"Astaga, Eunbi." Gumanku dalam hati saat mendengar ponselku terus berdering dan kulihat ada namanya tertulis dari layar ponselku.
"Ya-ackh, aw?" Kupegang tenggorokanku dengan sedikit meringis.
Suaraku terdengar lebih parau pagi ini, sinar matahari pagi yang menyelinap masuk melalui sela sela gorden kamarku membuat ludahku menghantam kerongkongan. Aku terkejut bahwa matahari sudah terbit disaat aku masih belum mempersiapkan apapun.
"Jungkook. Kau kenapa?"
Tanya Eunbi disebrang telfonku. Ia terdengar begitu khawatir.
Sudah empat bulan setelah kedatangan Mingyu ke Busan. Dan dalam dua minggu terakhir, waktu yang singkat, Eunbi mengalami banyak perubahan yang tak bisa aku sangka-sangka. Percayalah, kini Eunbi telah diangkat menjadi manager di cafe tempatnya bekerja karena kepercayaan atasannya atas kerja kerasnya selama ini dan juga, tidak ada lagi kata kerja lembur untuknya. Gajinya kini sudah lebih dari mencukupi hidupnya dan kebutuhan ayahnya. Dan inilah akhirnya, kini ia bisa memiliki ponsel.
Maka dari itu, satu minggu sisa dari perjanjianku dengan Mingyu tak begitu menyakitkan bagiku, karena aku bisa mengirimi Eunbi pesan atau menelponnya.
"Ti- tidak apa-apa. Aku hanya terkejut melihat cahaya dari balik gordenku." Jawabku seraya bergegas mempersiapkan diri.
Kusimpan ponselku dan mengatur suara telponnya menjadi loud speaker, agar mempermudah diriku mempersingkat waktu.
"Hei jangan bilang kau baru bangun?"
Aku tidak menjawab pertanyaan Eunbi. Aku terlalu sibuk berlarian sana sini mengambil ini dan itu. Rasa cemas ini membuat tingkahku semakin tidak terkontrol.
"Jeon Jungkook!"
Kudengar, Eunbi berteriak memanggilku. Menyadari bahwa dari tadi aku tidak menjawabnya dan hanya sibuk dengan sesuatu yang tidak penting.
"Ya. Ya?" Sahutku, lalu mengambil ponselku kedalam kamar mandi. "Eunbi, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja. Tapi maukah kau menungguku sebentar saja? Sebagai balasannya, aku akan menjemput ke rumahmu. Janji!" Lalu kusimpan ponselku kedalam keranjang tempat baju baju kotorku.
"Oh, begitu. Yasudah tidak apa-apa. Aku menunggu di tempat kerjaku saja ya? Kurasa Mingyu sudah menunggu disana. Kau langsung saja ke tempat kerjaku, Ok?Bye!"
"Oh...ya, baiklah kalau begitu." Jawabku lemas sembari berjalan gontai mendekat ke tempat dimana ponselku berada. Lalu meraihnya dan kembali melemparnya setelah aku menatap layar ponselku selama beberapa detik. Aku tidak percaya, pria itu masih saja berada disini. Siswa macam apa dia sampai sampai bisa berlibur selama itu? Apa dia pengangguran dini.
Waktu terus berjalan, dan setelah bertarung dengan waktu pun akhirnya aku bisa mempersiapkan diriku untuk menemui Eunbi. Tidak, bukan hanya Eunbi. Tapi dengan pria tinggi bernama Mingyu itu. Ya, baiklah aku tidak akan melupakan pria itu lagi.
Ponselku berdering, dan kulihat ada nama Eunbi tertulis jelas dari layar ponselku. Aku menghela nafasku, kurasa dia akan menanyakan keberadaanku.
"Kau sudah-"
"Ya, sebentar lagi aku akan memegang kenop pintu cafe tempat kerjamu." Jawabku, tanpa mendengarkan terlebih dahulu apa yang akan diucapkan oleh Eunbi.
Eunbi menutup ponselnya saat melihatku sudah memasuki tempat yang dijanjikan. Ia tersenyum namun ada sedikit guratan kesal dari wajahnya. "Aku belum selesai bicara, main jawab saja." Serunya. Ya, karena ini masih pagi jadi belum ada pelanggan yang datang. "Duduklah, disini." Lanjutnya seraya menepuk punggung kursi yang berada tepat disampingnya.