7

3K 181 3
                                    


Dyah bangun pagi-pagi mulai hari ini. Kalau biasanya dia hanya akan bangun lalu mandi, sarapan dan langsung berangkat kerja. Tapi tidak untuk hari ini dan seterusnya. Karena dia akan mengurus keperluannya sendiri dan mengurus keperluan suaminya.

Setelah mandi dan bersiap-siap,Dyah segera menyiapkan sarapan untuk suaminya. Mertuanya kemarin bilang padanya,jika suaminya tidak bisa makan berat pada pagi hari. Semangkok sup jagung dan roti panggang beserta teh kental dengan gula batu. Setelah semuanya siap dan dihidangkan pada meja makan,disaat yang bersamaan Arya baru saja turun dari lantai atas.

Pagi ini Arya terlihat lebih fress dari kemarin, tubuh tinggi tegapnya terbalut setelan jas dan celana yang bemodel slimfit yang sangat pas untuk kakinya yang panjang. Wajahnya bersih terbebas dari bulu-bulu nakal memperlihatkan rahangnya yang kokoh. Rambut hitamnya tertata rapi kebelakang dan terlihat klimis oleh polesan pomade.

Dyah takjub dengan pemandangan pagi hari di depan matanya, seperti angin sepoi-sepoi yang meniup wajahnya dengan sejuk. Arya melirik Dyah sekilas dan menangkap ekspresi bodoh dari Dyah pagi ini. Dyah yang merasa tertangkap basah memalingkan wajahnya kearah lain dan meyakini kini warnanya akan berubah seperti udang rebus karna kepergok terpesona oleh Arya.

Keduanya mulai sibuk dengan hidangan sarapan masing-masing. Keheningan terpecahkan oleh suara dering dari ponsel Arya. Pada dering pertama Arya hanya mengabaikan, tapi rupanya si penelepon tidak putus asa dan terus mencoba untuk menghubungi Arya. Arya mengeluarkan hp-nya dari saku jas dan melihat id number sang penelpon, setelah itu mengangkat dan berjalan menjauh dari meja makan.

Dari meja makan Dyah memperhatikan ekspresi dari Arya, sesekali dia tersenyum hangat dan terkadang terkekeh pelan, nada suaranya terdengar lembut. Sangat berbeda jika bersama Dyah, sangat dingin dan tak tersentuh. Setelah beberapa saat, terlihat Arya yang memutuskan panggilan pada ponselnya. Arya kembali ke meja makan dan menikmati sarapannya lagi.

Dyah yang penasaran,memberanikan diri untuk bertanya " Siapa mas?"

" Bukan urusanmu"

" Aku istrimu, dan aku berhak tahu urusan suamiku"

" Kau menganggapku suamimu? Bukannya kau menolak menikah denganku?" Senyum miring dari Arya terlihat seperti mencela.

" Buktinya sekarang aku menikah denganmu"

Arya meletakkan sendoknya dengan malas, dan tiba-tiba dia kehilangan nafsu sarapannya.

"Jangan mulai perdebatan pagi hari, karena itu akan merusak mood sepanjang hari. Seharusnya kau lebih paham karena kau seorang dokter" Seraya bangkit dan mendorong kursinya ke belakang.

" Apa alasanmu menerima perjodohan ini, jika saja kau tidak berminat padaku Mas"

Mendengar perkataan Dyah dengan nada tinggi, membuat Arya memberhentikan langkahnya dan menatap dyah yang berada di belakangnya.dengan tatapan tajamnya,arya kembali melangkah mendekati dyah yang siap meledak sampai ubun-ubun.

" Kalau saja ada pilihan, kalau saja aku bisa memilih jalan hidupku sendiri, kalau saja. Tapi kenyataannya aku tidak pernah punya pilihan. Aku hanya hidup,tapi aku tidak memiliki hak atas jalanku. Suatu hari kau akan mengerti."

"Kenapa kau tidak membuatku mengerti sekarang" Dyah semakin menaikan nada bicaranya hingga nyaris berteriak.

"Kau tidak akan mengerti, Aku pergi dulu" Arya pergi dari hadapan Dyah dengan wajah yang memerah dan tangan terkepal. Sesaat kemudian terdengar suara deru mesin mobil meninggalkan halaman rumah.

Dyah kembali duduk di kursinya. Tangannya terkepal sambil memukul-mukul permukaan meja. Mengapa untuk bahagia saja rasanya sesulit ini.
.
.

Arya memasuki lobi kantor dengan wajah yang datar seperti biyasa, rasanya seperti dia diciptakan tidak memiliki kotak tertawa, tidak seperti mahkluk kuning kotak konyol yang ada di film kartun anak-anak yang tayang pada pagi hari di salah satu stasiun televisi swasta, yang selau mempunyai kotak tertawa yang tak pernah rusak.

Arya menaiki lift khusus untuk jajaran direksi, lift itu dibuat untuk direksi dengan tujuan jika ada hal urgent bisa langsung turun dengan cepat tanpa perlu mampir-mapir ke lift yang lain.

"Pagi Bos" Sapa Reno, sekretaris sekaligus assisten pribadi Arya.

"Pagi,masuk Ren" Perintah Arya tanpa melihat lawan bicaranya.

"Siap bos" Reno segera masuk dengan menenteng beberapa file dan map untuk si bos.

Arya sengaja memilih sekretaris seorang laki-laki agar bisa bekerja profesional dan lebih santai ketika berkomunikasi. Reno merupakan teman lama Arya ketika bersekolah dulu. mulai dari smp,sma,hingga duduk di bangku kuliah s1.

"Gimana malam pertamanya bos? terlihat makin ganteng aja setelah menikah." Goda Reno sambil menaik turunkan alisnya.

Arya yang semula sedang melepaskan jasnya dan ditaruh di kursinya, melirik sebentar dan berjalan kearah Reno untuk menoyor kapalanya.

"Malam pertama gundulmu, kami pisah kamar sekarang setelah tinggal dirumahku."

"E alah bos, rak asik ah, masak pengantin baru gak enaena "

"Kamu ini loh pagi-pagi udah ngeres, makanya buruan kawin"

"Baru nikah seminggu wes sombong bos bos" Reno mendengus sebal, selalu seperti ini, selalu berakhir dia yang kena buli si bos dingin."Hari ini tidak ada pertemuan bos, ini ada beberapa berkas yang perlu anda teliti. Lalu bulan depan kita akan ada pertemuan di Sulawesi untuk melakukan penawaran pada distributor baru itu Bos"

"Hmm.." Arya membaca dengan teliti setiap huruf diberkas yang sedang dipegangnya.

Kedua orang itu tenggelam dalam pekerjaan masing-masing hingga suara ketukan pintu mengusik telinga keduanya.

"Siapa sih ganggu kerja aja" Reno mengumpat si pengetuk pintu dan Arya hanya melihat sekilas ke arah pintu. Kedua orang itu hanya diam tanpa ada yang berniat membuka pintu untuk tamu di luar.

kreeett

Pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita cantik terbalut dress warna cerah dan terlihat fashionable. Wajah sedikit cemberut dengan memegang tangannya yang memerah akibat terlalu lama mengetuk pintu.

"Kalian tuli atau sedang mesra-mesraan sih, orang ngetuk pintu dari tadi gak ada yang nyahut sama sekali" Wajah cemberutnya yang membuat semakin cantik.

Kedua laki-laki itu hanya melongo mendengar ocehan si gadis cantik yang sedang marah itu.










RADEN AYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang