Sylvester Lee membersihkan sepatu kaca dengan tisu hingga mengkilap. Sepatu kaca yang entah dimana keberadaan pasangannya itu berkilau menyilaukan. Masih teringat dengan jelas bagaimana dirinya menarik gaun Cinderella yang keluar dari mesinnya pertama kali dengan meninggalkan sebelah sepatu.
Bruk!
Sylvester Lee seketika menoleh mencari sumber suara.
“Malaficient, kau kah itu?”
Sylvester Lee mengikuti bayangan yang menjulang di lantai. Pemilik bayangan itu membuat Sylvester Lee tercengang lalu tersenyum lebar.
“Tuan. Aku ingin mengambil barang milikku.”
Sylvester Lee begitu bersemangat menyerahkan barang yang dimaksud. Gadis cantik di hadapannya berterima kasih dan pamit.
“Apa kau butuh tumpangan? Kau akan pergi ke pesta di negeri 1001 malam kan?”
“Apa kau punya kereta labu, Tuan?”
“Tentu, Cinderella.”
Cinderella membungkuk hormat pada Sylvester Lee sebelum melangkah keluar. Sylvester mengekor dibelakang Cinderella. Menginjak bayangan yang bergerak maju.
“Tunggu di sini, Nona. Aku akan mengambil kereta.”
Cinderella mengangguk.
Sylvester Lee membuka pintu garasi usang. Mesin itu tidak hanya mengeluarkan tokoh dongengnya, namun segala propertinya. Ya, kereta labu dilengkapi para tikus yang bercicit dan seekor burung.
Kedua kening Sylvester berkerut. Wajah sumringahnya padam seketika. Labunya busuk dan para tikus itu mengigitinya. Bersamaan dengan seekor burung yang seingat Sylvester adalah seekor kuda jantan nan gagah.
Ah, Sylvester baru ingat jika sihirnya telah hilang! Otak Sylvester mendadak kusut. Pikirannya mencoba memberikan solusi paling masuk akal kala itu. Menuju negeri 1001 malam tidak bisa dengan menumpang kereta api kota atau taksi. Hanya dengan transportasi ala dongeng pula semuanya bisa dijelajahi.
“Tuan Sylvester!”
Cinderella memanggil. Sylvester harus meminta maaf. Ia keluar dari garasi dengan wajah sedih.
“Maafkan aku Nona Cinde…”
Kedua binar mata itu membulat. Cinderella menggandeng seseorang.
“Tuan, sepertinya keretamu bermasalah!”
Sylvester Lee berbalik. Ia mendapati makhluk lain di depan pintu garasi usangnya. Pemilik sepasang sayap yang sudah tak asing.
*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Jantung Sylvester Lee nyaris melompat saat kereta labu yang ia kendarai melayang di udara. Peristiwa menakjubkan itu terjadi bergantian di depan matanya dalam waktu singkat.
“Cepatlah, Tuan! Pesta sudah dimulai satu jam yang lalu. Dua tamu yang kau bawa sudah terlambat.”
“Aku tahu, Tinker Bell. Aku akan memastikan Cinderella dan temannya tidak lebih terlambat dari ini. Terima kasih sudah membuat labu busuknya kembali menjadi kereta labu yang indah. Bahkan aku kaget sekali kau bisa mengubah tikus-tikus itu menjadi kuda-kuda gagah. Hahaha. Lihat mereka! Dan aku tak percaya jika kuda putih yang kutunggangi adalah seekor burung dara. Hahahahaha.”
“Aku memang tak punya tongkat peri. Tetapi serbuk peri memang lebih menakjubkan dari tongkat peri.”
*_*_*_*_*_*_*_*_
Kereta itu berhenti. Sylvester membukakan pintu kereta dengan semangat. Sebelah sepatu kaca itu mengkilap indah saat menapak ke tanah. Keanggunan itu terpancar saat Cinderella berdiri seraya memegangi gaun berwarna birunya.
“Kau tidak turun, Nona?” Cinderella memberikan kode dengan kepalanya agar teman satu keretanya ikut turun. Namun gadis bergaun kuning itu menggeleng pelan.
“Aku akan menunggumu di sini, Cinderella. Kau harus berdansa dengan Pangeran. Kau sendiri yang bilang kan jika kau sangat merindukannya?”
“Hey! Mana bisa begitu! Ayolah, Bella!” Cinderella mempersilahkan dengan menyerahkan tangan kanannya untuk digenggam Bella. Bella menggeleng sekali lagi.
“Ingatlah! Jangan sampai jarum jam ke angka dua belas.”
“Dasar Bella si keras kepala. Baiklah, aku akan mencari informasi dimana Pangeran Adam berada. Mungkin salah satu dari mereka mengetahuinya.”
Cinderella mengatakan pada Sylvester untuk tidak membiarkan temannya pergi kemanapun.
Tidak ada kecantikan yang lebih menghanyutkan dari kecantikan milik seorang Cinderella. Seluruh yang ada di istana Jasmine seolah terbius saat sosok keindahan itu memasuki istana. Menggetarkan hati siapapun untuk memuja kecantikan sempurna yang tidak hanya di dongeng belaka.
Reaksi yang diberikan pun beraneka ragam. Seperti Olaf yang tiba-tiba melelehkan tubuhnya akibat aura Cinderella yang begitu luar biasa. Hidung Pinokio yang tiba-tiba memendek setelah mengatakan,”Wow, Wonderful girl!”
Tae Hyung dan Jimin sampai menyemburkan minuman. Lupa dengan putri milik mereka masing-masing.
“Wah, cantik sekali!” puji Seok Jin yang tak sadar dengan air yang ia tuang dari teko telah tumpah dari gelasnya.
“Aku ingin menikah lagi,” ucap Bang Shin Hyuk tanpa sadar.
Cinderella melewati barisan tamu yang membelah menjadi dua bagian. Cinderella menatap pada satu titik. Satu titik yang tidak berkedip menatap Cinderella.
“Pangeran, Airnya kepenuhan.”
Lelaki itu salah tingkah. Sadar jika gelasnya sudah penuh. Dengan kikuk, Seok Jin meletakkan tekonya kembali bahkan gelas yang sudah penuh terbalik.
“Kau kelihatan gugup, Pangeran. Aku tidak akan lari darimu lagi. Aku merasa bersalah bersembunyi darimu saat kau mencari pemilik sepatu kaca yang kutinggalkan saat malam itu.”
Seok Jin menatap canggung pada Cinderella yang semakin mendekat.
“Kau tidak ingin berdansa lagi denganku, Pangeran? Bukankah kita sudah lama tidak bertemu?”
Seok Jin terdiam. Masih tak mengerti dengan ucapan gadis cantik di depannya. Gadis itu mengenalnya. Itu fakta paling menyenangkan bagi Seok Jin. Otak Seok Jin berpikir mencari kemungkinan.
“Aku Cinderella, Pangeran. Namaku Cinderella. Malam itu, aku belum memperkenalkan diri.”
*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Malam itu berjalan dengan baik. Bisa dibilang begitu. Waktu masih menunjukkan pukul setengah dua belas. Tiga puluh menit menuju tengah malam.
Malam itu menjadi malam yang membahagiakan untuk Seok Jin yang menemukan Cinderellanya. Semoga saja Seok Jin tak lupa dengan misi pencarian Bella.
“Kau lupa caranya berdansa ya, Pangeran? Gerakanmu kaku sekali.”
“Em?” Seok Jin nyengir. Dance saja sudah susah baginya apalagi berdansa.
Segalanya terlihat bahagia, kecuali satu orang yang nampak sengsara melihat segala kebahagiaan itu. Dengan penuh rencana busuk, Malaficient mulai melancarkan misi-misinya. Jarum jam terus menunjukkan masa depan yang penuh misteri.
“Tidak ada yang bisa melawan Malaficient.”
*_*_*_*_*_*_*_*_
“Jadi kau Bella? Putri Bella?”
“Bukan, Sir. Aku bukan seorang Putri. Ayahku bukan seorang raja.”
“Aku harus membawamu pada Beast.”
*_*_*_*_*_*_*_*_
Lima belas menit menuju pukul dua belas. Pesta semakin meriah. Sylvester pun menemui Bang Shin Hyuk yang dikelilingi para penari perut yang seksi untuk memberitahukan tentang Bella.
Bang Shin Hyuk tak berkutik. Efek khamar (semacam minuman keras memabukkan) mendominasi tubuh Bang Shin Hyuk. Sylvester Lee beralih pada Tinker Bell. Memberitahukan jika gadis bergaun kuning yang bersama Cinderella di kereta adalah Putri Bella yang dicari.
Tinker Bell merasa menjadi makhluk paling bodoh. Dan ia memarahi Cinderella mengapa tidak memberitahukan ini sejak awal.
“Ayo, cepat! Antarkan aku ke istana Nam Joon!”
Seok Jin dan Cinderella keluar istana. Bella berjalan mondar mandir di depan kereta saat Cinderella, Sylvester, dan satu orang yang tidak ia kenal datang menghampirinya.
“Kau Bella, kan? Kau mencari Pangeran Adam? Aku tahu keberadaannya. Kita akan ke sana,” Seok Jin mengguncang bahu Bella sedikit keras.
Tanpa menunggu tanggapan Bella, mereka langsung naik ke kereta. Sylvester melaju kencang menuju hutan larangan.
“Semoga sempat. Masih tersisa waktu dua puluh satu menit menuju tengah malam.”
Sementara itu di istana Nam Joon sendiri. Para perabotan telah bersiap dengan sebuah peti mati. Peti mati yang diminta Nam Joon untuk segera dirampungkan. Nam Joon masih menulis beberapa lembar surat wasiat untuk beberapa orang yang ia cintai. Nam Joon melirik jam dinding. Sembilan belas menit lagi menuju tengah malam.
Keadaan di istana Jasmine pun tetap meriah sebagaimana mestinya sebuah pesta. Setiap pasangan mulai memisahkan diri mencari kesenangan masing-masing.
Tae Hyung dan Jasmine sudah bergumul di peraduan. Ariel dan Jung Kook memilih tempat gelap untuk melampiaskan hasrat. Aurora yang mengaduh pada Jimin akibat jari telunjuk kanannya yang nyeri tiba-tiba. Elsa yang membawa Ho Seok untuk duduk di dekat perapian istana. Snow White yang menyuapi Yoon Gi makan pudding.
Tak dibiarkan oleh Malaficient segalanya bahagia dengan mudah. Malaficient memulai kejahatan.
“Yang Mulia Sultan, Saatnya Yang Mulia tidur. Yang Mulia terlihat sangat lelah. Biarkan hamba yang mengawas pesta, Yang Mulia,” ucap Malaficient dengan penuh hormat.
“Aku suka pestanya, Malaficient! Lihatlah wajah-wajah bahagia mereka. Hahahaha. Aku sangat senang.”
“Baiklah jika memang itu Yang Mulia inginkan. Hamba membawakan obat. Yang Mulia pasti belum meminumnya, kan?”
“Ah, benar! Malaficient! Aku sampai lupa meminum obatku. Hahaha. Aku sudah mulai pikun sepertinya. Jasmine akan mengomel jika aku tidak minum obat. Hahaha.”
Sultan menerima cangkir yang diakui Malaficient sebagai obat. Tegukan-tegukan itu membuat binar dendam menyala terang pada iris hitam Malaficient. Sultan memejamkan mata.
Jarum panjang masih menunjukkan jam sebelas malam lewat lima puluh menit. Malaficient mendekati pasangan yang sedang asyik bercumbu di tempat gelap. Dengan tipuan suara, Malaficient berhasil mengelabui Jung Kook. Membuat Ariel tidak bersama Jung Kook. Itulah rencana Malaficient.
“Jimin Hyung?!”
Jung Kook celingkukan mencari Jimin. Ia sangat yakin jika suara Jimin yang memanggilnya barusan. Jung Kook akhirnya kembali ke tempat dimana ia dan Ariel berduaan.
“Sayangku,” Jung Kook tersenyum dan segera memeluk perut ramping Ariel.
“Cium aku, Eric.”
Jung Kook melumat bibir Ariel. Berciuman disertai decapan memainkan lumatan-lumatan lembut penuh cinta.
“Pa-pangeran. ka-kau…”
Jung Kook menghentikan ciumannya. Kepalanya menoleh ke samping melihat sosok Ariel. Ariel?
“Ariel, bukankah kau?”
Jung Kook memastikan lagi sosok Ariel yang diciumnya barusan. Sosok itu tertawa dan berubah menjadi sosok Malaficient.
Jung Kook terjebak. Ariel menitikkan air mata. Kedua iris matanya berapi seketika. Taring itu muncul bersamaan dengan kuku-kuku panjang nan runcing di sepuluh jarinya.
Jung Kook ambruk seketika. Tangannya mengepal memegangi dadanya yang terasa nyeri.
“Malaficient! Kau akan mati!”
BRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!
Dinding istana retak seketika menerima hantaman Ariel. Malaficient menghindar dengan menembus tembok pembatas menjebol ruangan dimana Ho Seok dan Elsa berada.
Malaficient menghindari sekuat tenaga atas amukan Ariel. Elsa sibuk memberikan perlindungan pada Ho Seok yang keadaannya kembali sangat lemah ketika perapian mati diambruk tubuh Malaficient. Malaficient berhasil melarikan diri.
Ariel mengamuk dan menjerit. Tangisannya memilukan. Membuat lautan bergejolak dan badai menyerang. Pesisir pantai mencekam. Akan ada banyak kapal terbalik yang bangkainya ditemukan keesokkan hari.
Ariel memilih untuk menemui Jung Kook. Jung Kook sudah tak sadarkan diri dengan darah yang keluar dari mulutnya.
“Mutiaraku.”
“Jung Kook, ada apa dengannya?” Ho Seok dan Elsa ingin tahu apa yang terjadi dengan Ariel. Maka dari itu, mereka mengekor di belakang.
Ho Seok memegangi maknae kesayangannya. Mengelus wajah pucatnya yang seolah tak bernyawa lagi.
“Dia masih hidup, kan? Jung Kookku tidak mati. Andweeee!”
Sementara itu, kejadian sial itu seolah mendorong yang lain agar menemui kutukannya. Kutukan itu semakin mendekat seiring jarum jam yang berdentang pasti.
“Jarimu masih sakit?”
Aurora mengangguk. Jari telunjuk kanannya berdenyut. Jimin mengemutnya berharap mengurangi sakit.
“Berhenti. Biar aku memeganginya saja, Philip.”
Aurora berjalan. Jimin mengikuti di sampingnya. Jimin tak bertanya kemana Aurora akan menuju. Hasrat Aurora untuk melangkahkan kakinya sangat tak bisa dilawan. Kedua kakinya seolah menuntunnya tanpa diperintahkan oleh otaknya sendiri. Aurora pun tak protes dengan rute yang ditempuh. Kedua kakinya menempuh lorong istana menuju ruang bawah tanah yang remang-remang. Jimin terus menuntun Aurora dan memastikan tak ada gangguan seekor semut sekalipun yang menggigit putri kesayangannya.
Gerbang berukir itu ada di depan mata. Aurora membukanya dalam sekali sentuhan ringan. Jimin dan Aurora terdiam melihat tumpukan alat pemintal yang berjumlah ribuan memenuhi penjuru ruangan yang bisa Jimin yakini dapat menampung ribuan ARMY untuk menonton fanmeeting Bangtan Sonyeondan.
Aurora memasukinya. Jimin segera menariknya dan melarang Aurora untuk masuk ke sana.
“Jangan, Aurora! Jangan injakkan kakimu ke ruangan ini. Jangan sentuh jarum pemintalnya.”
Aurora seolah tuli. Kedua tatapan kosongnya memandang lurus sebuah pemintal yang berdiri sendiri dimana ujung jarumnya menyala seperti bintang di langit. Kaki-kakinya sudah berada di depan pemintal. Jari telunjuk kanan yang nyeri itu tinggal berjarak tiga sentimeter menyentuh ujungnya. Jimin menangkap jari Aurora dan kutukan itu terjadi. Tidak untuk Aurora. Jarum itu menusuk jari Jimin. Jimin tak sadarkan diri bertepatan dengan Yoon Gi di luar sana, menggigit irisan apel yang terselubung licik di irisan bengkoang. Irisan apel yang tersamar. Snow White menangisi kematian Pangerannya.
*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Lima menit sebelum kematian Jimin, Jung Kook, dan Yoon Gi.
Es bergulung-gulung mengejar kereta labu yang dikendarai Sylvester Lee. Kereta terjebak gunungan es yang menghalangi jalan menuju istana Nam Joon.
“Maafkan aku, Tuan. Keretanya tak bisa lewat. Jalannya terhalang,” Sylvester menyesal.
Seok Jin mengacak rambutnya. Ia mencari cara lain. Lima menit lagi tepat tengah malam. Seok Jin mencari celah diantara gunungan es misterius yang muncul tiba-tiba di sana. Seok Jin menemukannya. Celah yang memang tak bisa dilewati oleh kereta. Namun, bisa dilalui dengan menunggangi kuda.
Tanpa pikir panjang dan setelah berpesan pada Cinderella untuk kembali ke istana dengan Sylvester, Seok Jin dan Belle menunggang kuda menuju istana Nam Joon tepat waktu.
Belle berpegangan erat pada pinggang Seok Jin. Seok Jin terus memacu kuda berwarna putih itu untuk lebih cepat berlari. Namun kuda itu tersentak bersama dengan jantung Seok Jin yang berdetak tak seperti biasanya. Kedua matanya mengeluarkan butiran kristal.
“Nam Joon,” gumam Seok Jin.
“Ada apa? Ada apa, Tuan?” Tanya Bella khawatir.
Pukul 00.00
Semua kutukan terjadi. Begitu pula Nam Joon. Tubuhnya jatuh bersama kelopak mawar terakhir yang gugur.
*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Pesta bubar dengan kepanikan saat seluruh istana membeku. Jasmine berteriak saat mengetahui ayahnya meninggal meminum racun yang diakui Malaficient sebagai obat.
Lutut Tae Hyung lemas saat menyaksikan tiga orang yang paling dikenalnya terbaring kaku. Ho Seok duduk bersimpuh bersama Snow White dan Aurora. Menangisi Yoon Gi, Jimin, dan Jung Kook yang sudah menjadi mayat. Ariel juga ada di sana. Berbaring tak berdaya di samping Jung Kook. Memegangi dadanya. Jantungnya seperti ingin meledak. Mutiaranya disentuh wanita lain. Mutiara yang disimpannya di jantung Jung Kook sudah hancur. Membuat tubuhnya kembali bersisik. Kedua kakinya menjadi lumpuh seperti semula.
“Siapa yang melakukan ini?”
“Ratu Elsa mengejar Malaficient.”
Tae Hyung menggosok lampu ajaibnya. Seluruh darahnya mendidih memendam amarah berapi-api.
“Tuan Ali, hamba siap mengabulkan permintaanmu.”
“Bunuh Malaficient sampai mati tak berbekas.”
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_
Di luar istana, pertempuran itu terjadi sengit. Dengan sisa kekuatannya, Elsa melawan Malaficient yang terus menembakkan sihir jahatnya. Elsa sudah tersudut berkali-kali.
Bantuan Genie datang tepat waktu. Genie melemparkan potongan-potongan besi tanpa jeda kepada Malaficient. Dan benar saja, Malaficient merintih. Besi adalah kelemahan terbesar Malaficient. Tae Hyung ikut bergabung ke pertempuran itu. Di kedua tangannya, Tae Hyung memegang samurai. Siap bertempur untuk membantu kematian Malaficient lebih cepat.
Genie mengeluarkan rantai besi bermeter-meter yang melilit tubuh Malaficient. Malaficient berteriak saat borgol besi membelenggu pergelangan tangan dan kakinya. Elsa menghantamkan balok-balok es pada kedua kaki Malaficient yang masih mampu bergerak. Tae Hyung datang menyabetkan samurai pada punggung Malaficient. Malaficient memekik.
“Untuk Jung Kook.”
Tae Hyung mengiris dada Malaficient,”untuk Jimin.”
Tae Hyung mengiris kaki Malaficient,”untuk Yoon Gi Hyung.”
Tae Hyung membuat sayatan menyakitkan di lingkar pinggang Malaficient.
“Untuk Nam Joon Hyung. Dan terakhir untuk Sultan.”
SIIIIIINGGGGG!
Samurai Tae Hyung bersimbah darah. Tetesan darah itu mengotori jubah kerajaan yang ia kenakan. Kepala Malaficient terlepas dari tubuhnya. Genie memungut kepala itu. Tubuh kaku tanpa kepala di tanah seketika mengeriput seperti kulit manula berusia nyaris seratus tahun. Dan kepala di genggaman Genie mengelupas seperti tersiram air mendidih. Kedua mata yang sering memancarkan dendam amarah itu terlepas dan menggelinding seperti kelereng.
“Dia sudah mati.”
Genie, Elsa, dan Tae Hyung tampak puas. Mereka kembali memasuki istana, namun mereka lengah. Tubuh Malaficient yang kaku masih bergerak dengan sisa kekuatan jahatnya. Bola-bola api kecil itu mengepul di sela jari Malaficient dan berhasil menghantam punggung Tae Hyung. Tae Hyung memekik seiring Elsa dan Genie yang berbalik. Mereka melihat Tae Hyung ambruk tak bernyawa lagi.
Elsa dan Genie kembali berusaha menyerang Malaficient. Elsa menghantamkan kepingan es yang semakin menebal pada tubuh tanpa kepala yang terlilit rantai itu.
Namun tangan berkuku panjang yang terborgol itu meraih leher Elsa dan mencekiknya. Ho Seok yang baru saja keluar istana dengan dituntun Olaf seketika kaget melihat Ratu Elsanya dalam keadaan terancam nyawanya.
Genie berusaha melepaskan sihir kuat yang masih dimiliki oleh tubuh Malaficient. Untuk kesekian kali dalam hidupnya, Genie masih bisa menyaksikan mayat hidup.
Ho Seok berusaha untuk ikut menolong Elsa. Lelaki itu berlari dengan beberapa kali terjatuh akibat sendi-sendinya yang sudah merasa kaku. Seluruh rambut Ho Seok sudah murni berwarna seputih es. Ketika jari-jarinya berhasil menyentuh tangan Malaficient yang mencekik Elsa, Ho Seok menariknya dengan sisa kekuatan yang ia miliki. Dan benar, Elsa berhasil terlepas. Tetapi tidak untuk Ho Seok. Lelaki itu ditampar oleh tangan jahat Malaficient. Sebuah serangan yang mampu membuat kutukan Putri Anna menyapa Ho Seok juga. Seluruh tubuh Ho Seok membeku bak patung es.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangtan Sonyeondan and Seven Wonders
FantasyTujuh cinta, tujuh hati, dan tujuh rindu. Tak pernah terencana apapun gejolak yang akan menimpa mereka. Entah takdir apapun. Mereka tak bisa melawan. Bukan keajaiban biasa. Bukan sesuatu yang bisa disebut magic. Namun kehidupan mereka adalah jal...