Tujuh

177K 19.1K 1.2K
                                    

Mereka bilang aku keras kepala ...

Padahal aku hanya tidak ingin semakin terluka.

***

Seyna berjalan tergesa keluar kelas. Mengabaikan Ruka yang terus memanggil dan membuntutinya. Tidak peduli apapun yang Ruka katakan tentangnya.

Mereka yang ingin mati, memang lebih baik mati.

Mereka yang bunuh diri, tidak menghargai kehidupannya sendiri. Nanti, kalau setelah mati menjadi Undied, barulah mereka sadar betapa berharganya hidup mereka sebelumnya. Apapun masalah dan rintangannya, tidak semenyedihkan menjadi makhluk yang dibenci Tuhan dan dicabut segala kebaikannya.

Dan mereka ingin kembali hidup, melampiaskan kemarahan dengan mengambil nyawa orang lain. Memperparah siksaan dan rasa sakit yang Tuhan beri.

Namun, apapun yang mereka lakukan tidak berguna. Tuhan tidak akan memaafkan mereka yang mengabaikan nikmat hidup di dunia yang fana ini.

"Seyna! Kamu bener-bener gak peduli?!" di depan toilet perempuan, pertanyaan Ruka menggema. Seyna melirik ke kiri. Membuka toilet lalu diam sejenak. Ada sosok kecil yang duduk di atas wastafel. Rambutnya menjuntai sampai ke lantai.

Buka-tutup. Buka-tutup. Sosok itu tampak asyik memutar kran air membuat bising. Tidak ada lagi suara yang terdengar. Toilet ini salah satu tempat yang paling dikunjungi para siswi. Pernah ada yang mati bunuh diri. Dan sejak saat itu, walau selalu dibersihkan, tidak banyak yang berani memasukinya kecuali sedang terdesak.

Selalu ada suara tangis. Jeritan pedih, gadis berteriak minta tolong, lalu tawa yang menggelegar menggema di dalam ruang.

Seyna masuk kemudian bercermin di sisinya. Mengabaikan mata merah yang menatap tajam padanya. Seyna mengayunkan tangan, mengenai makhluk itu yang lalu menghilang menjadi kepulan asap.

Suasana hatinya sedang buruk.

"Sey!" Ruka memang tidak tahu diri. Berdiri di depan pintu toilet menatap Seyna yang sedang mencuci tangan, "kamu bener-bener gak peduli?"

"Aku gak punya alasan buat peduli." Seyna menjawab datar. Dia berbalik, menatap Ruka dingin. "Kamu pikir ini pertama kali aku tau seseorang mau bunuh diri? Enggak. Ini udah jadi kesekian. Aku udah biasa, bahkan bisa ngeliat mereka yang sekarat. Bakalan mati naas dibayangi malaikat kematian."

"Sey-"

"Lagian mereka semua benci aku. Bagus kalo pada mati."

"SEYNA!!!" Ruka berteriak membuat Seyna terkejut. Gadis itu mengepalkan tangannya geram. Tetap tidak tergerak ketika Ruka melempari tatapan kecewa, "kamu gak selalu harus balas setiap perbuatan buruk orang lain dengan keburukan yang sama."

"MUDAH BUAT SESEORANG KAYAK KAMU NGOMONG GITU!!!" Seyna balas berteriak. Dia menggertakkan gigi keras, "mudah karena kamu gak ngerasain yang aku rasain."

Seyna tersenyum miring lalu menggeleng, "Tapi aku bisa baca pikiran mereka. Aku tau dan sadar tiap hari selalu dicemooh. Walau aku diam, aku juga bisa ngerasain sakit. Menderita, sampai rasanya gila. Jadi kalo mereka pada mati justru bagus. Bukan aku yang ngebuli mereka. Mau mati sendiri, karena kesalahan sendiri, bukan urusan aku sama sekali."

Seyna memberi jeda, "Ruka. Kamu terlalu banyak ikut campur urusan orang lain. Bikin diri kamu sendiri terlibat masalah yang lebih pelik. Gak berguna!"

"Aku gak bakalan ngelibatin kamu apa-apa lagi!" Ruka mendekat, dia mencengkeram bahu Seyna, manik kelam itu berkilat merah, "cukup kasih tau aku, siapa orangnya?"

"Enggak!"

"Seyna!"

"Aku gak mau!"

"SEYNA!!!"

"BERISIK! MATI AJA KAMU SAMA MEREKA SEMUA!!!"

