Karena kau adalah kekasihku. Mau kau jahat, berkhianat, ataupun meninggalkanku... aku tetap mencintaimu.
-Ambarawa Putra Dewa-
//
Terkejut
Mereka melakukan hal serupa dengan apa yang kulakukan sebelumnya. Ya---tidak, aku tidak sepenuhnya terkejut dengan apa yang mataku lihat, hanya saja, aku tidak pernah menyangka apa yang telah terjadi.
Terlebih lagi, aku tidak terkejut dengan sosok korban, tetapi lebih terhadap temenku yang sudah mengakui dirinya sebagai gay, dan kemudian mengkhianati dirinya sendiri. Hah, aku tak percaya ini. Aku masih bisa memahami jika itu Bhumi ataupun Bobby---karena Ardan itu gay, dan laki-laki sudah pasti korbannya---yang dia cium, tapi... tapi... itu Putri...
Bara, cepat sadarkan dirimu. Kau tidak bisa menyalahkan satu pihak saja, mereka berdua mengaku salah, dan salah satunya meminta hak untuk menjelaskan.
Tidak usah menanyai Panji, laki-laki itu pasti sudah kabur meninggalkan Ardan. Jelas, aku juga akan melakukan hal yang sama jika kekasihku laki-laki, dan diriku gay.
Sungguh, ini sudah keterlaluan. Satu masalah saja belum selesai, bagaimana bisa masalah yang baru muncul? Oh Tuhan, Putri, kenapa kau mencari masalah lagi? Bersama Ardan pula.
Sepertinya aku harus pergi meminta maaf dari Panji.
"Tapi... Bukankah itu bagus?" Bhumi bertanya sembari meletakan buku bacaannya di atas meja. "Kau jadi bisa menjauh sebelum itu di lakukan kan?"
"Hei," sahutku kesal. "Pikirkan perasaanku juga dong! Aku ini manusia tahu!"
"Ya---" kedua orang di hadapanku sedikit menimbang-nimbang. Tangan mereka tergerak, atas dan bawah seakan-akan ragu jika pernyataanku tadi salah.
Aku hampir saja melempar kotak susu jika Bobby tidak membuka mulut.
"Itu benar... Akupun juga ragu jika kau benar-benar manusia, well, fisikmu memang manusia dan aku setuju. Namun... Kau yakin?"
Ya, benar, aku sendiri juga tidak yakin dengan jalan pikiranku sekarang ini. Cuci otak adalah keinginaku, dan aku akan melakukannya jika diizinkan.
Bhumi meletakan kedua tangan di deoan dada. "Kita sama, seharusnya kau paham itu."
"Kau. Bukan kita, lagi. Setelah pemindahan hak asuh, aku sudah di bebaskan olehnya."
"Sudahlah, tidak ada habisnya bicara denganmu, Bara. Hingga akhir juga kau tidak akan memiliki kekasihmu itu."
Mereka akhirnya meninggalkanku, berpisah di belokkan dan menuju rumah masing-masing. Berbeda dengan Bhumi, Bobby harus pergi menjemput kekasihnya yang tidak satu sekolah dengannya.
Tiba-tiba aku merasa ada yang menarik bajuku dari belakang, kutorehkan sedikit kepalan, menengok siapa yang melakukannya. Setelah tahu, aku tersenyum, tidak berbalik untuk menatap wajah manisnya.
"Sepertinya enak jika makan sate Pak Kadir, kau mau?"
Aku tidak perlu apa jawaban yang di berikan, karena tanganku sudah menggenggamnya, mengajaknya pergi. Dalam jiwa dan batin, aku tidak mau sendiri lagi. Karena sendiri itu menakutkan, dan tanpanya aku bukanlah siapa-siapa.
Jika memang begini takdirnya, aku ikhlas untuk melakukannya. Hatiku terlalu mantap lebih dari memberikan kehidupan, sebab dalam lubuh sebuah hati yang amat dalam, kutak ingin setetes air mata jatuh. Sudah cukup tentang masalah kemarin namun tidak dengan nanti.
Begitu hari ini berakhir, setelah aku mengatakan semuanya pada Ardan, dan melihat Putri dengan senyuman indah seperti biasa.
Aku yakin. Bahwa aku akan mencintainya hingga napas terakhirku.
Mataku menatap kekasihku yang masih setia menunduk, menolak untuk berhadapan denganku. Tanganku terangkat mengusap pucuk kepalanya sebelem terkekeh gemas.
Dengar, mungkin ini kali terakhir aku mengatakannya, jadi... simaklah baik-baik.
"Aku mencintaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Scared To Be Lonely
ContoScared To Be Lonely (COMPLETED) |《• Spin-off of Dans La Soirèe // Dari semua yang Ia miliki, tetap terlihatlah semua kosong: tak terisi, hampa, kekurangan. Untuk itu Ia tetap berjalan, berlari, mencari semua kekosongannya tersebut. Hingga saatnya Ia...