Karena aku ingin bebas, seharusnya kau bisa mendapatkan hal yang setimpal. Dan semoga kemantiankulah yang menjadi jalannya.
-Ambarawa Putra Dewa-
//
Hari yang kutunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Aku sudah memantapkan diri dengan apa yang terjadi nanti, meski bagaimanapun juga aku masih belum bisa percaya akan meninggalkan Putri sebentar lagi. Tidak sementara, namun untuk selamanya.
Aku masih bersekolah seperti biasa, dan Putri yang tetap tidak tahu apa yang akan terjadi. Teman-teman sudah sepakat jika tidak membiarkannya tahu, walau dia akan tahu juga nantinya, aku berharap bahwa akulah yang akan menjelaskan semuanya.
Yang membuatku takut adalah, kesendirianku di dalam kelas ini. Ya, penghuninya bukan hanya aku seorang diri, ada Ardan dan Bhumi yang satu kelas denganku, ditambah penghuni lain dalam kelas ini. Namun aku merasa masih sendiri, tidak ada Putri, aku menginginkannya.
Ardan pindah ke sampingku. Guru sedang tidak ada, entah kemana, dan ini menjadi keuntungan bagi setiap murid, sama sepertiku.
"Bara, aku---"
"Sudah cukup, jangan membahas lagi."
Lelaki itu terdiam cukup lama. "Oke---" dia kembali menghadap ke arahku, wajahnya menyiratkan penuh permohonan, "---tapi, apa yang harus kulakukan untuk membantumu?"
Aku mengangkat satu alisku, terheran dengan pertanyaannya. "Apa maksudmu?"
"Er, Putri, aku tidak bisa membiarkannya sendiri jika kau benar-benar pergi."
"Dia lebih kuat dari yang kau bayangkan."
"Aku tahu... tetap saja aku atau Panji harus menjaganya dari dia."
"Tidak, jangan lagi, aku sudah berhutang banyak pada kalian. Aku tidak ingin menyusahkan lebih banyak."
"Panji bisa melakukannya," jawabnya tak menyerah. "Aku bisa menggantikanmu, jika boleh..."
"Dan Panji?"
Ardan terdiam, tak bergeming sama sekali setelah aku mengatakan nama kekasihnya. Mau bagaimana yang terjadi, Ardan sangat mencintai Panji sebagaimana aku mencintai Putri.
Mereka berdua merupakan teman impian yang aku inginkan, dan aku beruntung bisa mengenal mereka, aku bahkan tidak pernah menyesalinya.
Sendirian tidak lagi menyelimutiku. Aku memiliki banyak teman, seorang kekasih, yang mengorbankan dirinya sendiri hanya untuk orang seperti diriku. Karena itu, aku harus pergi. Kehadiranku membuat mereka banyak menimbun beban, waktu yang terbuang sia-sia hanya untukku.
"Bara!"
Refleks aku menoleh. Tepat di pintu, aku melihat Putri dengan Risa, pacar Bobby yang akhirnya pindah ke sekolah ini. Meski beberapa hari lalu mereka sempat cek-cok, sekarang sepertinya mereka sudah melupakan fakta tentang itu.
Sepertinya bel istirahat tidak kudengar. Putri datang kemari pasti untuk mengajakku makan bersama.
"Hei, manis. Aku jadi tambah cinta deh sama kamu."
"Alah, gombal!"
"Bara receh, Bara receh!"
"Bentar lagi k.o kayaknya, pagi-pagi Bara ngegombal aja."
Teman-teman sekelas menyorakiku karena aku menggoda Putri. Mereka mengejek sekaligus tertawa, karena jarang sekali aku seperti ini, dan menggoda Putri adalah hal yang baru pertama kali aku lakukan.
Dengan tersipu malu, dia mendekat ke arahku. Putri duduk di sebelahku setelah mengusir Ardan, lelaki itu mendengus kemudian kembali ke tempat duduknya. Panji juga datang bersama kekasihku, Risa sudah pergi entah kemana, paling juga dia mencari Bobby.
Bhumi menghilang, mungkin sudah waktunya, atau dia hanya sekedar pergi untuk membaca.
Di belakangku, aku bisa melihat Panji membukakan kotak bekal makan Ardan, tak lama kemudian sibuk dengan makanannya. Putri juga melakukan hal yang sama, bahkan menyuapiku dengan malu-malu.
Ah, aku sungguh jatuh cinta dengannya.
"Kenapa kau senyum-senyum sendiri? Mikir jorok, ya?" Putri sengaja menggodaku, dia tertawa dengan malu.
Kemudian sorakan kembali terdengar.
"Gawat, gawat! Bara mikir jorok!"
"Pergi, Putri! Pergi dari Bara!"
"Oh, tidak. Bara kita yang polos."
KAMU SEDANG MEMBACA
Scared To Be Lonely
Short StoryScared To Be Lonely (COMPLETED) |《• Spin-off of Dans La Soirèe // Dari semua yang Ia miliki, tetap terlihatlah semua kosong: tak terisi, hampa, kekurangan. Untuk itu Ia tetap berjalan, berlari, mencari semua kekosongannya tersebut. Hingga saatnya Ia...