Ketika Dia Kembali

26.8K 2.6K 180
                                    

Sebelumnya makasih banget buat yang nggak pernah absen vote dan komentar . Yuhuu itu bikin semangat banget tauuu...

***

Apa yang Rian lakukan padaku barusan adalah hal yang sangat tidak pantas. Aku terus menerus membasuh wajahku untuk menghilangkan sisa-sisa Rian terutama bibirku. Ya Tuhan, aku menatap pantulan diri di cermin, betapa menyedihkannya.

Mungkin kalian berpikir aku lemah, bahkan sangat lemah, kalian juga menganggap aku bodoh karena tak bisa melawan. Aku terima ucapan kalian, karena mungkin kalian belum pernah ada di posisiku. Aku yang menjalani, aku jelas tahu betapa sulitnya melewati hari seperti ini.

Kalian tak pernah tahu betapa sulitnya aku menjalani hari di tahun-tahun pertama pengkhianatan yang Rian lakukan. Aku depresi, aku trauma. Dan hanya Ibu yang paling mengerti posisiku, ditambah kehadiran Elsa yang membantuku menghadapi hari-hari kelam itu menjadi lebih baik.

Dan sekarang aku di hadapkan langsung untuk sering bertemu si pengkhianat itu. Kalian pikir ini mudah bagiku? Ini sulit, sangat sulit. Oke, bagi kalian sangat mudah, karena kalian bukan ada di posisiku, faktanya berbicara lebih mudah dari pada menjalani.

Dan sekali lagi, kalian pikir aku lemah? Oke, mungkin aku lemah. Tendangan di alat vitalnya tadi belum seberapa, aku sebenarnya bisa lebih dari itu. Asal kalian tahu, aku selalu berusaha menahan diri. Andai saja aku tak bisa menahan diri, pasti pengkhianat itu sudah masuk ke liang lahat. Aku tak mau masuk penjara sia-sia.

Melenyapkan tak akan membuat semua jadi lebih baik, malah sebaliknya aku akan membuat Elsa dan Ibu sedih. Jadi, aku biarkan karma yang melakukan tugasnya. Aku yakin, karma tak pernah salah alamat. Kalau menurut kalian apa yang aku lakukan adalah salah, aku tak peduli. Aku Dara, tidak semua bisa  sanggup berada di posisiku. Saat semua orang hanya bisa berkomentar, aku hanya bisa tersenyum karena aku punya cara tersendiri. Jika kalian tak setuju, mari bertukar posisi. Lidah tidak bertulang, realita tak semudah apa yang terucap.

Setelah semua terasa lebih baik, aku harus kembali ke ruangan. Sebisa mungkin aku tersenyum, tak ada yang boleh tahu betapa menyedihkannya hari ini. Aku kuat, aku bisa, biar aku yang menyimpan ini sendirian.

Begitu sampai ruangan, aku langsung duduk. Aku memeriksa ponselku ternyata lagi-lagi ada panggilan tak terjawab dari Aldi. Ya Tuhan, kenapa ia selalu menghubungi di saat yang tidak tepat?

Tanpa pikir panjang lagi, aku kemudian menelepon balik Aldi. Hal yang terjadi pagi tadi pun terulang, untuk apa Aldi menghubungiku kalau setelahnya ia kembali tidak aktif.

Ya, hanya terdengar suara operator yang mengatakan kalau nomor Aldi tidak aktif.

***

"Sebenarnya kamu kenapa, Dara?" Ini sudah ketiga kalinya Rizal bertanya seperti itu. Kami sedang makan siang di kantin.

Apa Rizal terlalu peka sehingga ekspresi kesedihan yang sudah kusembunyikan semaksimal mungkin dengan mudah ditebak olehnya. Bahkan terakhir kali melihat cermin, aku rasa mataku tak sembab lagi.

"Aku baik-baik aja, Rizal."

"Cerita lah kalau ada masalah," ucapnya lagi. Ya Tuhan Bang Zali benar-benar peka.

"Cuma masalah biasa kok," jawabku.

"Masalah biasa? Yakin? Apa ini tentang Pak Rian?"

Aku terkejut saat mendengar pertanyaan Rizal. Dari mana ia tahu tentang lelaki berengsek itu? Sontak aku yang sedang makan hampir saja tersedak, langsung saja kuminum air yang ada di hadapanku.

Dara : Menemukan Ayah untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang