Kailyn tidak tahu apakah ini bagus atau tidak, namun saat kulitnya bertabrakan dengan air kolam yang dingin rasanya hawa pagi menjadi sangat segar. Beban yang berkelana dalam pikirannya menguar sejurus dengan setiap jengkal pori-porinya yang terisi penuh dengan sentuhan air.
Matanya berkeliling sekitar kemudian helaan nafasnya terlepas dari bibir. Ombak yang tenang dan segelintir orang yang menautkan tangan hanya untuk berjalan di atas pasir putih memenuhi pandangannya. Ini sangat indah. Bagaimana segala sudut pantai bisa tertangkap mata sedangkan sang empunya sedang menikmati siraman air kolam membuat Kailyn merasa dimanjakan.
Tubuhnya bergerak menjauhi tepi, setidaknya jika tidak menemukan treadmill ia masih bisa melakukan olahraga lain semisal berenang. Memikirkan itu, Kailyn semakin merindukan saudaranya. Dia masih ingat bahwa Vanessa tidak bisa berenang dan dengan keras akan menolak jika disuruh terjun ke wadah yang memiliki tampungan air yang besar.
Ah, bukannya Axton menjanjikan untuk dapat menelpon keempat saudaranya? Kailyn ingin menagihnya. Meskipun dia masih kesal karena nantinya tidak dapat mengatakan apapun setidaknya mendengar suara mereka rasanya membuat setitik perasaan lega memenuhi rongga dadanya.
Sudah tiga putaran dan Kailyn tidak ingin berhenti. Mungkin setelah lima sampai delapan baru dia akan mengistirahatkan sejenak otot kakinya, tapi sekarang Kailyn ingin terus berayun, membelah air tenang dengan kedua tangan dan kakinya. Tekadnya membuat radar untuk awas dengan sekitar menjadi lemah, bahkan dia tidak sadar bahwa sepasang mata sudah memandanginya dan merasa terhibur.
Axton berdiri tidak jauh dari kolam, beberapa anak buahnya yang menjaga Kailyn juga terlihat di sekitar sana. Dalam matanya, Kailyn terlihat sangat bertenaga dan terlampau aktif. Mengingat keberaniannya di awal yang sempat menantangnya membuat Axton tanpa sadar telah terkekeh. Wanita yang tangguh memang pujian yang tepat bagi Kailyn.
Sayangnya, suara kekehan Axton dapat merasuk dalam pendengaran Kailyn. Lantas saja gerakannya terhenti dan segera mengangkat kepala untuk melihat sumber suara yang sudah tidak asing dalam telinganya. Setelah matanya menemukan sepasang manik yang juga menatapnya, tanpa sadar Kailyn mendecih.
"Sejak kapan kau di sana?"
"Keluarlah, kemarin aku sudah menjanjikan sesuatu padamu bukan?" Dahi Kailyn mengernyit, bahkan dia tidak perlu meminta karena lelaki itu sudah menawarkan terlebih dahulu.
Dalam diam, Kailyn menuju tepi. Kakinya menapak tangga hingga tubuhnya yang tadinya dibalut air berganti dengan udara yang semakin membuatnya merasa dingin. Dari ujung rambut hingga kakinya basah kuyup dan dia tidak merasa terganggu.
Kemudian Kailyn berjalan melewati Axton dan berniat untuk pergi ke kamar membersihkan badan dan berganti pakaian. Namun tiba-tiba tangannya dicekal yang membuat langkahnya terhenti seketika.
Kailyn melihat ke belakang dan menemukan Axton yang balik memandangnya. Rahangnya mengatup dan sedikit keluar geraman dari bibirnya. Hal itu membuat dahi Kailyn berlipat, apa yang salah? Sungguh dalam benaknya, dia tidak akan mau meladeni sikap kekanakan Axton jika lelaki itu marah karena Kailyn tidak merespons kalimat terakhir yang Axton ucapkan.
Kailyn tetap mengernyit hingga Axton melepaskan cengkramannya. Lelaki itu memberikan pandangan dengan maksud tersurat agar Kailyn tidak melangkah pergi. Dan yang terjadi kemudian adalah Axton melepas jasnya kemudian menyampirkan di punggung Kailyn hingga ke dada. Laki-laki itu mengatur dengan pas agar setelan atasnya dapat menutupi tubuh bagian atas Kailyn tanpa sisa.
"Lain kali, jangan memakai kaos putih untuk berenang. Anak buahku juga laki-laki." Kailyn masih mematung di tempatnya dengan tangannya yang memegang bagian depan jas biru gelap yang licin. Matanya mengikuti pergerakan Axton yang sudah berjalan pergi dan tidak menoleh lagi ke arahnya.
Sesaat keadaan di sekitarnya menjadi hening, namun dalam sekejap Kailyn menghendikkan bahunya dan kembali berjalan. Anak buah Axton yang menjaganya segera mengikuti langkahnya dari belakang. Kailyn melihat ke arah mereka, meskipun dengan tampang batu seperti itu, mereka juga seorang makhluk yang dipenuhi nafsu bukan? Kemudian matanya beralih lagi ke jas yang melingkupi tubuhnya.
Dan kau nyatanya peduli?
Kailyn tidak membuang waktu, hanya dengan setengah jam penampilannya sudah rapi dan tidak ada bekas air sedikitpun dari tubuhnya. Vandesh mengetuk pintu kemudian menggiringnya ke arah meja makan yang sudah terdapat Axton di sana. Lelaki itu masih menggunakan kemeja abu-abu dan tidak berniat mengambil jas yang lain.
Tidak ada yang spesial, mereka makan dalam keheningan dan masih dengan tatapan beberapa orang yang menjaga ketat Kailyn. Sekarang, dia sudah terbiasa diawasi dan menjadikan mereka seolah-olah anak anjing yang ingin terus mengikuti langkah kakinya. Bedanya, anak anjing lucu, tapi mereka ..., Kailyn bergidik memikirkan itu.
"Aku akan membawa mobil sendiri." Setelah mendengar titah sang tuan rumah, Kailyn sudah berada di bangku penumpang mobil yang berjalan dengan kecepatan rata-rata. Di sampingnya terlihat Axton yang menyetir dan ini pertama kalinya Kailyn melihat laki-laki itu mefokuskan pandangan ke jalanan.
Tatapan matanya yang lurus, lengan kemeja yang digulung sampai siku, dan cengkaraman tangan kekarnya yang terlihat kuat sejenak mengalihkan perhatian Kailyn. Tidak tahu apa yang merasuki kepalanya, tapi Kailyn menyukai pemandangan saat Axton sedang menyetir. Dia terlihat mempesona.
Kailyn mengerjap, seakan tersadar kepalanya segera menoleh ke arah yang berlawanan. Bagaimana bisa dia sempat mengagumi laki-laki arogan tukang perintah itu? Mencoba menghilangkan bayang-bayang Axton dan keinginannya untuk melihat laki-laki itu menyetir lebih lama, Kailyn membuka kaca jendela di sampingnya dan membiarkan angin pagi membelai kulitnya. Rambut hitam yang tergerai saling memberontak untuk melambai hingga terkadang menutupi sebagian wajahnya.
Kailyn menyukainya, entah ini di mana dan dirinya mau dibawa kemana, tapi melihat sekitar yang terbentang warna hijau di sepanjang jalan membuat udara yang masuk ke paru-parunya menjadi candu. Axton membiarkannya, dia hanya melirik sekilas dan tidak ingin mengganggu kegiatan perempuan di sebelahnya.
Ketika lahan hijau itu berganti dengan rentetan bangunan kokoh dan banyak kendaraan yang mulai mengerumuni di setiap sisinya, Kailyn kembali menjadi jengah. Perkotaan dan keramaian memang terlihat membosankan.
"Tutup jendelamu, banyak kamera di sini." Kailyn menurut dan tidak berkomentar. Dia masih cukup pintar untuk mengingat bahwa Axton membawanya kemari agar orang-orang yang mencoba mencelakainya itu tidak mudah mencari jejaknya. Atau bisa dibilang, mereka sekarang sedang kabur dan bersembunyi. Setidaknya itu yang dipikirkan Kailyn.
Axton berkendara dalam diam dan Kailyn mengikuti. Sejujurnya sedari tadi matanya sangat susah untuk diperintahkan agar tidak melayangkan tatapan ke arah laki-laki itu, bahkan Kailyn takut jika Axton menyadarinya. Tapi entah laki-laki itu memang tidak tahu atau pura-pura bodoh, yang jelas dia tidak memberikan respons.
Akhirnya mobil berhenti di suatu tempat yang terlihat sepi. Banyak undakan dan hiasan keramik di atasnya tapi tetap saja tidak membuat tempat itu menjadi ramai dikunjungi orang. Axton memakai kacamata hitamnya dan keluar dari mobil, melihat itu Kailyn juga membuka pintu disebelahnya dan segera turun.
Apa ini yang ingin dia perlihatkan?
Kailyn tidak bisa menangkap raut laki-laki itu saat Axton terdiam menatapnya cukup lama. Kacamata sialan itu menghalangi pandangannya.
"Ayo." Mungkin hanya perasaannya saja tapi suara Axton terdengar serak.
Laki-laki itu mendekat dan tanpa permisi menyelipkan tangannya di pinggang Kailyn kemudian menuntunnya secara perlahan. Terlalu dekat, bahkan wangi musk yang tajam kini memenuhi rongga hidungnya.
Kailyn masih tidak mengerti mengapa Axton membawanya ke tempat pemakaman.
***
Update-nya lama ya? Kalian udah baca wall-ku? Yah emang mungkin untuk ke depannya aku memang tidak bisa update secara maksimal. Mohon dimaklumi.
Vote & Comment
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Savior [SH-1]
Romance[1-SISTERHOOD] Membeli seorang manusia layaknya barang adalah suatu kekejian. Dan itu yang dialami Kailyn beserta empat saudaranya. Jatuh ke tangan pria tidak berbelas kasihan yang menginkan agar semua ucapannya tidak ditentang. Axton adalah mimpi b...