Day 4

10 3 0
                                    

Adila's pov

Sakit, satu kata yang cocok untuk menjelaskan apa yang sedang aku rasakan saat ini. Diriku sudah sadar namun mataku terlalu berat untuk dibuka. Aku dapat merasakan adanya kehadiran seseorang di sampingku, hanya karena mataku tertutup bukan berarti aku tidak bisa merasakan, karena jelas sekali ada seseorang yang sedang menggenggam tanganku. 

Aku berusaha sebisa mungkin untuk membuka kedua kelopak mataku, dan saat aku berhasil pandangan pertama yang aku dapat adalah kepala seorang laki-laki. Ia sedang duduk di kursi dengan kepalanya yang terletak di atas satu tangan kirinya yang terlipat di atas kasur yang sedang ku tempati. Sepertinya aku mengenali orang ini.

Tangan kananku bergerak untuk mengelus rambutnya, entah apakah ini mimpi yang menjadi kenyataan atau mimpi yang artinya sebentar lagi aku akan terbangun. Tidak peduli dengan keduanya, yang terpenting aku bisa menikmati momen ini.

Entah sudah berapa lama aku terbaring di atas kasur ini, tapi satu hal yang pasti, aku sangat lapar. Ditambah lagi badanku terasa sangat lengket, oh betapa rasanya aku ingin bangun dari kasur ini untuk melakukan rutinitas yang sudah seharusnya aku lakukan.  Tapi di saat yang bersamaan aku belum ingin meninggalkan laki-laki di sampingku ini, paling tidak aku masih ingin merasakan keberadaannya.

Tidak lama kemudian aku mendengar suara erangan yang berasal dari laki-laki di sampingku, ia mulai menggerakkan tubuhnya. Kemudian ia mengangkat kepalanya, membuat tatapannya bertemu dengan milikku dan secara spontan ia melepaskan genggamannya. Seperti biasa matanya berwarna merah, bukan merah seperti vampir. Ia menatapku dalam, atau mungkin ini hanya perasaanku karena sungguh rasanya dunia seperti berhenti berputar.

"Kak?" panggilku yang akhirnya memberanikan diri untuk berbicara deluan.

"Hm," gumannya pelan.

"Kakak nemenin aku semalaman?" tanyaku ragu-ragu.

"Iya."

Aku hanya menghelakan nafasku secara gusar, ingin sekali rasanya aku menanyakan alasan kenapa dia mau menemaniku semalaman.  Namun aku tahu ia tidak akan menjawabnya atau mungkin ia hanya akan mengedikkan bahunya atau yang lebih parahnya lagi ia akan berpikir aku ini menjengkelkan dan dia malah akan meninggalkanku sendirian. Sudahlah lebih baik aku tidak melemparkan pertanyaan yang aneh-aneh.

Setelah itu aku mengalihkan pandanganku dari Kak Kelvin dan menatap langit-langit tenda dalam diam. Keheningan kembali menyelimuti kami, sedikit canggung namun aku menikmatinya. Aku kembali menutup kedua mataku, sampai akhirnya perutku membuat suara aneh, alhasilnya wajahku berubah menjadi merah.

"Hehe, laper kak," ucapku pelan yang berusaha untuk menahan malu.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Kak Kevlar langsung berdiri dari kursinya dan melongos pergi keluar dari tenda ini. Aku yang ditinggal sendiri hanya bisa menatapnya dengan bingung. 

"Beruang kutub sialan," dumelku. 

~ ~ ~ 

Author's pov

laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju ke salah satu panitia yang sedang sibuk berbicara ke salah satu anak perempuan yang seumuran dengan Dila. 

"Kak, Dilanya udah sadar. Aku boleh minta makanan untuk Dila nggak kak?" tanya laki-laki itu.

Anak perempuan yang berdiri di samping kakak panitia menatap laki-laki itu dengan tatapan penasaran. Insiden kemarin berhasil menarik banyak perhatian anak-anak di summer camp, apalagi bagi kaum hawa. Seorang Kevlar bukanlah tipe laki-laki yang suka tebar pesona, ia tidak suka diperhatikan oleh orang-orang terutama yang tidak ia kenal.  

Sayang sekali kejadian kemarin membuatnya menjadi  salah satu trending topic yang dibicarakan oleh anak-anak, dari yang lumayan dekat sampai yang sama sekali tidak kenal dengan dirinya. Tentu laki-laki yang bernama Kevlar itu tetap cuek akan hal tersebut, sebisa mungkin ia berusaha untuk mengabaikan perhatian dari orang-orang. 

Tidak lama kemudian kakak panitia tersebut kembali dengan satu kantong plastik berwarna hitam di tangannya, ia menyerahkan kantong plastik tersebut ke Kevlar. 

"Ini Kev, makanan buat Dila."

"Oh iya kak, makasih."

Setelah itu Kevlar beranjak kembali ke tenda di mana Dila berada, padangan pertama yang ia dapat saat memasuki tenda tersebut adalah tubuh seorang gadis yang sedang terbaring di atas ranjang, seorang gadis yang berhasil membuat dirinya berubah menjadi sosok yang lebih hangat.


Adila's pov

"Dila," suara berat yang khas memanggil. Aku sigap duduk di atas ranjang yang sedaritadi aku tempati. Aku melihat dirinya membawa satu plastik berwarna hitam, tanpa banyak tanya aku mengulurkan tanganku untuk mengambil plastik tersebut. 

"Makasih," ucapku pelan saat menerima plastik yang berisi makanan tersebut. 

Kevlar menganggukan kepalanya, dan tanpa mengeluarkan suara, ia pergi meninggalkanku sendirian di tenda.

"Dasar aneh," gumanku. Tersirat perasaan kecewa yang mendalam, namun aku tidak mau menghiraukannya. Sudah dari dulu dirinya memang aneh, apa yang aku harapkan? dia menyuapi ku, terlalu mustahil untuk menjadi kenyataan.

Mengaibaikan perasaan tersebut aku langsung membuka plastik yang diberikan oleh dirinya. Bau bubur ayam menyeruak ke indra penciumanku, terulas senyuman di bibirku. Paling tidak bubur ayam ini akan menjadi awal hari yang tidak terlalu buruk. 

Aku melahap bubur tersebut dan mengambil botol mineral yang berada di dalam plastik hitam tersebut. Sesekali aku melihat ke arah pintu tenda, berharap dirinya akan kembali walaupun hanya untuk sebentar. 

Tapi aku tahu harapan tersebut hanya akan sirna menjadi rasa kecewa. Menginggat dirinya yang menemaniku semalaman benar-benar membuat diriku senang. Tetapi mengetahui dirinya hanyalah terpaksa untuk menemaniku juga membuat diriku sedih.

Harapan lebih selalu saja datang, tidak peduli betapa kerasnya diriku untuk mengalihkan pikiranku dari dirinya. Jikapun sudah ada usaha, akan tetap percuma jika kata hati bertolak belaka dengan kemauan otak.

Menghelakan nafas, aku memilih untuk berhenti memikirkan perasaanku terhadapnya untuk sejenak. Kepalaku hanya akan bertambah pusing jika aku terus saja menghiraukan pikiran ini. Aku menyuapkan diriku sendiri sesendok bubur dan mengunyahnya dengan pelan. 

Suasana hening terpecahkan saat derap kaki yang menginjakkan kaki di atas rerumputan, pintu tenda terbuka. "Dila," ucapnya.

"Kevin," panggilku balik.

"Kamu nggak kenapa-napa kan?" tanyanya. 

Tersenyum kecil, aku menganggukan kepalaku. "Aku baik kok," balasku singkat.

Ia duduk di atas kursi yang Kevlar tempati semalaman saat menemaniku. "Buburnya makan tuh, mau aku suapin?" tawarnya.

"Nggak usah Vin, aku bisa kok," kekehku kecil.

Kevin hanya tersenyum kecil dan menganggukkaan kepalanya. "Yaudah, tapi aku temeni ya," tawarnya. 

'Kenapa sifat Kavlar tidak bisa ditukar saja seperti sifat Kevin' batinku berkata.











Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

He's (not) Mine [On Hold!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang