unexpected midnight

30 10 2
                                    

Author's pov

Laki-laki itu terlihat sedang meratapi langit malam yang gelap gulita. Tidak ada bintang maupun bulan yang menemani langit. Sepertinya suasana langit sedang sama dengan suasana hati laki-laki tersebut. Sama-sama kosong, hampa dan sepi. 

Sesekali ia akan merapatkan jaket yang saat ini sedang ia kenakan. Angin malam mulai mengenai wajahnya. Suara jangkrik yang bersembunyi di balik rumput-rumput liar mulai menemaninya. Semua orang sudah tertidur lelap, sibuk di alam mimpi mereka masing-masing. 

Adila's pov

Diriku terbangun, melihat sekelilingku semuanya terlihat sudah terlelap semua. Aku melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, jarum pendek menunjuk angka satu dan jarum panjang menunjuk angkat tiga. Itu berarti aku sudah tidur selama lima jam lima belas menit. 

'Mencari udara segar sebentar saja mungkin tidak akan terlalu buruk', pikirku.

Aku menyibak selimut yang sedang membungkus badanku, setelah mendapatkan senter yang sengaja kubawa dari rumah, aku beranjak meninggalkan tendaku. Entah kemana kaki ini akan membawa diriku.

 Awalnya aku hanya ingin sekedar mengecek apakah masih ada panita yang terbangun atau tidak, namun sepertinya memang tidak ada yang masih terjaga. Menghelakan nafasku, akhirnya aku tetap meneruskan tujuan keduaku, yaitu mengecek daerah tenda-tenda anak cowok. Siapa tahu saja dia masih terjaga, hanya sekedar mengecek tidak masalah kan.

Sebenarnya aku tidak menjadikan ini tujuan kedua. Aku memang hanya ingin sekedar mengecek keadaan seluruh tenda, apakah masih ada orang yang masih terbangun atau tidak, dan entah kenapa dirinya ialah seseorang yang ku harap masih terjaga saat ini. 

Saat aku tiba di lokasi, aku langsung menyapu pandanganku ke sekitar. Mencari tanda-tanda jika ada yang masih terjaga atau tidak. Namun hasilnya tetap nihil. Kecewa dengan dengan realita, akhirnya aku memutuskan untuk balik ke tendaku lagi. 

Namun saat aku membalikkan badanku, aku mendengar ada yang memanggil 'Adila,' dari belakang, sangat pelan. Samar-samar aku mendengar derapan kaki seseorang mendekat. Aku sudah bersiap-siap ingin lari sekencang mungkin, sebelum sebuah tangan menepuk pundak belakangku dan satu tanganya lagi membekapku. 

"Jangan teriak," ucap orang itu di telingaku. Aku langsung menganggukan kepalaku.

Saat ia mulai melepaskan dekapannya dan memutar badanku, sepasang bola mata coklat menyabutku dan di saat itu pula seluruh ketakutan meluap dari diriku. 

"Kevin," ucapku dengan nada lega. 

Yang disebut namanya hanya tersenyum lebar dan memandangku dengan tatapan tidak berdosa. Tanpa mengeluarkan sepatah kata ia langsung menarik lenganku, membawa diriku menjauh dari daerah tenda-tenda anak cowok. Aku mengernyitkan dahiku atas perilakunya yang tiba-tiba. Namun ia sepertinya tidak menyadari kebingunganku dan terus saja membawaku entah kemana.  

"Kita mau kemana?" tanyaku akhirnya yang mengeluarkan suara deluan. Tapi yang ditanya malah tetap mengabaikan diriku. Tetap tidak mendapatkan jawaban, alhasilnya aku hanya pasrah dan membiarkan dia membawaku, aku hanya berharap ia tidak akan membunuhku. 

Namun akhirnya pertanyaanku terjawab saat Kevin melepaskan genggamannya, ia kemudian duduk di atas sebuah batu dan menepuk batu yang ada di sebelahnya, menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Akhirnya aku mengikuti kemauannya dan duduk di sampinya. Di depan kita terdapat sungai, sungai bersih yang mengalir dengan lancar. Tidak seperti sungai pada umumnya yang terdapat di Jakarta. 

"Aku baru tahu kalau di sini ada sungai," ucapku memecahkan keheningan di antara kami.

Kevin tersenyum geli, "Kita ini angkatan pertama Dil, kamunya aja yang nggak pernah ada kemauan buat menjelajah tempat ini."

"Yah, kan kalau nanti aku hilang dimakan harimau atau nggak mati konyol gara-gara digigit ular kan ngga lucu," cibirku.

"Harimau sama ular juga ogah kok ngedeketin kamu Dil," kekeh Kevin.

"Lah emangnya kenapa?" 

"Muka kamu seram."

Mendengar jawaban dari Kevin yang sangat  ringan itu berhasil membuatku mendorong pundaknya karena kesal. "Jahat," gumanku.

Namun setelah itu keheningan kembali menyelimuti kami, hanya ada suara air sungai yang mengalir. Angin malam mulai menyerang dan hal itu berhasil membuatku refleks memeluk diriku sendiri.  Kevin yang menyadari aksiku tersebut malah kembali terkekeh.

"Malah ketawa lagi."

"Siapa suruh keluar nggak pake jaket," ucapnya.

"Yah kan lupa, lagian juga kagak kepikiran kalau bakal diculik sama orang terus dibawa ke tengah hutan," balasku dengan asal.

Lalu Kevin melepaskan jaket yang terbalut di badannya dan menyerahkannya ke diriku, aku hanya membalasnya dengan mengernyitkan dahiku. "Nanti kalau kamu mati kedinginan kan aku yang ribet Kev."

Mendengar ucapanku tersebut Kevin malah menggelengkan kepalanya, "Aku nggak selebay kamu Dil, yang ada kamu yang bisa mati kedinginan. Terus aku yang kesusahan ngangkat badan kamu yang berat itu."

"Ish, Kevin kalau ngomong saring dikit kek," desisku. Lalu mengambil jaket yang melilit di lengan Kevin.

"Kamu PMS ya Dil? sensitif banget kayaknya," 

Pertanyaan Kevin hanya aku abaikan. Beberapa menit kemudian rasa ngantuk mulai menguasai diriku, akhirnya aku berakhir meletakkan kepalaku di pundak Kevin. Menunggu respon yang akan diberikan Kevin, namun dia tidak bergeming sama sekali. Akhirnya aku memejamkan mataku.

Author's pov

Keadaan langit malam yang saat ini sudah dihiasi dengan sinar rembulan, setidaknya memberikan pencerahan sedikit untuk laki-laki tersebut. Ia menyusuri jalanan yang sudah tidak beraspal, membiarkan kakinya membawa dirinya kemana pun. Kedua tangannya bersembunyi  di saku jaketnya. 

"sensitif banget kayaknya." Samar-samar terdengar suara yang tidak asing di telinganya.

Mengikuti dari mana asal suara itu, dengan sangat pelan ia melangkahkan kakinya. Hingga akhirnya ia mendapatkan sebuah pemandangan, kedua insan yang sedang duduk berdua di atas batu. Seorang perempuan bersender di pundak seorang laki-laki yang berstatus adik kandungnya sendiri.

Terukir senyuman miris di wajahnya, entah kenapa pemandangan tersebut berhasil menohok hatinya. Tidak ingin mengganggu ataupun merusak momen emas seperti ini, dengan perlahan ia mulai kembali berjalan pelan menjauh dari tempat tersebut. 


Don't forget to Vote :)







He's (not) Mine [On Hold!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang