Adila's pov
Permainan berlanjut, saat ini sudah pukul empat sore. Permainan yang dimainkan hari ini persis seperti dua tahun yang lalu. Setelah bermain flying fox, kami melanjutkan bermain di danau. Di bagian pinggir danau sebelah kanan dan kiri masing-masing ditancapkan sebuah tiang, kemudian terdapat dua tali tambang yang sangat panjang diikatkan pada kedua tiang tersebut, sehingga tali tersebut melintasi danau, tali pertama untuk diinjak dan tali kedua untuk dipegang.
Peraturan bermainnya cukup mudah, dua orang berjalan di atas tali tersebut secara bersamaan dari arah yang berlawanan dan tidak boleh terjatuh ke danau. Saat kedua orang berpas-pasan mereka harus bisa saling melewati satu sama lain.
"Kamu bisa mainnya?" tanya Regina yang saat ini sedang memakai pelampungnya.
Aku menatap kosong ke arah danau tersebut dan mengalihkan pandanganku ke Regina kembali. "Nggak, palingan nanti baru beberapa langkah juga aku bakalan lompat kok," ucapku dengan santai.
Regina membelakkan matanya, "Kamu mau lompat ke danau gitu?"
Aku menganggukan kepalu dengan mantap. "Memangnya ada yang salah? danau ini jernih dan dingin kok, lumayan lah buat nyegarin badan."
"Tapi nanti baju kamu kan basah," ucap Regina yang tersirat ada nada ragu dan khawatir.
Aku terkekeh geli menatap wajahnya, "Percaya deh, kurang lebih cuman bakalan ada sepuluh orang yang sanggup jalan di tali tambang itu."
Regina hanya menganggukkan kepalanya, mungkin dia masih bingung. Jelas sekali peraturan bermainnya adalah 'jangan terjatuh dari tali.' Tapi peraturan dibuat untuk dituruti dan dilanggar bukan? berarti tidak salah jika aku memilih pilihan kedua.
Kami menunggu giliran kelompok kami untuk maju, berhubungan kami adalah kelompok dua belas seharusnya kami melawan kelompok kedua. Tapi entah kenapa kami malah melawan kelompok pertama, yang berarti aku akan melawan kelompok Ava dan di dalam kelompok tersebut juga ada Kevin. Astaga apakah ini yang dinamakan kebetulan?
Tapi saat ini adalah giliran kelompok dua yang sedang melawan kelompok tiga belas. Seketika aku tersenyum lebar saat menyadari bahwa sekarang adalah giliran Nesya, dan lawannya adalah Aldo. Aku tahu sekali bahwa Nesya menyukai Aldo seperti aku menyukai Kak Kevlar, hanya saja Nesya tidak segila diriku.
Aku memperhatikan Nesya dari kejauhan, kedua tangannya berpegangan kuat di tali tambang tersebut, dan kakinya berusaha keras untuk terus berjalan sambil menjaga keseimbangan tubuhnya. Di sisi lain, Aldo sudah setengah perjalanan. Ia terlihat sangat mahir berjalan di atas tali tambang tersebut.
"Ayo Nesya. Kamu pasti bisa!" teriakku, menyemangati dirinya yang belum menyerah.
Aldo yang saat ini sudah berada di dekat Nesya, mau tidak mau harus berhasil melewati tubuh Nesya tanpa terjatuh. Nesya mulai mengigit bibirnya saat tali tersebut mulai bergoyang-goyang, bobot tubuh mereka berdua membuat tali tersebut menjadi tidak seimbang.
Tapi tiba-tiba Nesya melakukan sesuatu yang sama sekali tidak diduga. Ia lompat sambil mendorong tubuh Aldo sehingga menjatuhkan tubuh mereka berdua secara bersamaan. Melihat aksi tersebut berhasil membuat diriku tertawa, agresif sekali dirinya. Semua orang yang melihat aksi tersebut juga nampaknya sangat terhibur, termaksut Regina yang saat ini sudah terkikik sendiri.
Tidak lama kemudian, giliran untuk kelompok kami pun tiba. Aku melihat sekelilingku, anak-anak yang ada di kelompokku terlihat sangat antusias dengan permainan yang satu ini, semuanya kecuali dirinya.
Aku memutar badanku dan melihat Tristan yang berdiri di belakangku. "Mau jalan barengan sama Ava biar bisa modus kayak Nesya tadi nggak?" tawarku.
Tristan melemparkanku dengan tatapan aneh. "Aduh Dil, aku tuh bukan kayak kamu yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Aku sama Ava udah pacaran dua tahun, modus-modus kayak gitu mah udah basi," ucap Tristan dengan pede.
Aku berdecak kesal, mau Ava atau Tristan keduanya menjengkelkan. Tidak heran kenapa mereka bisa menjalin hubungan ini sampai sekarang. "Ya udah, mau atau nggak nih?"
Tristan menatapku sebentar sebelum akhirnya ia menganggukkan kepalanya, akhirnya kami segera bertukar posisi. Paling tidak dengan begini aku bisa menunda giliranku walaupun hanya sebentar.
Namun tentu saja cepat atau lambat giliranku akan tetap datang juga. Aku mulai menyiapkan diri sebelum melangkahkan kaki untuk menginjak seutas tali, tanganku mencengkram kuat tali tambang di atas untuk berpegangan. Saat aku mengarahkan pandanganku ke depan, terlihat Kevin yang sudah mulai berjalan secara perlahan ke arahku.
"Oh tuhan, dari sepuluh anak yang lain apakah harus dia yang jadi lawanku?" gumanku.
Baiklah mari kembali ke rencana awal, setelah lima langkah atau mungkin lebih, aku akan melompat. Akhirnya aku mulai mengambil nafas dan mengeluarkannya secara perlahan. Aku mulai melangkahkan kaki ku ke depan, begitu pula dengan tanganku yang ikut bergerak dan berusaha untuk menjaga keseimbangan.
Tanpa sadar, diriku ternyata sudah berada di tengah-tengah tali dan jarak Kevin dengan diriku hanyalah tiga langkah. Kevin melemparkanku tatapan menantang dan menyeringai ketika melihat diriku mulai kehilangan keseimbangan, melihatnya memberikan tatapan seperti itu membuatku tidak jadi ingin melompat. Alhasilnya aku memaksa diriku untuk terus berjalan.
Saat kami sudah berhadap-hadapan, kami diam di tempat untuk sesaat. Aku mulai meletakkan kaki kananku di belakang tubuhnya, membuat jarak antara tubuh kami menjadi sangat dekat. Aku bahkan sampai bisa merasakan nafasnya yang menerpa wajahku.
Aku mulai mendengar kericuhan dari anak-anak yang lain. Aku mulai kehilangan kosentrasi dan keseimbangan tubuhku mulai melemah, spontan aku memegang lengan Kevin dan terjatuh dari atas tali. Kami berdua terjatuh dan menyebur danau secara bersamaan.
Aku mulai berenang ke permukaan sebelum tangan iseng Kevin mulai memegang lenganku, dan seketika kejadian semalam kembali terputar di otakku, membuatku secara spontan menghentakkan tangannya. Tidak ingin tahu bagaimana reaksinya atas sikap kasarku, diriku langsung berenang ke tepian sebelum akhirnya Regina membantuku untuk keluar dari air.
Tubuhku mulai menggigil kedinginan, Tristan datang menghapiriku lalu ia menyodorkan sebuah jaket. Tidak peduli siapa pemilik dari jaket tersebut aku mulai menyambar jaket tersebut dari tangannya dan buru-buru menggunakannya.
"Seru kan?" tanya Regina.
Aku tertawa kecil dan menganggukkan kepalaku. "Seru lah, cuman kedinginan aja."
Regina tersenyum kecil. "Yang tadi jadi lawan kamu siapa namanya?"
"Oh, itu namanya Kevin. Dia adiknya Kak Kevlar."
"Hah serius?" Regina membelakkan matanya, aku hanya terkekeh dan menanggukkan kepalaku.
"Kok nggak mirip ya?" tanya Regina, pertanyaan sama yang aku lontarkan saat aku pertama kali mengetahui fakta tentang Kevin dan Kak Kevlar adalah saudara kandung. Akhirnya topik pembicaraan ini berambat kemana-mana, aku dan Regina membahas banyak hal.
Sampai akhirnya setelah sekian lama menunggu permainan ini berakhir, panitia pun memperbolehkan kami semua balik ke tenda masing-masing untuk mandi dan mengganti baju.
Don't forget to vote and comments :)
KAMU SEDANG MEMBACA
He's (not) Mine [On Hold!]
Ficção AdolescenteAdila Tiara Agitha, mengalami banyak hal yang sama sekali tidak pernah ia duga. Kenyataan yang terus saja selalu di luar ekspetasinya. Hal-hal kecil yang terjadi dan berakhir dengan dampak yang besar. Perempuan tersebut sampai kewalahan sendiri deng...