28

3.3K 470 172
                                    


Terimakasih untuk apresiasinya, terimakasih atas usahanya agar cepat capai targetnya. Terimakasih untuk yang ngejar komen agar cepet up YayukSungkono dan @sittiaisyah (maaf tidak bisa saya tag, karena blm follow saya) . Budayakan membaca sampai habis, jika anda mau menagih kelanjutan cerita.

"Jadi? " tatapan Dyah yag menusuk membuat suaminya gelagapan.

"Kau cuman mau enaknya saja, giliran hasilnya tidak mau mengakui. Katanya ningrat, mana kejantananmu untuk mengakui" jari lentik Ara menunjuk tepat di mata Arya.

Arya memicingkan mata menatap Ara. "Tes dna, jika benar itu anakku. " punggungnya kembali disandarkan pada sofa.

Dyah berdiri, dua orang yang sedang bertarung ego ini membuatnya muak. "Kenapa tidak kau akui saja anakmu? "

"Di.. Kamu percaya padanya?"

"Berikan aku alasan agar percaya padamu"

"Suamimu menghabiskan malam bersamaku, dan ini hasilnya. Alasan apalagi yang kamu butuhkan? Kurang cukup? "

"Janin dalam kandungan belum bisa di tes dna" Dyah kembali duduk di sofa dengan meremas rambutnya. Tangan yang mengepal memukul-mukul dadanya agar bisa mengurangi rasa nyeri itu. Tubuhnya lemas tak lagi dapat menyangga, akhirnya merosot pada lantai.

"Di, jangan begini. " Dyah mendorong tangan Arya yang akan menyentuhnya. "Jangan sentuh aku, tanganmu kotor mas." Tangannya kembali menutup waajah ayunya.

Entah mimpi apa semalam, hingga Tuhan mengujinya sedemikian rupa.

"Aku minta dulu padamu sebelum menikah, batalkan perjodohan ini. Tapi kamu tidak mau. Dengan tekanan orang tua, ku terima pinanganmu dengan berat hati. Aku menjalani dan belajar ikhlas menerimamu, berharap bahwa pilihan orang tua tidak pernah salah. Apalagi kita dari kasta yang sama, susunan darah yang sama. Dan mungkin juga didikan tata krama yang tak jauh beda. Tapi aku lupa satu hal, kalau kamu pernah mencicipi bebasnya kehidupan luar, sehingga hal seperti ini kau anggap biasa. Bahkan tidak terbersit rasa bersalah di wajahmu, setelah kamu meniduri wanita itu di belakangku" nafasnya tersenggal, sesak didadanya makin menjadi dan memuncak sebagai amarah. "Andainya kau bilang tidak, aku akan percaya. Tapi apa? Bahkan kamu sendiri tidak yakin dengan apa yang kamu lakukan. Terus aku harus percaya dari mana."

"Di, bu...bukan begitu"

"Aku rela mengubur cita-citaku, aku rela kau ambil jauh dari keluargaku. Ini balasanmu?" Dyah menumpukan tubuhnya pada satu tangan pada ujung meja yang berada beberapa meter dari sofa yang tadi di dudukinya. "Kenapa dulu tidak kamu bilang kalau kamu masih punya kekasih. Kau pikir aku bodoh, bahkan kamu pernah bohong padaku untuk makan siang di kantor. Padahal kalian berduaan di salah satu restoran mall. Untung aku melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu apalagi yang bisa aku percaya? Hah? Coba katakan? " tanpa sadar satu tangannya melayang tepat di sisi kanan wajah Arya.

"Dan kamu" tunjuknya pada Ara "Katanya wanita berpendidikan, apa kamu tidak tahu kalau laki-laki yang telah berisitri HARAM di dekati. Apa kamu sudah tidak laku? Sudah jelas laki-laki itu suamiku, masih saja kau dekati. Kalau merasa lebih cantik dari aku, seharusnya kamu bisa dapatkan laki-laki sekarung dalam semalam, kenapa malah kau goda suami orang."

"Jaga bicaramu Ndoro putri. Aku tidak serendah itu. Aku.. "

"Apa... Hah. Wanita mahal tidak akan menyodorkan tubuhnya pada suami orang."

"Lancang kamu" Ara melangkah lebar, gerakannya yang akan melayangkan tamparan pada wajah Dyah tertahan diudara. Bukan Arya yang menahan, bahkan dia kalah cepat. Gerakan tangan itu tertahan oleh Dyah sendiri. "Sekedar informasi, bahwa tuan putri juga belajar bela diri, untuk melindungi dirinya sendiri dari bahaya, termasuk dari pelakor macam kamu. " tangan itu dibuang dengan kasar oleh Dyah. Bukan dirinya yang mendapat kesakitan, malah Ara yang merasakan tangannya kebas karena lawannya mencengkram nadinya kuat beberapa saat tadi.

"Jadi, maunya gimana ini? " kedua manusia yang saling menyalahkan itu masih tertunduk diam. "ARYA.. apa kamu mendadak lupa cara berbicara? Putuskan nasibku sebagai istrimu sekarang juga. "

Arya tersentak, baru kali ini istrinya memanggil namanya langsung, sebelumnya hanya ketika aktivitas ranjang saja dia begitu. Tapi kali ini beda, dengan amarah. "Aku tidak mungkin melepaskanmu"

"Kenapa? "

"Karena aku mencintaimu "

"Hai wanita penggoda, kau dengar? Dia mencintaiku. "

"Tapi ini anakmu mas" Ara merosot memeluk kaki Arya dengan wajah memelas memohon. "Aku tidak tahu harus bagaimana dengan anak ini. Raja saja bisa mempunyai istri lebih dari satu. Kenapa kamu tidak?  Aku rela jadi yang kedua" airmatanya sudah membasahi celana panjang Arya.

"Aku bukan raja. Aku hanya suami yang mencintai satu istri. "

Dyah tersenyum sebelah, sedikit hatinya terobati dengan perkataan suaminya. "Jadi? "

"Aku akan mengakui, kalau tes dna sudah keluar. "

"Tidak mas, usia janin ini masih 3 bulan. Hari perkiraan lahirnya pun masih lama"

Semua terdiam, "Anak ini harus dapat perlindungan hukum."

Hening. Arya melipat tangan didepan dada, gayanya yang tenang membuat Dyah geram. "Jadi apa maumu? "

Ara terdiam sejenak sebelum seringai terbentuk di sebelah bibirnya. "Nikahi aku"

"Aku tidak mau dimadu."

Arya memijat dahinya yang sekarang mulai berdenyut. Dia tidak memprediksi bahwa akan serumit ini, "Dan aku juga tidak akan menceraikanmu" telunjuknya mengarah pada Dyah tanpa mengangkat kepala menatap.

"Ku beri kau  perlindungan, tinggal disini sampai anakmu lahir dan tes dna dilaksanakan. Dengan syarat, jangan sentuh suamiku. "

"Tapi mas Arya ayah anak di dalam perutku ini. "

"Kamu yakin itu anakku? "

"Mas, kok ngomongnya gitu" Ara yang mulai tak tahan, akhirnya menangis meraung. "Kamu tahu, aku tidak punya siapa-siapa mas. Kalau kami juga meninggalkanku, hancur sudah hidupku. "

"Sudahlah, enggak usah drama. Mau atau tidak, itu terserah kamu. Yang penting, saya sudah mengusulkan yang terbaik. Mau diambil monggo, enggak juga bukan saya yang rugi kok. Itu anak kamu, kamu tau yang terbaik buat dia. Saya tidak punya banyak waktu, lagian Mas Arya juga sedang sakit. "

Ara bangkit dan mengusap air matanya. Pikiran piciknya mulai tersusun, "Oke, aku tinggal disini."

.
.
.
Makan malam yang hening dan sangat kaku. Keadaan kembali seperti awal pernikahan mereka yang serba canggung.

Dyah kentara sekali menghindari  pembicaraan, sedangkan Arya berusaha beberapa kali akan mengawali pembicaraan, namun gagal. Dia tidak cukup punya keberanian saat ini.

"Diajeng"

Dyah masih pura-pura tidak mendengar.

"Di, aku yakin kamu dengar ini. Besok Ara sudah mulai tinggal disini, aku minta maaf atas kekacauan ini sayang" Arya merapatkan kursi ke tempat duduk Dyah. "Sama sekali bukan maksudku seperti ini. Tolong percaya padaku. "

"Kamu saja tidak percaya dirimu sendiri. Tidak lagi ada alasan untuk bisa bertahan. "

Arya merosot dibawah kaki Dyah sambil memeluk tungkai jenjang itu, "Aku rela merendahkan diriku agar mendapat pengampunan darimu. Jangan tinggalkan aku sayang. Aku sudah tidak lagi ada rasa dengan Ara. Pertemuan-pertemuan kami hanya untuk memberi pengertiannya agar bisa menerima keadaan ini. Bukan karena kami masih saling mencintai. Ku mohon, ampuni aku"

Target bintang 250 dan komen 150. Happy reading.

RADEN AYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang