Bagian 4

4.3K 318 3
                                    

Sinar mentari yang terang merasuk melewati kaca jendela yang tertutup gorden. Menyelinap di antara celah-celah tipis dan menerangi ruangan yang hanya membutuhkan satu asupan tarikan napas. Suara detikan jarum jam menuntun kerja jantung untuk menyamai, membuat telinga hanya terfokus pada debaran dan semakin menambah kesunyian yang terasa hampa.

Kailyn hanya terdiam di tengah ranjang yang terlihat luas untuk tubuhnya. Tidak ada niatan untuk bergerak ataupun melakukan sesuatu. Kesendiriannya memakan jiwa dan pikirannya terlalu dalam.

Beberapa jam yang lalu tepatnya saat pagi hari, Axton menepati janjinya. Vanessa, Alejandra, Laqueena, dan Rheana dibebaskan. Mereka berempat diperkenankan meninggalkan rumah ini dengan sopir yang telah menunggu di dalam mobil sedan hitam.

Kailyn tidak bisa melupakan bagaimana saudaranya sangat senang dengan berita itu. Mungkin kebebasan yang Axton renggut cukup membuat mereka jengah. Tapi tawa ceria itu tidak bertahan lama.

Mereka menyadari bahwa Kailyn akan tetap tinggal dan tidak ikut. Jangan tanya bagaimana reaksi dari empat perempuan itu. Mereka secara kompak tidak menyetujui untuk pergi sebelum Kailyn bergabung. Bahkan Rheana terlalu keukeuh untuk tidak pergi dan meninggalkan saudara tertuanya.

Akhirnya Kailyn turun tangan. Dia mengatakan bahwa ada beberapa urusan yang harus dia kerjakan. Jelas saja tidak ada yang mempercayainya. Urusan dengan Axton? Hell, bahkan mereka semua tahu bahwa tidak ada di antara mereka berlima yang ingin berlama-lama di bawah kekangan lelaki itu.

Kemudian Kailyn menunjukkan fakta yang membantu dirinya. Mengenai penjualan yang dilakukan Cesaro yang tidak mungkin hanya selesai dengan balikan telapak tangan. Kailyn mengupayakan agar mereka berempat percaya dengan semua kebohongan yang dia buat. Yang dia inginkan hanyalah segera melihat saudaranya bebas dan melakukan hal apapun yang berada di dalam otak mereka. Walaupun semuanya memang mempunyai harga tersendiri.

Dengan sedikit paksaan, dan seretan dari beberapa penjaga rumah Axton, empat saudara itu akhirnya pergi dan menuju ke Washington D.C, meninggalkan Kailyn sendirian di tempat yang tidak mereka kenal. Tempat asing yang seperti penjara bagi kehidupannya.

Suara decitan pintu membuat mata Kailyn beralih ke arah jam putih yang tertempel di dinding. Pukul 1 siang, dan orang yang sedang memutar kunci saat ini pastilah membawa nampan yang berisi makanan dan minuman.

Prediksinya tidak meleset. Muncul Vandesh bersetelan jas hitam dengan muka datarnya dan tangan yang terangkat menahan beban. Laki-laki itu masuk dan menempatkan nampan di atas nakas. Tanpa sapaan ataupun pengunduran diri, tubuhnya langsung berbalik dan berniat untuk meinggalkan ruangan itu.

Jika dulu Kailyn tidak bisa melawan Axton dengan kekuatan fisiknya, apa Vandesh juga seperti itu? Kemungkinan yang terlewat begitu saja membuat Kailyn ingin membuktikan. Tapi bukan untuk sekarang.

"Apa saudaraku selamat sampai rumah?" Ketukan sepatu pantofel hitam seketika menghilang, berganti dengan keheningan yang tidak bertahan lama.

"Anda tidak perlu khawatir."

"Dimana Axton?" Kailyn mengernyit saat Vandesh melirik tajam ke arahnya dengan pandangan yang tidak bisa dia artikan.

"Daripada memerhatikan anda, Tuan mempunyai banyak urusan yang lebih penting." Perlu beberapa detik bagi Kailyn memahami kata-kata itu, tapi setelah dia mendongak, Vandesh sudah sepenuhnya keluar dan mengunci kamarnya lagi.

Jika maksud tangan kanan Axton itu adalah Kailyn membutuhkan perhatian, jawabannya adalah tidak. Tidak pernah terpikirkan dalam kepalanya untuk meminta agar Axton mau menengoknya ataupun meluangkan waktu untuk dirinya. Hanya saja laki-laki itu belum terlihat sejak pertemuan terakhir mereka dimana kesepakatan di antara mereka dibuat.

Bukankah sekarang dia sudah sah menjadi milik Axton? Menjadi pelacurnya mungkin? Atau sebagai pemuas hasrat hewannya? Yang pasti semua opsi di atas terlalu mengerikan untuk terpikirkan dalam bayangan Kailyn.

Setelah menyelam cukup lama dengan bayangan menakutkan dalam imajinasinya, Kailyn memutuskan untuk beranjak. Beberapa hari tidak berolahraga membuat tubuhnya kaku. Seharusnya rumah sebesar ini memiliki gym, dan Kailyn akan dengan senang hati memakainya.

Mungkin saat ini dia sudah dipecat karena ketidakhadiran berturut-turut tanpa alasan. Mungkin juga sudah ada personal trainer baru yang menggantikan dia di gym tempatnya bekerja. Setidaknya di sini Kailyn tidak perlu bekerja untuk mendapatkan makanan tiga kali sehari.

Dengan tangkas tubuhnya sudah bergerak ke kanan dan kiri dengan peregangan yang dilakukan pada beberapa bagian tubuh. Meskipun hari sudah siang dan tidak ada peralatan olahraga di kamarnya, Kailyn tetap melakukan rutinitas itu dengan seadanya. Tubuhnya akan mengirimkan reaksi ngilu jika Kailyn membiarkannya kaku untuk waktu yang lama.

Setelah dirasa cukup, tangannya menyambar nampan di nakas dan memindahkan ke pangkuannya. Setidaknya setelah berolahraga ringan, membuat perasaannya tidak seburuk sebelumnya. Hal itu otomatis membuat nafsu makannya juga meningkat.

Suapan demi suapan yang masuk ke mulutnya dengan teratur tidak membuat Kailyn menyadari bahwa tersembunyi di antara banyak buku yang terletak di rak ujung ruangan, terdapat kamera pengintai yang merekam seluruh gerakannya.

Sang pengendali hanya terus mengamati. Duduk di balik meja kebesarannya dengan matanya yang tenang mengalur mengikuti gerakan Kailyn yang sedang makan.

Tidak ada emosi di sana, tidak ada perasaan yang tercurah dari hatinya, dan tidak ada ekspresi yang terlintas dalam raut wajahnya. Axton hanya diam dan mengamati.

Satu-satunya orang yang menimbulkan masalah di hidupnya adalah perempuan yang saat ini sedang lahap mengunyah dengan deretan giginya. Masuk dalam lingkup kekuasaannya dan dengan tidak sopan mengobrak-abrik seluruh garis pembatas.

"Bagaimana?"

"Tidak ada bekas mereka di California, sir. Sepertinya mereka bergerak sangat cepat hingga ke luar negeri."

Tidak ada jawaban dan Axton tetap memandang layar laptopnya, membuat sepasang mata itu tidak teralihkan sedikitpun dari sosok perempuan yang terpampang jelas di layar pipih.

"Anda akan melakukan pertukaran dengannya?"

"Kau tidak perlu tahu, itu urusanku. Cari saja tempat persembunyian anjing sialan itu. Dan aku akan langsung menghabisinya."

"Dan Nona Kailyn?" Rupanya si penanya tidak langsung menyerah. Mungkin pekerjaannya yang sudah berpuluh tahun membuatnya sangat tahu mengenai tabiat atasannya.

Axton terpancing dan menjawab, "Dari awal dia adalah beban. Setelah semua ini selesai, aku juga akan menyingkirkannya."

Vote & Comment

The Black Savior [SH-1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang