BAB 4

128K 12.1K 324
                                    

Terdengar suara pintu terbuka, Mbok Inem—pelayan bertubuh tambun, berjalan tergopoh-gopoh menuju pintu utama. Menyapa tuannya sebelum kembali berjalan mendekati Marvel dan menyuapi anak itu.

Jonathan mengedarkan pandangannya, mendapati ketiga putranya masih berada di ruang keluarga. Marvel si bungsu sedang disuapi makan malam oleh Mbok Inem, Alexander sedang duduk di depan layar televisi sambil memegang joystick dan Kevin duduk tepat di sebelah Marvel dengan buku paket tebal di hadapannya. Jonathan yakin bahwa anak sulungnya sedang mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru di sekolah.

Jonathan berjalan mendekati ketiga putranya, mencium satu-satu puncak kepala mereka. Hari ini ia pulang lebih awal dari biasanya, pukul delapan, tiga jam lebih cepat dari jadwal biasanya. Ia sudah berjanji kepada dirinya bahwa hari ini ia akan mendengarkan cerita ketiga putranya.

Lebih baik dimulai dari si sulung, Kevin yang pendiam dan penurut. Jonathan duduk di samping Kevin.

"Lagi kerja PR apa, Kev?"

Kevin mengalihkan pandangannya dari buku paket, lalu menatap Jonathan sambil tersenyum. "Kerjain PR matematika nih, Pa!"

"Ada soal yang tidak bisa kamu kerjakan?" tanya Jonathan lagi sambil mengelus kepala putranya.

"Nggak ada, Pa. Tapi nanti tolong papa cek ya?"

Permintaan Kevin dijawab dengan anggukan kepala Jonathan, lalu Jonathan beralih menuju Marvel yang masih disuapi oleh Mbok Inem.

"Tadi pagi Marvel belajar apa di sekolah? Sudah punya banyak teman?"

"Malpel belajar tentang anggota tubuh. Ini mata, ini hidung, ini mulut, ini telinganya Malpel," jawab Marvel sambil menunjuk mata, hidung, mulut dan telinganya secara bergantian.

Jonathan yang gemas melihat tingkah lucu Marvel pun mencium pipi gembul putranya.

"Malpel punya banyak teman, Papa! Oh! Oh! Tadi waktu istilahat, Malpel dicuapin cama ibu gulu," lanjut Marvel dengan penuh antusias.

Mendengar perkataan Marvel, Jonathan mengernyitkan dahinya. "Siapa ibu guru yang suapin Marvel?"

"Malpel gak tahu namanya," ucap Marvel sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ibu gurunya seperti apa?"

"Ibu gulunya cantik, Papa! Baik hati... hihi," jawab Marvel sambil tersenyum lebar menampakkan gigi taring kirinya yang tanggal.

"Ibu Celine?"

"Bukan, Papa. Kalau Ibu Celine kan wali kelasnya Malpel! Jadi, Malpel pasti kenal sama Ibu Celine. Rambut Ibu gulunya segini, lalu pakai lok pendek."

Marvel menunjuk punggung serta lututnya, masih dengan posisi duduk. Setelah berkata seperti itu, Marvel membuka mulutnya meminta suapan dari Mbok Inem.

"Yahhh! Itu mah nggak cantik, Marvel. Itu Ibu Rachael! Rambutnya sepunggung, kan?! Itu loh, Pa... wali kelas Alex yang suka hukum aku!" jawab Alexander yang masih sibuk menekan-nekan tombol dengan ibu jarinya, pandangan matanya tidak teralihkan dari layar televisi.

"Kenapa Alex bisa tahu itu Ibu Rachael?" Kali ini, Kevin yang angkat bicara.

"Kak Kevin nggak tahu? Kan satu-satunya guru yang rambut sepunggung cuman Bu Rachael."

"Marvel susah makan pas istirahat?"

Pertanyaan Jonathan dijawab dengan anggukan kecil oleh Marvel yang mulutnya masih penuh dengan nasi yang belum dikunyah. "Kalau gitu, besok kamu ke kantor guru minta tolong Bu Rachael untuk suapin kamu lagi. Lalu Marvel tinggalin kotak bekalnya sama Bu Rachael, ok?" tanya Jonathan sambil menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya untuk membentuk lingkaran.

"Kenapa kotak bekalnya ditinggalin? Kan Malpel gak boleh tinggalin balang Malpel. Nanti hilang loh, Papa!" protes Marvel sambil mengerutkan dahinya.

"Karena papa harus berterima kasih sama Bu Rachael dan papa yang akan ambil kotak bekal Marvel sama Bu Rachael, ok? Jangan lupa ya!"

"He-em!"

"Tos dulu, anak papa!"

***

"Kan papa yang suruh Mar—" ucapan Alexander terpotong, saat Jonathan membekap mulut Alexander.

Alexander mencoba melepaskan telapak tangan besar Jonathan dari mulutnya sambil meronta-ronta kecil. Setelah terlepas, Alexander menatap Jonathan dengan raut wajah kesal, kedua tangannya berada di pinggang untuk mengajukan protes.

"Papa gimana sih? Kan emang papa yang su—" Jonathan kembali membekap mulut Alexander, lalu mengalihkan pembicaraan kepada Rachael.

"Boleh tolong bawakan tas bekal Marvel, Bu Rachael?"

"Ah. Iya baik, Pak!"

Rachael berjalan cepat memasuki kantor guru. Ia meletakkan buku yang dipegangnya, lalu mengambil tas bekal Marvel yang berada tepat di tengah-tengah meja kerjanya sebelum berjalan keluar dari kantor guru.

Jonathan melihat kedatangan Rachael, lalu mengambil alih tas bekal Marvel dari tangan kanan Rachael. Jonathan menundukkan kepalanya sejenak sebelum berjalan menuju pintu utama sekolah masih sambil membekap Alexander. Kevin menggandeng Marvel, mengikuti langkah Jonathan yang tepat berada di depan mereka.

"Papa, kenapa kita nggak pamitan sama Ibu Gulu? Gak copan loh!" ucap Marvel tepat setelah mereka berempat duduk di dalam mobil yang dikendarai oleh Jonathan.

"Papa juga kenapa pakai tutup-tutupin mulut Alex segala, kan Alex ngomong jujur!" protes Alex yang duduk di samping kemudi sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kita tidak sempat pamitan, Marvel. Papa sibuk. Papa sudah harus kembali ke kantor setelah mengantar kalian pulang sampai rumah nanti.

"Dan Alex, kamu gak boleh membocorkan pembicaraan kita. Apa yang kita bicarakan di rumah, tidak boleh diketahui oleh orang luar. Paham?"

Jonathan menyalakan AC di dalam mobil, lalu mengenakan sabuk pengaman sambil mengendarai mobil keluar dari kompleks sekolah.

Jonathan mengarahkan pandangannya menuju kaca spion utama, menatap Marvel yang sudah tertidur sedangkan Kevin melihat pemandangan di luar mobil.

Kevin yang merasa dipandangi oleh Jonathan pun menoleh. Ia menunjukkan pandangan bertanya. "Papa suka ya dengan wali kelas Alex?"

Jonathan dan Alexander membelalakkan mata mereka. Alexander langsung bergidik ngeri.

"Papa nggak boleh suka sama Ibu Rachael! Nanti tiap hari aku dihukum sama dia. Nanti aku nggak boleh ngomong, nggak boleh main. Nanti aku malah disuruh belajar terus setiap hari. Hiiii!"

Jonathan mengabaikan Alexander. Ia menatap Kevin melalui kaca spion utama. "Kenapa Kevin bisa berpikir seperti itu?"

"Karena papa minta Marvel untuk ke kantor guru dan minta disuapin oleh wali kelas Alex. Papa bahkan minta Marvel untuk tinggalin kotak bekalnya. Papa pasti ingin bertemu dengan wali kelas Alex, kan? Papa aja baru dengar cerita dari Marvel kemarin. Papa boleh suka sama wali kelas Alex. Tapi, jangan gantiin mama."

SWEETEST KARMA[ADA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang