Di ujung sebuah jalan diriku terpaku
Termenung, menatap sosok itu lagi
Setiap hari aku bertanya, apakah masih ada yang tertinggal?
Aku berharap tidak-Author-
🕊
Ini Ava B. Liona
Bindi hanya untuk Nirmala, namun kenyataan berubah meruntuhkan dunia ku. Bindi atau Liona? Terkadang aku pun tidak bisa memilih. Hal yang aku tahu pasti, hanya Nirmala yang pantas menyebut nama tengah ku, karena ia mengenal, melihat, bersenda gurau dengan aku sebelum kehancuran ku.
Setelah Nirmala pergi, aku memutuskan untuk menutup hati ku dan melarang siapapun memakai Bindi untuk memanggil ku. Jika aku bisa pun, aku lebih memilih menghapus nama tengah itu.
Seseorang pernah menanyai ku soal itu, aku tidak mampu menjelaskan tetapi aku hanya menjawab; "Bindi adalah aku yang dulu dan hanya satu orang saja yang bisa melihat seorang Bindi."
Aku tidak marah terhadap Dinda yang memanggil ku dengan nama itu, walaupun alasan nya sama, namun Nirmala melihat ku lebih dari alasan itu.
Ia tidak akan pernah melihat Bindi, mungkin aku harus mengatakan kepada nya kalau aku keberatan dengan nama itu sebagai panggilan. Mungkin terdengar aneh, seperti Bindi dan Liona adalah dua orang yang berbeda.
Namun, aku sesekali menyadari bahwa mereka memang seperti dua orang yang berbeda, mendiami satu tubuh. Bindi sudah terlalu lama tertidur didalam sana.
Bindi yang ceria walau pendiam, Bindi yang punya segudang harapan, Bindi adalah sebuah simbol kebebasan, Bindi yang selalu berbinar dan menatap dunia dengan senyuman nya. Sesekali ia tertidur, namun Nirmala hanya untuk Bindi, hanya dia yang bisa membangkitkan Bindi.
Dia adalah masa kecil ku yang dilihat hanya dari mata Nirmala.
Untuk Nirmala dan aku, aku pernah berharap bahkan untuk hari ini pun aku berharap, kita masih bersahabat sampai dewasa nanti.
🕊Untuk pertama kali nya,
Ini Nirmala SahiraTerkadang aku seperti tidak merelakan Bindi untuk pulang ke rumahnya sendiri. Aku lebih senang kalau dia menginap di rumahku, karena hanya dia satu-satu nya teman yang paling sabar dalam menghadapi ku. Aku yang bawel dan egois.
Menurutku, dia anak yang aneh. Pendiam, makanya dia tidak punya teman. Tetapi justru itu yang membuat ku senang berteman dengannya, walaupun di saat tertentu aku kesal karena sifat pendiam nya yang membuat dirinya tidak bisa melawan saat murid lain mengganggunya.
Aku ingat saat itu hari Senin pagi, dia terlambat masuk sekolah dan menerima hukuman dari Kepala Sekolah nya. Bindi berjemur di tengah lapangan, sambil hormat kepada bendera merah putih. Awalnya aku merasa ia akan baik-baik saja, tetapi beberapa menit kemudian muncul sekelompok murid laki-laki, dua tahun di atas kami meledeki dan menertawakannya.
Saat itu pun aku kira ia akan melawan, tetapi dugaan ku sepenuhnya salah. Bindi malah menangis sesenggukan, dan semakin menjadi - jadi setelah sekelompok murid itu melemparinya dengan botol plastik.
Tanpa berbasa-basi aku berlari menuju lapangan, menarik kerah baju salah satu murid itu dari belakang lalu aku menendang bokong nya sampai ia tersungkur. Aku melakukannya sedikit sulit karena tubuhnya dua kali lipat besar dari tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little BIRD : Junior High School (On going)
Teen FictionWarning : Berisikan SelfHarm, Bullying dan scene percobaan suicide. Tolong dibaca dengan bijak. Jangan lupa Vote, komen nya ya. Itu salah satu bentuk apresiasi untuk penulis. Terimakasih Selamat membaca 🕊 Segalanya yang terangkum dalam sebua...