23

3.3K 204 27
                                    

"Aku mencitaimu."
Bagai kalimat sihir yang mebuatnya bahagia sepanjang hari. Sekarang, itu sapaan awal hari untuk Dyah setelah membuka mata. Manis, manis sekali seperti gulali. Rasanya enggan beranjak dari tempat tidur jika sudah mendengarnya. Pelukan suaminya lebih hangat dari pada selimut tebal membuatnya betah berlama-lama.

Sudah 4 bulan semenjak kepulangan suaminya dari Thailand, entah mendapat hidayah apa di luar negeri sampai suaminya kian lengket bagai permen karet kepadanya.

"Mas, bangun udah siang ini loh" Tangan Dyah tidak berhenti menepuk-nepuk pipi suaminya. Si korban malah hanya menggeliat dan berganti posisi jadi miring menghadapnya. Tangan Arya melingkar pada pinggang Dyah.

" Ini disuruh bangun dari tadi susah banget sih" Dyah mulai jengah. Tangannya mulai pegal, lalu diaa berhenti dari usaha membangunkan suaminya. "Katanya ada pertemuan sama Papa" Arya terlonjak mendengar kata "Papa".

Tangannya melepaskan belitan pada pinggang istrinya. Dengan gerakan terburu masuk kamar mandi sampai tidak sadar jika selimut masih mebelitnya dan berakhir dengan suara debuman yang kencang akibat tubuhnya terjatuh dari kasur. Arya merayap dari tempatnya jatuh sampai pintu kamar mandi. "Jangan menertawakanku, awas nanti kubalas sepulang kerja. "

Rupanya ancaman itu tidak mempan untuk Dyah yang masih tertawa terpingkal-pingkal nenyaksikan tingkah sang suami. "Makanya disuruh bangun itu bangun. Bukan malah bergelung mesra dengan slimut. " Dyah masih tertawa sambil menyiapkan pakaian kerja suaminya.

Dyah turun kebawah untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan suaminya. Setangkup roti panggang dengan selasai kacang dan secangkir kopi pait dan segelas susu untuknya sendiri.

"Sayang, tolong pasangkan dasi. Biyar aku sambil sarapan. "

Dyah mengelap sisa susu di ujung bibirnya dengan tisu, lalu berdiri kearah suaminya. Tangannya mengambilkan roti suaminya yang masih terlihat repot dengan barang bawaannya. Lalu menepuk tangannya untuk menghilangkan remah roti yang menempel pada tangan. Dasi yang sudah bertengger dileher suaminya segera dilipatnya. Setelah selesai, Dyah mengambil jas yang tersampir di sandaran kursi untuk pasangkan di suaminya tepat pada saat suapan roti terakhir.

"Jangan buru-buru makannya. Nanti tersedak" Arya hanya mengangguk sambil merapikan jas.

"Sayang, kopinya enggak aku minum ya, pasti masih panas" Dyah tersenyum, lalu mengulurkan air putih dalam gelas. Arya menerimanya dengan tersenyum, menghabiskan tandas isi gelas itu dengan tegukan besar-besar. "Terimakasih sayang" Arya mengecup kening istrinya. "Aku suka parfummu" Dyah tersipu.

Pasangan suami istri baru itu berjalan bersama ke depan rumah. Mereka terpisah dengan kendaraan masing-masing. Dyah teringat sesuatu, lalu menghampiri mobil suaminya. Arya menurunkan kaca mobil saat di ketuk Dyah. "Mas, ada yang lupa" Arya mengerutkan kening. "Apa? " Dyah mengulurkan tangan melewati kaca mobil, Arya menepuk keningnya "Oh iya" cengirnya.

Tangan itu disambut Arya untuk bersalaman dan dicium istrinya. "Cium keningnya dirapel nanti malam saja ya." Colekan mesra mendarat pada pipi Dyah.

"Buruan berangkat, nanti kena marah Papa kalau telat. "

"Iya...iya. Assalamualaikum. "

"Walaikumsalam" Dyah melambai pada mobil suaminya sampai tidak terlihat diluar gerbang. Senyum cantik jelas terukir diwajahnya. Akhir-akhir ini dia sering tersenyum. Mungkin dari efek hatinya yang membaik seiring dengan romantisnya hubungan cintanya

Ah, cinta. Dyah pernah patah hati sekali, dan Arya mengajaknya menuju bahagia dengan cinta yang diberikan. Semoga yang ini tidak lagi membuatnya kecewa. Semoga ini cinta yang dia tunggu selama ini.

RADEN AYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang