Hilang

22 1 0
                                    

Cahaya matahari masih bening tertiup angin pagi. Lusi melangkah keluar rumah , berjalan santai menuju sepeda merah mudahnya. Ia mulai mengangkat kaki untuk meroda.Seperti biasa kesebuah tempat yang hening dimana anginpun juga sendiri.

Masih ia kayuh sepeda dengan lambat.Memandang jalan yang sepih dan dingin.

"Kau tahu,kau begitu beruntung bisa disini menikmati sesuatu yang tersaji dengan gratis.lus"lusi mengatakannya sendiri bersama sebuah senyum tipis setelahnya.

Kayuhan sepeda lusi makin melambat. Ia masih ngoceh sendiri , berdialog dengan kata sendiri tanpa memperhatikan apapun pandangannya kosong hanya berdialog untuk diri sendiri.

Apa yang kau perlukan lusi!"teriaknya begitu keras pada dirinya sendiri.

Butir - butir air mata sekejap berjatuhan perlahan dari mata bulat itu. Seakan menahan untuk tidak menangis.

Diam saja dengan sejuta diammu yang bermacam - macam itu lus, tapi kenyataan nya mulutmu itu akan ngoceh pada akhirnya!

Lusi, bukankah kau tahu dia temanmu dan akan selamanya seperti itu?

 Rasa mengertiku akan lebih besar dibanding semua hal , layaknya sahabat yang tahu semua hal tentang sahabatnya . Itulah posisiku dan aku tahu itu. Roda sepeda sekarang terikut diam dalam keheningan kata - kata lusi yang bernada datar . Sepeda berwarna pink pudar itu terparkir disebelah pohon jambu . Dan lusi duduk ditepi sungai berbicara  dan sibuk berdebat dengan diri sendiri.

"Hiks, kupikir beneran , bener - bener bisa jadi sesuatu tapi nyatanya omong kosong" katanya sambil melempar batu kerikil kecil ke sungai dengan keras.

Buku catatan merah muda lusi takkan pernah ketinggalan untuk satu bait unek - unek lusi . Lusi mengusap butir - butir air mata dipipinya dengan sekali usap . Dengan terburu - buru membuka res tas luntuk mengambil buku itu membuka tutup pena dengan cepat. Tapi melambat untuk membuka lembar - lembar buku hingga sampai pada lembar kosong, ia putuskan menulis sesuatu masih dengan tangis yang ia pendam untuk merasa kuat.

"Dear diary...

Bisakah kau membantuku untuk melangkah lebih kuat, meskipun dengan semangat terkecil yang tersisa. Akankah sia - sia beribu harapan yang kupunya, sadar harapanku tertuju pada orang yang salah . Tuhan setidaknya katakan siapa dan bagaimana tempatku sebenarnya..

Diary biru ini? akankah menjadi milik kenangan? . Suatu kesamaan yang tak pernah bisa terhapus . Apakah ia menyimpan buku merah mudahku dengan baik? seperti halnya aku yang merawatnya dengan baik . Bisakah ia menulis smallquote untukku meski untuk yang terakhir!

Beribu pertanyaan tanpa jawaban ..

Terus terlontar tanpa arah dan tujuan

Banyak hal yang tercipta dari sedikit pertemuan , yuhu.. lusi masih sama. Setidaknya sapa meski itu hanya satu kata khas persahabatan kita"yuhu"

Karena ada saatnya pemilik buku itu bertatap mata, dan saling berbagi duka layaknya teman yang mempunyai perasaan peduli masing - masing.

Lusi menulis sesuatu dilembar buku diary lalul ,

"Kukembalikan kenangan pada pemiliknya,..biar kita paham . Kenangan adalah saksi kebaikan , kebahagiaan dan canda tawa. Kalaupun kenangan itu kukembalikan tetaplah tersenyum khas seperti itu , karena sampai kapanpun aku adalah lusi yang sama ...."

Kuharap buku itu akan tertukar kembali dan membentuk kenangan baru. Kenangan yang lebih menggelikan dibanding peristiwa roti cokelat dan sepeda ontel bak motor balap.


from L to LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang