Kak Fanny menarik lenganku memasuki toko perhiasan.
"Pilih cincin untuk acara kalian nanti, ya." Tenggorokanku tercekat. Rupanya ia memaksaku segera datang ke sini untuk mencari cincin tunangan. Tiga tahun berpacaran dengan Rio, baru dua kali aku bertemu dengan kak Fanny, kakak perempuannya yang tinggal di Sydney."Sudah ketemu, Nay?" tanyanya setelah lima menit tadi ia asyik menatap deretan perhiasan yang terpajang di etalase.
Aku menunjuk sebuah cincin emas putih bermata violet. Rio pasti ingat warna favoritku.
Kak Fanny tersenyum penuh semangat. "Kamu coba dulu, ya."
"Tapi Kak," ucapku ragu. Tiba-tiba Kak Fanny sudah melingkarkan cincin itu di jari manisku.
"Wah, cantik!" teriaknya. Aku tersenyum gugup.
"Maaf Kak, apa Kak Fanny sudah bilang Rio kalau hari ini mau beli cincin tunangan?"
Kak Fanny menggeleng. "Rio gak bisa dihubungi. Sudah empat hari dia di Semeru."
Ah, dia masih sangat mencintai hobinya. Nafasku semakin terasa sesak. Ada genangan hangat di pelupuk mata. Kugigit bibir bawahku seolah itu mampu menahan air mata agar tak tumpah.
"Calon tunangan Rio bukan aku, Kak. Kami sudah putus sebulan yang lalu dan Rio lebih memilih wanita lain dari pada aku." Pundakku mulai berguncang menahan sakit hati saat mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa & Aksara
ChickLitKumpulan flash fiction dan cerita pendek. Ditulis dalam rangka belajar, berlatih, dan bahagia.