Resolusi (Bagian terakhir)

246 28 56
                                    

     "Oppa, bangun!" Seorang gadis mengoyak pelan pakaian Seo Eunkwang di balik selimut biru yang bertengger berantakan di atas tubuh laki-laki itu.

     "Heol, dia tidur atau mati sih?" sambung Jung Ilhoon.

     "Hei, Ilhoon~ah, kau pernah tidur lebih lama dari dia." Hyunsik berkomentar.

     "Benarkah? Kapan? Di mana? Apa aku memecahkan rekor tidur terlama di antara kita bertujuh? Tapi itu kan hobi Changsub~hyung.. seingatku aku tidak pernah tidur melebihi waktu tidur Changsub~hyung," kilahnya.

     "Kau mau mati?" Changsub tersipu. Ia menahan malu. Di sana Aurora mengikuti perbincangan mereka. Bersama Ana dan Sungjae, ia menyaksikan perang mulut itu untuk kesekiankalinya tiap pagi.

     Dua Minggu sudah berlalu semenjak mereka berhasil melancarkan misi yang sulit: misi pertaruhan nyawa yang tidak main-main. Beberapa dari mereka terluka, sempat menjadi sandera, juga nyaris kehilangan pancaindera. Namun itu hanya berlalu. Ketujuh orang itu benar-benar kembali sesuai janjinya. Basecamp para robot yang mereka tuju kemudian menjadi tempat istirahat paling nyaman sepanjang sejarah.

     "Biarkan saja dia, Melody. Ngomong-ngomong, sejak beberapa hari terakhir kau selalu repot membangunkan Eunkwang~i. Kau suka dia?" tanya Minhyuk tiba-tiba.

     "Ng?"

     "Kau suka Eunkwang? Dibanding aku?" Minhyuk bertanya sekali lagi. Ia memastikan, karena sepertinya ada yang salah.

     "Umm itu... Aku sebetulnya suka empat orang di sini, oppa. Tidak, tidak, aku suka Minhyuk~oppa juga," jawab Melody sambil tersenyum lebar. Minhyuk memanyunkan bibirnya lalu bertanya sekali lagi.

     "Siapa itu? Siapa saja?"

     "Eunkwang~oppa, Minhyuk~oppa, Peniel~oppa, Hyunsik~oppa..." Polos, Melody menyebutkan nama empat orang itu satu per satu, membuat semua orang yang ada di ruangan itu terbengong-bengong hingga tak dapat mengatakan apa-apa.

     "Aku? Menyukaiku?" tanya Hyunsik.

     "Aku juga? Ngghhhh..." Peniel menyandarkan punggungnya ke tembok dan menggelengkan kepala.

     "Heol, bagaimana denganku? Hei, Melody, jangan katakan kau melupakanku. Kau bilang hanya empat? Harusnya lima, bukan?" protes Ilhoon.

     "Itu.. Hyunsik~oppa bilang, kau adalah laki-laki sejati yang lingkungannya tidak mudah menjadi merah muda, Ilhoon~ah. Jadi kupikir aku lebih menyukai laki-laki yang imut seperti mereka daripada laki-laki yang tidak mudah jatuh cinta," ujar Melody menampar pahit kenyataan Ilhoon.

     "Omo.. gadis ini.. Changsub~hyung, bantu ak.. Changsub~hyung???!!! Kemana diaaaa????!!" Ilhoon mendadak menggila.

     "Anu, dia tadi diam-diam mengajak keluar Aurora. Jangan cari Sungjae juga, karena dia sedang bermanja-manja dengan nunanya di sana," jawab Minhyuk sambil menunjuk ke ruang yang dindingnya transparan. Di sana terlihat maknae berdua Ana tengah berbincang ringan, entah tentang apa.

     "Oke, writer~nim, harusnya aku gugur saja di medan perang." Ilhoon pergi ke ruangannya setelah menggerutu padaku.

     Keindahan Aurora di langit Jikjik masih terus bertahan hingga sejauh ini. Mungkin saja itu akan menjadi warna langit tetap kota Jikjik yang kemudian menjadikan cerita kota mendung yang gersang hanya dongeng belaka. Slow blue ocean itu terlihat dari basecamp para robot, sangat jelas di bagian menara basecamp.

     "Mereka sangat lucu, teman-temanmu itu, mengapa kau mengajakku pergi dari sana, Changsub~ah?" tanya Aurora.

     "Karena kau selalu melihat mereka, ya seperti sekarang. Tidakkah kau pikir aku juga lucu?" Changsub meminta penjelasan.

     "Kau imut."

     Changsub menggigit bibir bawahnya, memainkannya seperti itu beberapa kali, ia gugup. Satu kalimat pendek yang terlontar dari mulut Aurora membuatnya tak bisa berhenti menggerakkan tubuhnya. Mendadak suasana di sekitar mereka memanas. Changsub berpeluh.

     "Umm ... Aku tidak imut. Aku keren." Tandasnya.

     "Kau imut saat mengatakan itu, Changs." Aurora mengerlingkan sebelah matanya, menebar aura merah muda di sekitar Changsub, lalu melenggang pergi meninggalkan laki-laki yang tak bisa mengontrol ritme jantungnya itu. Dengan wajah datar, pipi Changsub merona. Ia lalu tertawa diam-diam: aku sudah gila.

***

     "Sungjae~ah, apa kau pikir Melody benar-benar jatuh cinta dengan mereka berempat?" tanya Ana.

     "Entahlah. Siapa tahu? Mungkin saja dia juga menyukaiku, bukankah itu bagus?" jawab Sungjae ringan. Ia memelintir rambutnya hingga beberapa berdiri, menjulang ke atas.

     "Oh baiklah, kalau begitu aku pamit. Sepertinya Ilhoon butuh seseorang..." Ana bangkit dari tempatnya dan hendak membuka pintu ruangan ketika Sungjae tiba-tiba menarik tangannya lalu mendorong gadis itu ke dinding yang transparan.

     "Kenapa tiba-tiba mau pergi, Nuna?" Ia mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Ana, hanya berselisih beberapa sentimeter.

     "Ada apa denganmu? Lepas!" Ana memberontak pelan.

     "Kau marah karena aku mengatakan hal itu dengan mudah ya? Kenapa marah? Kan aku hanya mengatakan 'itu bagus'."

     "Aku tidak marah atau apa pun itu seperti yang kau bilang..."

     "Ahaa.. kau dalam bahaya, Nuna. Kau tidak akan selamat dariku. Kau ketahuan." Mendadak Sungjae mengesampingkan wajahnya, mendekatkan mulutnya ke telinga Ana, dan membisikkan hal itu seperti tengah mendikte sesuatu: pelan, jelas, dan menggoda. Dia benar-benar iblis.

     Ana membelalakkan mata ketika Sungjae mengakhiri kalimat itu sembari menempatkan bibirnya di pipi si gadis. Spontan, ia mendorong Sungjae untuk mundur, namun Sungjae kembali mendapatkan Ana, kali ini bukan pipinya.

     "Omo!! Maknae~ahhh!!"

     "Eunkwang~oppa! Kau sudah bangun? Itu.. Jangan dilihat!! Aku di sini.."

     "Hei hei... Apa yang akan kau lakukan, Melody?" Peniel syok berat.

     "Andwaeeeeee!!!! Eunkwangi!!" Minhyuk dan dua orang lain refleks menjauhkan keduanya.

- e n d -

[2017] A BUNCH OF DEMONS WHO FALL IN LOVE ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang