Menjalani beberapa hari di dalam penjara yang persis seperti kamar hotel mewah bukanlah suatu hal yang bisa dibanggakan. Apalagi dengan dua orang laki-laki berotot yang menjaga di depan pintunya setiap waktu walaupun mereka tahu bahwa Kailyn tidak akan bisa keluar karena tidak mempunyai kunci.
Lama kelamaan otaknya mulai berpikir, apa Axton yang memang bodoh atau dia terlalu takut dengan kenekatan Kailyn?
Mungkin lelaki itu berpikir bahwa jika Kailyn saja mampu menonjok beberapa anak buah dan menancapkan cutter ke arahnya maka bukan hal yang mustahil untuk perempuan itu mendobrak pintu yang terbuat dari jati. Meskipun Axton sedikit meragukan kemungkinan itu namun sepertinya dia tidak ingin mengambil resiko.
Kailyn merasa muak, satu minggu dan dia tidak pernah menginjakkan kaki keluar dari ruangan berwarna serba putih ini. Satu-satunya penghubung dengan dunia luar hanya jendela dengan teralis yang tidak mungkin bisa dilewati oleh tubuhnya.
Untung saja pemandangan dari persegi panjang yang tidak terlalu lebar itu menghadap kolam dengan banyak pepohonan hijau dan beberapa kursi santai. Setidaknya itu bisa membuat matanya mendapatkan relaksasi walaupun sangat terbatas.
Kailyn tiba-tiba mengernyit, matanya menangkap gerakan sosok laki-laki yang hanya memakai celana renang selutut. Pasalnya selama dia menginjakkan kaki ke ruangan yang secara tidak sah sudah menjadi kamarnya ini, tidak pernah sekalipun dia menemui ada orang yang memakai kolam renang itu.
Kerutan di dahinya semakin terlihat jelas saat mengetahui bahwa sosok itu adalah Axton. Lelaki itu melakukan pemanasan kecil di pinggir kolam. Tubuhnya yang terbebas dari kain terlihat bersinar di bawah terpaan cahaya matahari. Dan tanpa sadar Kailyn terus memerhatikan.
Perempuan itu tersentak saat mengetahui kepala Axton menoleh dengan cepat ke arahnya. Walaupun dengan jarak yang jauh tapi Kailyn dapat mengetahui bahwa Axton sedang menatapnya tajam sambil memicingkan mata.
Sungguh pada awalnya tidak ada keinginan untuk Kailyn mengintip atau sekedar menikmati tubuh shirtless Axton. Tapi memang matanya saja yang terlalu keras kepala hingga otaknya tidak mempan memerintahkan untuk berpaling.
Sialan.
Kailyn menarik gorden dan menutup jendela agar terbebas dari pandangan tajam orang di sebrang. Tangannya memukul kepalanya sendiri sambil melontarkan cacian untuk kebodohan yang dia lakukan. Pada akhirnya Kailyn memilih untuk duduk di atas ranjang, aktivitas yang selama belakangan ini terus dia lakukan.
Selama beberapa menit dia seperti itu dan tidak melakukan apa-apa. Pikirannya hanya tersebar tidak tentu arah hingga tidak menemukan tujuan. Tapi setelah matanya menangkap silau liontin yang tergantung di lehernya, seketika otaknya langsung melayang kepada pemilik kalung yang sama yang dimiliki oleh empat orang perempuan lainnya, saudaranya.
Entah bagaimana keadaan mereka sekarang. Mungkin Rheana selalu melayangkan caci maki setiap harinya, ataupun Vanessa yang diam merenungi tentang saudara tertuanya, juga Alejandara dan Laqueena yang tidak berhenti risau karena dapat terbebas namun memberikan tumbal kepada Axton berupa Kailyn. Semua itu membuat matanya memanas.
Jika bisa, Kailyn sangat ingin menghubungi saudaranya tapi salah satu anak buah Axton yang paling sering dia temui, Vandesh, tidak pernah menanggapi atau sekedar menjawab permintaannya. Mungkin semua orang di tempat ini hanya menganggapnya sebagai hewan yang hanya harus diberi makan dan minum di dalam kandang.
Suara kunci diputar dan diikuti pintu yang terbuka tidak membuat Kailyn mengalihkan pandang. Siapa lagi jika bukan laki-laki tua bangka yang selalu memberikan tatapan dingin lengkap dengan kebungkamannya.
Perkiraannya memang tidak meleset, Kailyn melihat dari ujung matanya bahwa Vandesh sedang berjalan ke arahnya. Sebenarnya meskipun umur Vandesh yang terlihat memasuki pertengahan empat puluhan karena beberapa rambutnya ada yang memutih, tapi laki-laki itu terlihat tangguh. Hal itu juga yang membuat Kailyn mengurungkan niat untuk beradu jotos dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Savior [SH-1]
Romance[1-SISTERHOOD] Membeli seorang manusia layaknya barang adalah suatu kekejian. Dan itu yang dialami Kailyn beserta empat saudaranya. Jatuh ke tangan pria tidak berbelas kasihan yang menginkan agar semua ucapannya tidak ditentang. Axton adalah mimpi b...