MAAF

27.3K 2.3K 171
                                    

Dan ternyata wanita itu adalah...

Aku tidak tahu, sama sekali tidak tahu. Usianya kuperkirakan lewat kepala lima. Mungkin seumuran dengan Ibuku. Rambutnya juga sudah memutih. Namun ia masih terlihat segar.

"Iya?" tanyaku.

"Kamu beneran Dara?"

Aku mengangguk, "maaf ini siapa, ya?"

“Perkenalkan, tante mamanya Rizal,” ucap wanita itu sambil menjabat tangan, akupun membalasnya hingga kami bersalaman.

Apa aku tidak salah dengar? Bahkan aku belum pernah sekalipun bertemu dengannya, kenapa ia bisa tahu namaku?

“Rizal banyak cerita tentang kamu,” katanya lagi, kami kemudian saling melepaskan tangan masing-masing.

“Dari mana tante tahu?”

Sebelum menjawab, wanita itu tersenyum sangat manis. Kuperhatikan alisnya tebal, aku rasa alis itu yang diwariskan pada Rizal.

“Rizal ngasih tahu foto kamu, makanya tadi tante nanya dulu ini Dara bukan takut salah orang soalnya mirip banget sama di foto, dan ternyata aslinya lebih cantik.”

“Makasih, Tante.”

“Oh ya, ke sini sama siapa?” tanya wanita itu, “Sama Rizal, bukan?”

“Bukan, Tante.”

“Rizal pasti udah pulang, dia emang kalau pulang kerja langsung ke rumah, kalau terlambat pulang alasannya ya satu, habis nganter Dara,” jelas wanita itu kemudian tertawa.

Aku hanya meresponnya dengan senyuman, aku tak menyangka kalau Rizal menyimpan foto-fotoku. Tapi, foto yang mana? Terlebih memberitahukan pada mamanya. Kurang kerjaan sekali.

“Tante duluan, ya. Udah ditungguin. Biasa, ibu-ibu arisan,” ucapnya.

“Iya, Tante,” jawabku.

“Salam kenal ya, semoga next time bisa ketemu lagi.”

Aku merespon dengan menganggukkan kepala dan tersenyum. Wanita itu kemudian pergi, aku masih menatapnya yang mulai keluar dari toilet. Ya ampun, seharusnya Rizal tak perlu menceritakanku pada mamanya. Bagaimana kalau mamanya berpikir aku kekasihnya?

Akhirnya aku memutuskan untuk kembali menemui Aldi. Ia pasti sudah lama menungguku.

Dari kejauhan, aku melihat Aldi menunduk memainkan ponselnya, semoga ia tidak merasa bosan karena terlalu lama menungguku. Beberapa saat kemudian aku sudah benar-benar menghampirinya. Lelaki itu kemudian mendongak, menatapku dan meletakkan ponselnya di meja.

“Maaf lama,” kataku. Langsung saja aku mengambil posisi duduk seperti semula hingga posisi kami kini berhadapan.

“Bukan masalah,” jawabnya. “Bisa dilanjutkan pembicaraan kita tadi?”

“Bisa.”

“Tadi Dara mau tanya apa?”

“Sebelumnya aku minta maaf mungkin pembicaraan ini lumayan sensitif untuk dibahas, tapi aku rasa kita perlu membahasnya.”

“Tentang apa? Dara berhasil bikin saya penasaran.”

Selama beberapa detik kami saling diam. Aku rasa ia sedang menungguku melanjutkan pembicaraan.

“Beberapa hari yang lalu aku bertemu Dehita. Dia datang ke kantor,” kataku.
Kutatap wajah Aldi sangat tenang, tidak ada kepanikan sedikitpun.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya. Sungguh, Aldi benar-benar bertanya dengan sangat tenang, tak ada sedikitpun sikapnya yang membuatku curiga.

Dara : Menemukan Ayah untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang