Aku melangkah cepat menuju jalan setapak yang hanya diterangi cahaya purnama. Kutinggalkan mereka yang berkumpul di depan tenda mengelilingi api unggun. Reva tadi masuk ke jalan ini, dan Jodi tidak ada di tendanya. Kebetulan kah? Aku harus menemukan mereka untuk memastikan semuanya.
Apa yang dikatakan Santi tadi siang terus terngiang di telingaku. Reva, sahabatku dari sejak SMU diam-diam berpacaran dengan Jodi. Padahal Reva tahu persis aku dan Jodi saling mencintai, dan sudah dua tahun kami menjalin hubungan.
Suara riuh dari sekumpulan mahasiswa yang berdendang di sekitar api unggun mulai hilang. Hanya ada suara jangkrik dan kodok yang terdengar bersahutan. Aku merapatkan jaket. Rasa dingin, gelap, dan suara-suara binatang yang tak terlihat membuat nyaliku menciut.
Ketika hampir menyerah dan memutuskan untuk kembali, tiba-tiba kudengar teriakan perempuan dari arah depan. Suara itu? Aku yakin itu Reva.
Diantara pepohonan tinggi, aku berlari menuju tempat di mana suara tadi berasal. Degup jantungku memburu tak terkendali, hingga terlihatlah pemandangan itu. Cahaya purnama cukup untuk meyakinkanku bahwa sosok berlumuran darah itu adalah Reva. Ia tak bergerak.
Aku menutup mulut dan menatap ngeri pada sosok itu. Siapa yang melakukannya? Napasku terengah dan lututku mendadak lemas. Dengan tenaga yang tersisa, kutinggalkan Reva untuk kembali ke tenda. Kupaksakan kaki untuk berlari demi mencari pertolongan.
"Hana!" teriak sebuah suara memanggilku. Aku menoleh. Jodi? Ah, syukurlah.
Aku berlari ke arah Jodi, air mataku turun deras membasahi wajah. Jodi menarik tubuhku ke pelukannya. Aku bisa merasakan dadanya yang hangat, juga detak jantungnya yang terdengar lebih cepat. Entah kenapa saat cuaca dingin seperti ini ia tak mengenakan jaket. Satu kecupan di pucuk kepalaku cukup untuk membuatku lebih tenang.
"Ada apa, beib?" tanyanya cemas. "Aku mencarimu dari tadi. Dari mana saja kamu?" Jodi terlihat sangat kesal.
Aku berusaha mengatur napas agar bisa menceritakan kejadian yang kulihat barusan.
"Reva. Reva dibunuh," jawabku dengan suara tertahan.
"APA?!" Jodi berteriak. Kini kedua tangannya memegang erat pundakku. Ia sangat terkejut, dan tentu saja, sangat khawatir. Dari matanya yang cemas itu aku bisa melihat betapa Reva sangat berharga untuknya.
"Di mana dia?" tanyanya menuntut. Kuangkat jari telunjukku ke arah dari mana tadi aku berlari.
"Kita harus kembali. Ayo!" Jodi menurunkan tangannya, lalu tangan kanannya meraih pergelangan tangan kiriku. Ia menarikku kembali ke dalam hutan melewati jalan setapak tadi. Jodi mengenakan T-shirt lengan panjang, dan semburat cahaya menerangi bagian ujung lengannya.
Mataku mengernyit, memastikan apa yang kulihat di tangan itu. Tangan yang kini semakin erat menggenggam pergelangan taganku. Bercak darah menempel di ujung lengan T-shirtnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa & Aksara
ChickLitKumpulan flash fiction dan cerita pendek. Ditulis dalam rangka belajar, berlatih, dan bahagia.