DUA BELAS

32 4 0
                                    

Karena aku bahagia bisa bersamamu.
-Ambarawa Putra Dewa-


//


Aku dan Putri terkejut setengah mati mendengar ucapan yang keluar dari mulut seorang Bhumi. Aku merasa cemas dan juga takut di saat yang bersamaan. Yang lebih parahnya lagi, aku benar-benar tidak bisa berkutik. Sumpah, aku terkejut bukan main! Oh ayolah. Siapa yang menyangka, jika orang itu adalah sahabatku sendiri, Bhumi! Tidak mungkin lagi aku menghindar, Bhumi tidak akan mungkin melepaskanku hidup-hidup.

Lelaki itu menatapku tanpa ekspresi, seperti enggan harus melakukannya, namun tidak bisa menolak juga.

Sial. Aku tidak punya pilihan lagi selain segera pergi dari hadapan Bhumi. Bukan, aku bisa melepaskan Putri.

“Cepatlah, aku tidak mempunyai banyak waktu lagi, pemilikmu sudah menunggu.”

Nyatanya aku memang tidak memiliki harapan lagi, atau Bhumi akan menambah target di buku hitamnya.

Dengan suara yang bisa aku keluarkan seadanya---ya aku berharap jika Putri bisa dengan amat jelas mengerti---menyuruhnya pergi dari jangkauan Bhumi secepatnya.

Aku tidak ingin mati di hadapan Putri.

“Lari dari sini dan temui Ardan, kau akan aman bersamanya... Jangan memedulikanku, aku tidak apa-apa... Aku mencintaimu."

Dor! Dor! Tiga ucapan terakhir keluar dari mulutku. Jalinan kasih yang kumiliki itu sungguh berakhir dengan mudahnya, melewati lorong-lorong sempit dalam sebuah pistol, kemudian menembus tubuh dan menuju jantung. Suara tembakannya terdengar kencang, sehingga untuk beberapa waktu terjadi keheningan. Di sampingku, setelah mendengar tiga ucapan terakhir yang masih bisa kukeluarkan, matanya terbuka dengan lebar. Aku tahu hatinya berteriak kencang melihat apa yang terjadi padaku.

Dia meredam kehisterisannya dengan menutup mulut dengan tangan, tangan yang aku genggam tiap harinya. Tak bisa berkata-kata lagi. Aku sangat menyayangkan semuanya, empat tahun, empat tahun aku menjalin kasih, dan akhirnya begini.

“Wah, wah, wah. Bukankah kau sudah di perintahkan untuk menjaga rahasia, Ambarawa?”

“Ueek!” 

Aku memuntahkan darah yang keluar dari mulutku, dengan perlahan dan sangat kaku, aku berusaha untuk tetap membuka mata seraya menunggu Putri untuk kabur.

Tak memerlukan waktu lebih lama lagi, Bhumi dan aku sudah di kerubungi orang-orang, menutupinya tubuhnya yang terhalang kaki-kaki.

Tepat di hadapan matanya, Putri melihat tubuhki yang sudah terkapar tidak berdaya, napasku sudah mulai terhenti. Tidak. Bukan saatnya ia harus berdiam diri, aku itu baru saja menyuruhnya pergi dari sini, kalau dia tetap berdiam diri, Bhumi akan dengan mudah menemukannya.

Dengan mengandalkan kesempatan ini, Putri berlalu pergi. Air matanya masih terus keluar, bahkan kakinya masih kaku untuk berjalan. Tapi dia tidak memiliki lebih banyak waktu! Dia memutar isi mal, mencoba menghilang dari penglihatan Bhumi yang terlampau tajam.

Perlahan namun pasti. Napasku akhirnya benar-benar berhenti. Selamanya.

THE END

Scared To Be LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang