#510 in Romance
Thanks! ❤Keadaan menjadi kacau selepas kecupan itu. Rachael mendorong bahu Jonathan. Jonathan menginjak minion Marvel. Marvel yang menangis keras di bioskop.
Apa lagi yang kurang?
Kevin dengan muka kesalnya. Alexander yang tidak mau keluar dari bioskop sebelum film berakhir.
Apa lagi yang belum terjadi?
Hah! Jonathan mengutuk semua ini, meskipun ia tidak menyesal. Kapan lagi ia bisa mendapatkan kesempatan seperti itu? Jika bukan saat itu, apakah besok ada jaminan bahwa ia dapat mencium Rachael? Bisa saja ia tidak akan memiliki kesempatan lagi. Kesempatan yang terbang, seiring dengan bibirnya yang semakin rindu akan kecupan.
Jonathan menggendong Marvel sambil menepuk-nepuk punggung anaknya pelan. Ia berjalan di lorong ruang tunggu bioskop untuk mencari tempat duduk yang kosong. Tadi ia langsung menggendong Marvel keluar, setelah Marvel membuat penonton lain tidak nyaman dengan tangisannya. Jonathan membawa Marvel keluar untuk membelikannya botol minum yang baru, namun Marvel tidak ingin yang baru. Ia ingin yang lama, bagaimana?
Rachael kembali menjadi penolongnya, dengan mengatakan bahwa Rachael akan melengkapi koleksi minion Marvel. Serta membelikannya botol minum yang baru. See? Jonathan yakin bahwa ia tidak salah menyukai orang. Ia yakin bahwa Rachael akan menjadi ibu yang baik.
Rachael langsung kembali ke dalam teater untuk menemani Kevin dan Alexander yang masih ingin menonton sampai selesai, setelah membelikan Marvel botol minum yang baru.
Setelah Jonathan yakin bahwa Marvel telah benar-benar jatuh tertidur, ia kembali berjalan memasuki teater dan duduk di samping Rachael.
Rachael mengarahkan pandangannya menuju Marvel yang telah tertidur. Marvel tidur dengan kepalanya yang bersandar pada bahu kiri Jonathan. Sehingga kepala Marvel tepat berada di samping Rachael. Rachael mengelus rambut Marvel pelan, lalu mengambil botol minum yang dipegang oleh Marvel.
Jonathan memperhatikan itu semua, dan bibirnya mengulas senyum tipis. Jonathan berdeham, lalu memulai pembicaraan, "Terima Kasih."
Rachael menaikkan sebelah alisnya, "Untuk apa?"
"Sudah menenangkan Marvel, dan menemani anak-anak hari ini."
"Sama-sama." Rachael mengarahkan pandangannya kembali ke arah layar, setelah menjawab dengan singkat dan cepat. Ia tidak mengerti , kenapa matanya selalu mengarah kepada bibir Jonathan setelah ciuman itu. Sebelumnya ia tidak pernah menyadari bibir Jonathan yang penuh berwarna merah gelap, serta bakal-bakal kumis di atas bibirnya...
Rachael menggeleng-gelengkan kepalanya, menghilangkan imajinasi bibir Jonathan.
"Kenapa? Pusing?" tanya Jonathan sambil mengarahkan tangan kanannya yang kosong menuju dagu Rachael. Ia memegang dagu Rachael, mengarahkan wajah Rachael ke hadapannya.
"Tidak." Rachael menutup matanya, ia tidak ingin tertangkap basah sedang memandangi bibir Jonathan.
"Mau lagi?"
Tiba-tiba Rachael merasakan sesuatu menyentuh bibirnya, bibirnya terasa basah oleh kecupan Jonathan. Hanya beberapa kali kecupan, karena Rachael menutup bibirnya erat.
Setelah merasa pegangan tangan Jonathan pada dagunya telah terlepas, serta bibir Jonathan yang sudah tidak menempel lagi di bibirnya. Rachael membuka matanya. Meskipun keadaan bioskop yang gelap, ia melihat Jonathan sedang tersenyum hingga mata melengkung.
----
Rachael bersyukur tentang kenyataan bahwa ia membawa mobilnya sendiri. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menghadapi Jonathan. Jonathan menggenggam tangannya sepanjang sisa film. Pria itu bahkan memindahkan Marvel pada bahu kanannya, sehingga tangan kirinya dapat menggenggam tangan Rachael.
Rachael dapat merasakan genggaman erat telapak tangan pria yang besar, menutupi seluruh telapak tangannya. Jika berhadapan dengan pria lain, mungkin ia sudah merasa tidak nyaman dan akan langsung memasang benteng setinggi langit. Lalu esoknya menghilang bagai ditelan bumi, seperti biasa. Namun kali ini sangat berbeda, bahkan ketika Jonathan memintanya untuk datang lagi ke rumahnya besok, Rachael hanya dapat menganggukkan kepalanya secara otomatis tanpa bertanya apapun.
Rachael menangkup pipinya yang semakin panas, lalu menjalankan mobilnya keluar dari parkiran mall.
----
"Hai! Aku sudah menunggumu sedari tadi." sapaan ini terdengar bersamaan dengan pintu utama kediaman Jonathan yang terbuka.
Rachael mengutuk penampilan Jonathan yang terlihat sangat menggoda. Muka Jonathan sudah terlihat segar meskipun masih dengan piama hitam sutranya. Jonathan terlihat sexy.
"Mau makan apa?" tanya Rachael sesaat setelah ia mengamati bahan-bahan makanan yang ada di dalam kulkas dua pintu besar tersebut. Rachael tahu bahwa Jonathan berada tepat di belakangnya, karena bahu lebar pria itu menghalangi lampu dapur.
"Hmm... Secangkir kopi, dua gelas susu vanilla, satu gelas susu coklat dan satu lagi minuman untukmu. Lalu mac and cheese dan cream soup? Biasanya saat pagi kami tidak akan sarapan berat."
Rachael masih berada di depan kulkas sambil mengambil bahan makanan untuk membuat menu yang disebutkan oleh Jonathan. Merasakan pegangan pada bahunya, Rachael memutarkan badannya ke belakang dan mendapati Jonathan tengah mengulurkan tangannya, ingin mengambil bahan makanan yang diambil oleh Rachael.
Rachael mengoper bahan-bahan makanan yang dipegangnya. Lalu menutup pintu kulkas. Ia melihat Jonathan yang sudah mulai memasak air dalam jumlah besar. Ia kira pria itu tidak akan membantunya sama sekali.
Rachael melihat Jonathan dengan gesit mengambil macaroni dari lemari atas. Jonathan menuangkan setengah air yang telah mendidih ke dalam teko keramik besar. Lalu meletakkan kembali panci ke atas kompor dan menuangkan macaroni ke dalam panci tersebut.
Rachael berjalan mendekati Jonathan, "Jadi, apa yang bisa ku bantu, chef?"
Terdengar tawa dari bibir Jonathan, "Bisa buatkan kopi dan susu untuk anak-anak? Bubuk kopi, susu dan gula ada di sudut sana." ucapnya sambil menunjuk lemari kiri atas.
"Air panasnya ada di dalam teko ini." lanjut Jonathan setelah melihat Rachael menemukan bubuk kopi, susu dan gula.
"Kopi hitam. Susu anak-anak jangan terlalu manis." tambahnya lagi.
"Ok." Rachael mulai menyeduh kopi Jonathan.
"Aku menyukaimu." Rachael menghentikan adukannya, tubuhnya menjadi kaku. "Aku merasa nyaman bersamamu. Meskipun hal ini terasa sangat cepat, tetapi aku serius ingin menjalin hubungan yang lebih jauh denganmu." Pengakuan Jonathan membuat kaki Rachael melemas. Tangannya masih menggenggam sendok kecil dengan erat. Badannya sudah bersandar pada meja keramik hitam sebatas pinggang yang memisahkan dapur dengan meja makan.
Jonathan berjalan mendekati Rachael, membalikkan badan Rachael menghadapnya. Lalu mengambil alih sendok yang dipegang oleh Rachael dan meletakkannya di atas meja.
"Bagaimana tanggapanmu?"
Jonathan memegang dagu Rachael, membuat Rachael mengarahkan pandangannya pada Jonathan.
"I-ini terlalu... cepat." Rachael berkata-kata dengan terbata-bata. "Se-selama ini saya hanya merasa nyaman bekerja dengan Anda. Lalu mengajar anak-anak yang baik."
"Bagaimana denganku? Apa yang kamu rasakan, Rachael?" Jonathan menatap Rachael dengan intens. Iris abu-abunya bersinar terang.
"Di sini selalu berdebar-debar.... Meskipun kita jarang bertemu, tapi di sini selalu berdebar-debar." Rachael memegang dadanya.
"Baiklah. Hari ini hari pertama kita. 10 Agustus." Jonathan menempelkan bibirnya pada bibir Rachael, dan mulai menggerakkannya dengan pelan sambil membimbing Rachael.
Jonathan memegang kedua lengan Rachael, dan mengarahkan Rachael untuk memeluknya sedangkan ia memegang belakang kepala Rachael, menekan ciuman mereka lebih dalam.
"Aku dan kamu sudah dewasa. Aku juga seorang duda dengan tiga anak. Kuharap, semua ini bukan menjadi beban dalam hubungan kita. Tapi membuat kita semakin dekat." ucap Jonathan setelah melepaskan ciumannya.
"Ya." Rachael mengganggukkan kepalanya, lalu menyembunyikan dirinya pada dada bidang Jonathan. Ia malu.
Jonathan memegang kedua sisi wajah Rachael, mengarahkan wajah Rachael untuk menatapnya, lalu kembali mencium Rachael.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEETEST KARMA[ADA DI TOKO BUKU]
Romansa!! WARNING -- EDISI BELUM REVISI !! [ADA DI TOKO BUKU @Penerbit Coconut Books] Highest #2 in Romance Jonathan Tanjaya , duda tampan beranak tiga serta mapan, pergi untuk menerima rapor ketiga putranya untuk pertama kali. Sejak saat itu juga...