Pelan-pelan, Ruka melepaskan cengkeramannya. Dia tersenyum miris lalu menggeleng tidak habis pikir. Gadis yang keras kepala. Tidak peduli pada sekitarnya. Tidak sadar kalau dia tidak bisa menjalani hidup ini seorang diri.

"Terserah. Aku bakalan cari dia sendiri." Ruka berbalik dan pergi. Seyna tidak menghiraukan. Dia hanya tertunduk dalam kemudian berbalik. Membasuh wajahnya berkali-kali.

Seyna berdiri tegak saat melihat pantulan bayangan di cermin. Anak kecil yang membawa bola basket, sebelah wajahnya rusak dengan pakaian bersimbah darah.

Beberapa hari ini, mereka sering sekali bertemu.

"Seyna~" panggilnya menggema. Gadis itu tetap bungkam. Mengabaikan tangan mungil yang melambai, "jangan bikin susah dong. Ayo kita main lagi."

"Sebenarnya kamu siapa?!" Seyna berbalik. Tapi sosok itu tiba-tiba menghilang.

Seyna mengedarkan pandangan, memasang telinga, tahu anak kecil tadi tidak benar-benar menghilang. Makhluk halus yang tidak bisa Seyna singkirkan. Bahkan tidak lenyap walau Seyna sudah menyentuh menggunakan darahnya.

Undied?

Dia yang terburuk. Selama ini Seyna selalu berpikir kalau Undied dewasa yang paling berbahaya. Tapi anak tadi mengerikan. Seyna tidak mau berurusan dengannya.

Duk!

Seyna tersentak mundur saat tiba-tiba ada bola basket memantul keras di depan wajahnya. Menggelinding, lalu sekali lagi memantul ke udara dan lenyap.

"Seyna nakal ..." sebutnya dengan nada kesal. Seyna mengedarkan pandangan, mencengkeram sisi washtafel kuat-kuat.

Tidak pernah takut pada makhluk apapun. Hanya ada satu yang bisa membuat Seyna merinding. Itu karena Seyna tahu, dia tidak akan bisa menghadapinya. Seyna tidak bisa melenyapkannya.

Kran berputar. Air mengalir deras. Seyna menjerit saat tiba-tiba rambutnya dijambak. Mendongak. Tubuh Seyna gemetar saat anak tadi sudah ada di belakangnya, tersenyum lebar memamerkan semua taring. Darah berbau amis dari wajahnya menetes ke pipi Seyna. Belatung bergerak-gerak dari luka parah di wajahnya yang rusak.

"Apa mau kamu?"

"Seyna takut, ya?" anak itu berbisik pelan. Jambakannya kian menguat, Seyna berusaha tidak menjerit. Sakit sekali. Seolah rambutnya akan ditarik sampai terlepas, "Seyna lagi-lagi takut sama aku."

"APA MAU KAMU?!!"

"Padahal, aku mati buat Seyna loh."

"PERGI!!!"

Pintu dibuka nyaris didobrak. Ruka berdiri di sana dengan napas terengah. Pemuda itu berkeringat dingin. sesaat, maniknya dan Seyna saling menumbuk.

"Maaf. Tadi aku keterlaluan, gak seharusnya aku bentak-bentak kamu. Kamu bener, itu bukan urusan kamu, aku cuma gak mau kamu kayak- Seyna?"

Ruka terkejut melihat Seyna yang pucat. Ekspresinya linglung, tubuhnya gemetar hebat. Mendekat, Ruka menyentuh pundak Seyna perlahan, "Seyna?"

"A-aku mau keluar." Seyna menelan ludah. Tungkai kakinya bahkan lemas saat dipaksakan tetap melangkah. Ruka menahan tubuhnya. Khawatir dengan sikap Seyna yang tiba-tiba. Sebenarnya ada apa?

Panggil aku Lori, Seyna.

Seyna kembali mengedarkan pandangan ketakutan. Lagi, suara manis namun menyimpan dendam itu menggema di telinganya.

Panggil aku Lori.

***

Ya, walau ini jadi semacam hybrid ke fantasi, tetep gak lupa sama tujuan awal kok #ngeles.

Tapi horrornya belum kerasa, ya? Masih belajar saya di horror soalnya.

Btw, udah ada yang nonton horror 'Munafik'? Asli ceritanya bagus, bacaan Qurannya fasih. Paling penting pemeran utama handsome. Tapi Malay punya, sih.

SSSST!!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang