Cuma lagi banyak ide aja sih, dan pengen cepet ditulis biar enggak lupa.
Enjoy it.
***
Kailyn melihat jam tangannya dan segera keluar dari mobil. Halaman rumahnya yang dipenuhi kendaraan roda empat berwarna hitam dengan penjagaan orang-orang berjas yang terlihat kaku membuat keningnya berkerut.
Ada apa sebenarnya?
Tidak memerlukan waktu yang lama, Kailyn sudah mendapatkan jawabannya. Matanya menatap awas pemandangan keempat saudaranya yang sudah terduduk di lantai dengan bertumpu lutut. Di depan mereka berdiri menjulang sosok yang memakai setelan jas berwarna biru gelap yang kini memunggunginya.
"Rupanya anak tertua sudah datang." Kailyn semakin dibuat tidak mengerti saat Alejandra-saudaranya-melotot dan menggerakkan kepala menyuruhnya pergi.
Apa-apaan?
"Kai lari." Kali ini Rheana yang beraksi dengan mengeluarkan suara lantang yang sangat keras bahkan membuat gema di sekelilingnya. Orang yang berdiri di belakang Rheana segera menyobek lakban hitam dan menempelkan dengan kasar di mulut perempuan itu.
Kailyn mengernyit. Ada sesuatu yang memang salah di sini. Langkahnya yang mencoba mundur kemudian berlari menjauh nyatanya tidak berpengaruh saat tubuhnya disentak dengan keras dan dibopong untuk bergabung bersama saudaranya yang lain.
"Sialan, brengsek. Lepaskan tanganku." Tangannya yang sudah di ikat dan tubuhnya yang didorong untuk berlutut membuatnya geram. Matanya nyalang menatap laki-laki yang berdiri santai di depannya yang sedang melipat tangan di dada. Gurat angkuh dan ekspresi arogan yang dia miliki semakin menambah rasa sesak kekesalannya..
"Apa maumu? Merampok kami?" Sosok itu tidak bergeming dan membuat gerakan anggun untuk duduk di sofa yang tidak jauh dari tempatnya. Kini posisi mereka seperti babu dan majikan.
"Jelaskan kepada mereka Vandesh." Orang yang terlihat berumur pertengahan empat puluhan yang dipanggil Vandesh, mengangguk hormat dan segera berjalan di depan lima bersaudara yang terlihat mengenaskan.
"Menurut kesepakatan yang tertulis, semua properti, aset, kekayaan, dan segalanya yang berhubungan dengan Mr.Cesaro Wilbert, sekarang akan sepenuhnya dialihkan dan menjadi milik Mr.Axton Cedric Brandon--"
"Omong kosong apa ini?"
"Itu sudah kesepakatan Miss. Bahkan Mr.Cesaro sendiri yang telah mengesahkan perjanjian ini." Mata Kailyn terbelak saat melihat tanda tangan dan cap jari papanya yang dibubuhkan di dokumen yang dibawa Vandesh.
Demi Tuhan. Papa baru meninggal dua bulan yang lalu karena kecelakaan dan sekarang ada pemberitahuan bahwa semua kekayaan papa akan hangus? Mimpi apa semalam hingga kenyataan ini dapat menghujamnya dengan telak.
"Jadi kalian akan mengusir kami?" Suara serak Laqueena mengalun, membuat semua pandangan tertuju kepadanya.
Kailyn mendesah, jika memang semua sudah raib maka dipastikan mereka akan menggelandang di jalanan. Mengais dan mengemis untuk sekedar mendapatkan makan dan tidur di bawah kolong jembatan.
"Tidak." Pandangan beralih ke sosok yang duduk dan terlihat berkuasa. Mungkinkah dia orang yang tadi disebutkan Vandesh tadi? Orang yang akan mengambil kekayaan papa seutuhnya?
Senyuman mengejek yang terbit di wajahnya membuat Kailyn ingin menghajar wajah sialan itu. "Apa Cesaro sebodoh itu? Selain semua kekayaanya, dia juga menjual kalian padaku. Kalian semua."
Perkataan yang diucapkan tanpa emosi itu membuat kelima bersaudara meradang. Dengan kata lain tubuh mereka adalah sebuah barang yang dapat diperjual belikan dengan mudah. Penghinaan yang sangat rendah mengingat bahkan pelacur saja dapat memilih dengan siapa mereka mau bekerja. Jangan tanya bagaimaan reaksi Kailyn, tangannya sedari tadi sudah mengepal dengan pandangan yang menusuk.
"Jadi jangan melawanku dan menurutlah seperti anak anjing yang baik. Bawa mereka semua ke mobil." Axton berdiri dan menanggapi tatapan berapi Kailyn dengan senyuman miring. Di antara mereka, memang Kailyn yang terlihat beringas dan dengan terang menatap matanya mengibarkan permusuhan.
Axton berbalik dan melangkah pergi. Ini kesempatan Kailyn, sedari tadi dia sudah membuka ikatan tali dengan cutter yang tersimpan di saku celanannya dan saat para anak buah bodoh Axton itu menariknya untuk berdiri, Kailyn tidak menyia-nyiakan untuk menghajar mereka.
Pertama anak buahnya kemudian bosnya. Pekerjaanya sebagai personal trainer di gym membuat Kailyn gampang untuk menaklukan orang di belakangnya. Apalagi hobi memukul samsak yang sudah dia tekuni dari empat tahun yang lalu menambah nilai plus dalam kekuatan serangannya.
Kejadian memang berlalu sangat cepat. Dua anak buah terkapar dengan beberapa lebam dan sayatan cutter sedangkan yang lainnya masih menunggu perintah untuk menyerang. Kailyn tahu jika tidak mungkin seorang perempuan sepertinya akan menang melawan puluhan berotot yang hanya mengandalkan kemampuan fisiknya karena itu tanpa berpikir panjang dia melemparkan senjatanya ke arah punggung Axton. Pilihan yang cukup bodoh memang, tapi penghinaan lelaki itu kepadanya juga saudaranya sudah membuat kepulan asap di ubun-ubun kepala Kailyn memanas.
Suara tersingkap terdengar bersahutan dan seketika ruangan menjadi hening. Terlalu sunyi bahkan setelah cutter itu menancap dengan sempurna di lengan atas Axton.
"Sialan, pasti memerlukan jahitan." Axton berbalik dan menatap perempuan yang berani melayangkan senjata ke arahnya.
Kailyn meremang, kakinya sedikit bergetar saat Axton berjalan mendekatinya dengan perlahan seperti predator yang sedang menikmati ketakutan mangsa. Matanya tidak bisa teralih dari manik kelam di depannya yang manatap tajam dengan bibir menipis.
Tidak, dia tidak boleh gentar. Jika Kailyn begitu mudah menyerah, bagaimana tidak mungkin jika Axton ini akan membuat kehidupannya dan saudaranya seperti di neraka?
Maka setelah Axton berdiri di depannya, Kailyn kembali menyerang dengan kepalan tinju yang jarang dimiliki oleh seorang perempuan. Tangan kanannya melayang dengan sangat cepat menuju kepala sedangkan tangan kirinya dipersiapkan untuk memukul perut Axton setelah serangan pertama. Mungkin Kailyn terlalu berbesar kepala, nyatanya Axton malah membalik keadaan.
Tangan kanan Kailyn dicekal dan diposisikan dengan paksa ke belakang punggunya. Hal ini otomatis membuat tubuh Kailyn berputar dan mengumpat pelan saat terdengar gesekan tulangnya sendiri. Bersamaan dengan itu tangan kirinya yang rupanya juga sudah berada di genggaman Axton segera diarahkan ke belakang bahu kanan Kailyn melewati leher.
Axton tidak berhenti, dengan kasar dia semakin menarik tangan kiri Kailyn yang masih melingkari lehernya sendiri.
"Ah ... brengsek." Dengan persendian tangannya yang dipaksa merenggang dan lehernya yang tertekan sudah membuat posisinya mengenaskan, tapi saat laki-laki di belakangnya yang masih mengunci kedua tangannya menambah dengan menendang kedua lutut belakang Kailyn, sekali lagi umpatan lolos keluar dari mulutnya.
Kailyn berlutut di lantai, dan mengerang saat kakinya cukup sakit setelah berbenturan dengan sepatu pantofel Axton. Laki-laki itu terlalu kejam dan tidak mempunyai belas kasihan.
Axton menunduk, tangannya melepas cekalan kedua tangan Kailyn, dan bibirnya mengarah ke telinga perempuan itu. "Dasar jalang sialan. Sekali lagi kau menantangku, maka aku tidak akan segan untuk mengirimmu ke liang kubur."
Saat Axton berbalik pergi dan salah satu anak buahnya membopong tubuhnya seperti kantung beras, dengan itu tamatlah riwayat Kailyn. Tidak ada lagi kata normal karena hidupnya sudah berada di tangan lelaki brengsek seperti Axton.
Vote & Comment
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Savior [SH-1]
Romance[1-SISTERHOOD] Membeli seorang manusia layaknya barang adalah suatu kekejian. Dan itu yang dialami Kailyn beserta empat saudaranya. Jatuh ke tangan pria tidak berbelas kasihan yang menginkan agar semua ucapannya tidak ditentang. Axton adalah mimpi b...