1

9.9K 320 8
                                    

Raden Ajeng Dyah duduk bersimpuh di hadapan Bapaknya, Raden Mas Cokrodiningrat.

Dyah terpaku di tempatnya. Apa yang baru saja didengar sungguh seperti petir menyambar.

"Besok kamu temui calon suamimu." Bapak beranjak pergi dari ruang keluarga.

"Saya tidak mau," bantah Dyah. Baru satu langkah bapak meninggalkan kursi kemudian duduk kembali.

Dyah teramat terkejut dengan keputusan mendadak dari bapaknya. Gigi gemeretak menahan sesak hati, tangannya berkeringat dingin,cengkramannya makin kuat pada ujung roknya sampai buku-buku jarinya terlihat memutih. Dyah menahan dengan keras bendungan air matanya agar tidak ikut jatuh di depan bapaknya.

"Kamu lupa barusan yang bapak ngendikan?" Nada bicaranya yang tinggi membuat Dyah tersentak dan semakin menunduk dalam. "Bapak tidak mau di bantah. Apapun alasanmu, kamu akan tetap menikah dengannya. Darah biru yang mengalir ditubuhmu dan keturunanmu tidak boleh sampai putus. Apalagi hanya karena kamu salah memilih jodoh. Bapak harus mempertanggung jawabkan pada leluhur kita. Kamu pahamkan? kita ini ningrat nduk, bukan jelata." Bapak beranjak dan benar-benar meninggalkan ruang kelurga.

Dyah tak kuasa menahan sesak,ditumpahkan ke pangkuan ibunya yang sedari tadi duduk di sebelahnya. Dengan lembut ibu membelai kepala putrinya untuk menguatkan.

"Duh Ibu, pripun niki."

"Mohon maaf nduk. Turuti saja bapakmu itu. Kamu kan tahu biyungmu ini tidak bisa membantu. Biyungmu ini cuman jelata, ndak bisa apa-apa."

Dyah semakin terpukul dan terisak lebih kencang dari yang sebelumnya.

Bu Hartini hanya bisa mengelus punggung putri sulungnya untuk menenangkan. Tidak bisa melakukan apapun untuk menentang suaminya.

***
Waktu telah berjalan 15 menit,tanpa ada yg membuka suara.Arya dan Dyah duduk berhadapan di sebuah kafe.

Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Tidak bisakah kita membatalkan perjodohan ini?" tanya Dyah.

Arya memandang Dyah tepat pada netranya, mengunci sesaat tatapan mata itu. Arya meletakkan cangkir espresso yang barusan disesapnya dengan gerakan maskulinnya.

"Tidak. Saya datang kesini bukan untuk berunding kembali Den Ajeng, hanya untuk memastikan siapa calon Ndoro Putri dirumahku. Setuju atau tidak setuju, kamu akan tetap menjadi istriku," tegasnya.

Dyah mendelik kearahnya, kalau guru tata kramanya tahu kelakuannya saat ini pasti Dyah akan kena teguran keras karna telah melotot di hadapan orang lain, terlebih itu calon suami.

"Lusa aku jemput untuk pesan kebaya buat acara lamaran." Arya lalu pergi meninggalkan Dyah sendiri. Lelaki dingin,kaku, kolot dan tidak bisa di ajak berunding. Kalau Arya tidak memandang Dyah dengan tatapan berminat, kenapa dia tidak membatalkan saya perjodohan norak ini?.

***
Dyah tetap duduk terpaku,menghembuskan nafas keras,mengusap kasar wajahnya dan menyisir rambutnya ke belakang. Rasanya sesak hati ini. Harusnya dia paham apa yg akan terjadi di hidupnya kelak. Kalau waktu bisa diputar, dia akan memilih lahir dari keluarga yg biasa saja, keluarga yg kata bapaknya 'jelata', dia tidak peduli asalkan bisa memilih jalan hidupnya.

Lamunannya buyar ketika mendengar derit kursi yang ditarik di depannya. Dyah mendongakkan kepalanya melihat siapa yg datang. Azis,laki-laki yang selama ini mengisi hatinya.

"Sudah lama?" Azis menyeret kursi dan duduk di tempat yang sama dengan calon suami Dyah tadi.

"Lumayan. Ada yg ingin aku bicarakan." Dyah mengatur nafasnya, sambil menyusun kata-kata yang akan dibicarakan dengan lelaki di depannya.

Pelayanan meletakkan espreso di depan Azis. Setelah mengucapkan terimakasih,pelayanan itu pergi dengan mengerlingkan matanya ke Azis.

"Jadi apa yg akan kamu bicarakan?" tanya Azis menatap Dyah sambil mengaduk espresonya.

"Zis, hubungan apa yang kita jalani?" Dyah berbalik tanya.

Azis diam, dia tau kemana arah pembicaraan ini, dan hal semacam ini yang selalu di hindarinya dari Dyah."Hubungan kita?ya akan seperti ini saja." Hatinya serasa nyeri ketika mengucapkannya.

"Maksudmu seperti ini?" Dyah mendesak dengan nada yang lebih tinggi.

"Aku sudah pernah bilang. Kita tidak punya ending yang bagus buat hubungan kita seandainya kita bersikeras tetap bersama,selain selesai di jalan. Kenapa aku tidak mengikatmu? Karena aku tau, semakin kita erat,semakin sakit saat kita berpisah. Aku sadar diri siapa kamu, siapa aku," tukasnya.

"Aku ini siapa, Di? Aku cuman rakyat jelata tanpa embel-embel. Aku tau kalau ini salah,aku mungkin memberimu harapan. Tapi percayalah, bahwa aku tidak bermaksud mempermainkanmu. Selama ini aku selalu berusaha membatasi perasaan ini. Tapi ternyata, aku tidak bisa menjauhimu. Semakin aku menjauhimu, perasaan ini semakin menikamku."

"Aku mengejar mimpi sampai ke negeri seberang, untuk memantaskan diri bersanding denganmu, tapi nyatanya, aku tetaplah tidak layak untukmu."

"Yang bisa kulakukan, hanya menikmati setiap waktuku bersamamu, meski aku tahu ini tidak akan selamanya. Meski aku tahu suatu hari ini pasti berakhir."

Dyah menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia tidak lagi punya pertahan. "Aku dijodohkan,"katanya pelan.

Azis berusaha agar tetap tersenyum mendengar pernyataan itu. Hatinya runtuh seketika. Apa yang di takutinya terjadi juga.

" Di, aku ikhlas kamu menikah dengan orang lain." Azis menggenggam tangan Dyah dengan gemetar. Dyah menarik tangannya, mengusap air matanya dengan kasar.

"Ternyata kamu pengecut Zis, sia-sia selama ini aku buang waktu bersamamu. Percuma aku percaya sama kamu. Kamu sama saja. Apa bedanya kamu sama bapakku."

"Di...Di... Bukan gitu maksudku. Tapi memang iya aku pengecut. Berjanjilah padaku,Di."

"Apa?"

"Bahagiakan suamimu."

"Kamu sadar yang kamu katakan?dimana hatimu, dimana akal sehatmu, pernikahan ini paksaan, bagaimana aku bisa membahagiakannya, sedangkan aku sendiri tidak bahagia? Katakan padaku."
Dyah menekankan dua kata terakhir dengan nada tinggi dan hampir menjerit.

"Layani dia dengan baik. Jaga martabatnya."

"Omongan macam apa itu. Oke."

Dyah berdiri, mengambil tasnya lalu melangkah keluar dari kafe itu dengan langkah besar-besar.

Tanpa sadar, Azis mengusap aliran air di pipinya. Hanya satu kata yang menggambarkan hatinya saat ini. HANCUR.

RADEN AYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang