CHAPTER FOUR

169 16 0
                                    


Kringg! Kringg!

Alarm kecil di meja sebelah kasurku membuatku terbangun. Pukul 5 pagi. Ya, aku sengaja memasang alarm sepagi ini untuk membuatkan sarapan. Aku segera menyikat gigi dan mencuci mukaku. Kubuka pintu kamar dengan perlahan. Lampu ruangan masih redup menandakan belum ada yang terbangun.

"Bagus" ucapku berbisik. Aku berjalan menuju dapur sambil mengikat rambut. Membuka isi lemari es dan melihat ada apa saja disana. Telur, wortel, dan keju. "Baiklah, omelet keju siap disajikan". Aku mengambil semua bahan yang diperlukan, memasang celemek dan mulai memasak.

Lima belas menit berlalu, omelet yang kubuat sudah siap diatas meja hanya tinggal menunggu penghuni rumah ini bangun dan mendatangi meja makan ini. Aku mulai menata piring di meja makan, tak lama terdengar suara pintu terbuka, aku melihat ke arah lantai dua. Paman keluar dari kamarnya dan membalas menatapku. "Kuharap dia sudah baik-baik saja".

"Pagi, paman!" sapaku berusaha tidak terlihat takut.

"Pagi, Mila. Wah, tumben sekali kamu memasak sarapan. Berbaik hati untuk pamankah? Haha" nada paman mengejek bertanda dia sudah tidak marah atas kejadian tadi malam.

"Yah, aku ketahuan" ucapku disambung dengan tawa, paman pun ikut tertawa. Disela-sela tawa kami, Louis keluar kamar dan langsung menuruni anak tangga.

"Ada yang kulewatkan pagi ini?" tanya Louis sambil mengetuk-ngetukkan tangan di atas meja.

"TERLEWAT BANYAK! Haha. Yuk, makan" balasku cepat lalu menjulurkan lidah ke arahnya. Paman hanya menggeleng dan duduk di kursinya, aku dan Louis pun menyusul duduk.

"Yang memimpin doa hari ini adalah Mila" kata paman dengan lembut. Aku memberikan senyumanku kepada paman dan mulai berdoa.

"Mari makan!!" teriak Louis yang membuatku kaget dan nyaris terloncat dari kursi yang kududuki. Aku melihat Louis dan paman melahap satu demi satu omelet itu. Rasanya senang sekali melihat mereka menyukai masakanku walaupun dengan bahan yang sangat mudah didapatkan. Tak berapa lama, paman pun selesai memakan sarapan pagi ini dan memulai pembicaraan kembali.

"Jadi, apa rencana kalian hari ini? tanyanya sambil meletakkan garpu di atas piring lalu mengelap mulutnya dengan serbet.

"Hmm, aku akan pergi bersama Cath sore ini" kataku sambil berdiri sambil mengambil piring kosong paman lalu membawanya ke dapur untuk di cuci. Aku mendengar Louis membicarakan sesuatu dengan paman, pembicaraan itu terlihat rahasia dengan cara berbisik. Lantas aku pun cepat-cepat menaruh piring yang telah kukeringkan dan mengambil gelas yang berisi air mineral untuk paman.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyaku pada mereka dengan sinis sambil menyipitkan mata seperti agen CIA yang sedang mewawancara penjahat yang telah ditangkapnya.

"Tidak, kami hanya bertukar pikiran saja. Sudalah cepatlah mandi sebelum kamu bertemu dengan Cath, tidak ada salahnya bukan kita bertiga pergi sebelum semuanya sibuk dengan acara masing-masing?" paman tersenyum seusai berbicara. Belum sempat aku berkomentar, Louis langsung mendorong bahuku menuju kamar agar aku dapat cepat mandi. Aku hanya mendengus pasrah memasuki kamar mandi.

Sekitar sepuluh menit berlalu, aku menggigil karena air yang kupakai mandi terlalu dingin. Aku mengambil hairdryer untuk mengeringkan rambut. Kujelahi lemari pakaianku dan akhirnya aku menemukan sweater rajut coklat muda yang langsung kupakai dipadukan dengan rok hitam selutut serta stocking hitam panjang untuk menahan udara dingin. Aku mulai mengepang rambut coklat panjang ini, mengikatnya dengan pita putih lalu kukenakan kupluk putih bertuliskan 'XOXO' milikku. Mengambil sepatu boots coklat tua di rak sepatu dan memakainya.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang