3. Vas Bunga Nirmala

45 23 7
                                    

Liona POV

Tahun 2006

Hari ini aku main kerumah Nirmala lagi, Rizal juga ikut bersama ku. Kami tiga sekawan yang aneh, Rizal teman sekelas ku; bertubuh gempal dan berkulit hitam, dia mempunyai gangguan pada keadaan fisik nya yang setiap saat selalu berkeringat dan mengeluarkan lendir dari hidungnya.

Sapu tangan dan tisu adalah jimat nya dan tidak boleh hilang dari pandangannya. Walaupun begitu, dari sekian banyak teman hanya dia yang sedikit lebih mengerti aku.

Di mataku, Nirmala adalah seorang gadis yang teramat sempurna. Baik dalam fisik dan kehidupannya. Putri tunggal dari salah satu pebisnis ternama di negara ini, mempunyai keluarga lengkap dan harmonis.

Apapun yang ia mau, walaupun tidak ia butuhkan--pasti akan dituruti oleh papa dan mama nya.

Dia tidak akan menunggu lama untuk mendapatkan apa yang ia mau.

Terkadang terbesit sesuatu yang terasa asing. Aku pernah bertanya pada mama soal itu. Dan mama menjawab;

"Bersyukur lah Liona... iri itu perbuatan yang sangat tidak baik."

Aku masih tidak mengerti, apakah aku benar-benar iri atau aku hanya ingin sedikit dari apa yang ia punya.
Seperti sekarang, perasaan itu muncul lagi saat Pria yang di panggil Papa itu sedang bermain dengan Nirmala.

Sedangkan aku dan Rizal berada di kamar nya yang bersebelahan dengan ruang tamu. Menonton acara musik di TV, tetapi pikiran ku terus tertuju pada suara yang sedari tadi mengganggu pendengaran ku.

Aku mendengar tawa, sebuah tawa yang sangat indah, efek dari tawa itu sangatlah cepat. Baju ku kusut di bagian dada, karena sesuatu seperti melumat ku di dalam sana.

Aku hanya tidak mengerti.

"Li, kamu kenapa?" tiba-tiba Rizal menepuk pundak ku pelan. Membuat ku tergagap, karena ada setitik air di pipi ku. Segera aku mengusap nya, dia memandangi ku tak mengerti.

"Kamu gak tidur siang?" Tanya nya lagi. Aku hanya menggeleng pelan dan tersenyum.

Ia mengusap peluh yang merembes di dahi sampai ke rahang gempal nya. Aku tidak yakin dia akan bertahan lama tanpa pendingin ruangan.

Tanpa berkata-kata, ia berpindah tempat ke ranjang, menggulung dirinya di balik selimut tebal dan terlelap.

Tak biasanya mata ku tak merasa kantuk kalau siang, pandangan ku mengedar ke seluruh ruangan. Untuk kesekian kalinya aku takjub dengan kamar Nirmala yang sangat terbilang mewah untuk anak berusia tujuh tahun seperti dia.

Nirmala kembali ke kamar sambil mendekap boneka beruang kecil nya yang lucu. Bulu nya sangat halus dan putih bersinar, aku tidak pernah di izinkan olehnya untuk menyentuh benda itu barang sedikit pun.

Tetapi aku tidak terlalu peduli. Dari seluruh barang mahal yang ada di rumah Nirmala, hanya satu yang membuat ku benar-benar tertarik.

Vas bunga, dan juga isinya.

Nirmala pernah bilang bahwa itu adalah ikebana; seni merangkai bunga dari Jepang dan vas nya pun dikirim langsung dari negara itu.

Aku suka, suka dengan ukiran halus dari vas itu, bentuk nya yang unik dan mungil membuat ku sangat ingin memeluk nya.

Tetapi sekali lagi, kecantikan itu hanya bisa aku pandang dari ujung ruang tamu. Nirmala kurang suka kalau sudah menyangkut vas itu. Mungkin nyaris seluruh benda di rumah ini tidak boleh tersentuh.

"Bindiiii.. kita makan yuk."

Ia menarik tangan ku, ajakannya seperti sebuah perintah yang tidak bisa kau tolak. Dan perintah nya seolah sebuah titah seorang Ratu yang pastinya tidak akan bisa kau bantah.

A Little BIRD : Junior High School (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang