Aku melirik jam bulat biru yang tergantung di dinding depan kelas. Hanya sisa tiga menit lagi sebelum tepat jam tujuh. Ke mana Thea? Biasanya ia sudah duduk di sebelahku. Hampir semua penghuni kelas sudah menempati kursinya masing-masing, kecuali empat orang cowok yang masih asyik mengobrol di depan pintu.
Jam tujuh tepat bel berbunyi nyaring, mendorong keempat cowok itu melangkah masuk ke kelas. Aku sempat menghela napas kecewa sebelum melihat sosok putih tinggi berkuncir kuda itu berjalan cepat di belakang mereka.
“Ke mana dulu sih? Gue pikir lo nggak masuk hari ini,” omelku saat Thea baru saja duduk di kursinya.
“Ban motor abang gojeknya tadi kempes, terpaksa dia dorong dulu ke bengkel.” Wajah gadis itu tampak merah kelelehan. Ia mengeluarkan botol air mineral dari dalam tas, lalu meneguknya.
“Trus lo ngikutin? Kenapa nggak ganti gojek aja?”
Thea menyeringai sambil mentapku sekilas. “Abangnya ganteng, sayang kalo gue tinggal.” Alasan Thea membuat keningku berkerut. “Lagian bengkelnya deket kok,” lanjutnya.
Aku tak berminat membahas sejauh mana kegantengan si abang gojek, atau sedekat apa bengkel yang mereka datangi. Satu-satunya alasanku menunggu kehadiran Thea adalah ramalan bintang dari sebuah rubrik majalah remaja online.
“The, udah hari selasa nih,” desakku pada Thea yang sekarang sibuk mengipasi wajahnya dengan buku tulis.
“Terus kenapa? Gue punya utang sama lo?” tanyanya heran.
“Buka Girlsmagazine.com,” sahutku kesal. “Hari selasa kan jadwalnya up date ramalan bintang.”
“Kenapa nggak dari handphone lo aja?!”
“Gue nggak punya kuota, belom beli,” jawabku sambil memberikan seringai malu.
Meski mendengus kesal, Thea mengeluarkan ponsel dari tas merah mudanya. Pandangan mataku beralih pada pintu kelas yang terbuka. Untunglah Pak Dewa, guru fisika bertubuh mungil dengan kepala nyaris botak itu belum menunjukkan batang hidungnya. Kelas masih riuh oleh suara para siswa yang asyik berbincang.
“Nih, udah update. Bentar ya gue baca punya gue dulu.” Mata Thea menatap dengan serius layar ponselnya, sementara jari telunjuknya bergeser turun naik mencari tulisan Libra.
“Asmara, tidak semua yang terjadi dalam hidup akan sesuai dengan harapanmu. Carilah orang baru yang bisa membuatmu bahagia, dan bersiaplah menerima kejutan dari orang-orang yang kamu cintai.” Thea membaca ramalan bintang untuk zodiaknya dengan hati-hati, seolah ia mencoba meresapi kata demi kata yang tertulis di sana.
“Mungkin abang gojek itu orang baru yang dimaksud,” tebakku asal.
Thea menoleh padaku, lalu mulutnya sedikit terbuka seperti hendak mengatakan sesuatu tapi ia ragu. Ekor mataku menangkap kepala dengan rambut yang sangat tipis di balik kaca jendela kelas. Sudah pasti itu pak Dewa, dan sebentar lagi ia akan segera sampai di depan pintu.
“Cepet bacain yang Gemini,” sahutku tak sabar. “Pak Dewa dateng.”
Beruntung, Thea segera menemukan tulisan yang kuminta. Ia membaca cepat dengan volume suara yang direndahkan karena pak Dewa sudah sampai di pintu kelas. “Masa lalu tak selamanya membawa kenangan buruk. Kamu bisa mencoba membuka hati untuk seorang mantan pacar yang kembali hadir di dekatmu.”
Aku membulatkan mata mendengar ramalan yang dibaca Thea. Ngaco! Minggu ini paranormalnya pasti belum mendapat sajen yang sesuai keinginannya. Baiklah, mungkin sudah saatnya aku menuruti nasehat Thea untuk tidak terlalu percaya pada ramalan bintang.
“Namanya juga ramalan bintang, yang dia ramal pasti yang bagus-bagus biar semua bisa bersinar layaknya bintang. Tapi lo jangan sampe silau! Yang punya ramalan itu manusia, sementara bintang itu punya Tuhan. Silakan percaya bintang, tapi jangan percaya ramalan!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa & Aksara
ChickLitKumpulan flash fiction dan cerita pendek. Ditulis dalam rangka belajar, berlatih, dan bahagia.