariku. Aku menghembuskan angin, mematikan lilin itu.

"Ingat, Mil. Cari pacar!" tegas Cath yang berhasil membuat aku, Louis, dan paman tertawa. Tak begitu banyak perbincangan di antara kami karena sudah larut malam. Louis meminta paman dan Cath untuk meninggalkan kami berdua, sepertinya ada yang hal serius yang ingin ia bicarakan. Setelah mereka kaluar dari kamar, Louis mengeluarkan kotak dengan bungkus rapi berwarna merah muda. Sebuah kado. Kebahagiaanku bertambah berates kali lipat melihatnya, ia memberikannya kepadaku.

"Apa ini, Louis? Jarang sekali kamu memberikanku kado seperti ini" tanyaku penasaran namun ia tidak menjawab dan hanya tersenyum. Aku mengalihkan kembali pandanganku ke kado yang diberikannya. Membuka bungkusan kotak itu. Kudapati kalung perak dengan liontin huruf L.

"L for Louis or what?"

"Yap" ucap Louis tenang, aku tidak menjawab dan hanya melihat kembali kalung itu. Bingung. Itu yang ada dipikiranku.

"Agar jika kau sudah punya kekasih, kamu tidak melupakan sosok kakakmu ini" katanya bersamaan dengan ia mengambil kalung itu dari kotak dan memasangkannya pada leherku.

"THANKYOU!" aku terlalu senang dan untung saja Louis membukam mulutku sebelum aku berhasil teriak. Aku tersenyum dan ia membalasnya.

"Sudah larut malam, tidurlah" katanya sambil beranjak dari tempat tidurku hendak keluar kamar

"Kau juga. Terimakasih untuk semuanya, Louis"

Louis mengangguk. "Selamat malam" ucapnya dengan senyum.

"Malam"

Louis hilang dari balik pintu, aku kembali menarik selimut dengan senyum yang belum dapat kuhentikan. Kupejamkan mataku, membayangkan bahwa hal ini tiakan berakhir. Namun akhirnya, aku tertidur.

---

Apa yang akan terjadi keesokan harinya?

Sebelumnya mau minta maaf banget karena ga update chapter soalnya sibuk sekolah hehe, diusahakan secepatnya update next chapter ya guys!

Wait for the next chapter, dont forget to vote guys!❤❤

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang