Sudah jam sepuluh malam saat Sasha keluar dari mobil jazz putih yang terparkir rapi di halaman rumah. Dengan langkah gontai ia kembali ke pintu pagar dan memutar anak kunci pada gembok yang terpasang di sana. 'Sudah sepi, semoga bunda dan ayah belum tidur,' batinnya saat mengetuk pintu.
Perempuan setengah baya membuka pintu, lalu tersenyum lebar menatap putri sulungnya.
"Sampe juga kamu, Sha!" ujarnya riang sambil menarik pundak Sasha ke pelukannya. "Bunda sudah khawatir kamu nggak jadi pulang."
"Macet parah, Bun. Tau sendiri lah kalau long weekend itu Bandung penuh sama turis," gerutu Sasha yang kini dirangkul bunda masuk ke dalam rumah.
Sasha sebenarnya malas harus pulang ke Bandung saat long weekend seperti ini. Tapi sejak dua hari yang lalu sang bunda terus memintanya untuk segera datang karena menurutnya ada hal penting yang harus dibicarakan.
"Bunda janji ini bukan tentang pernikahan kamu," bujuknya saat Sasha menebak tentang hal penting tersebut.
Sasha lelah dan mengantuk setelah menyetir Jakarta - Bandung yang penuh kemacetan. Apalagi sebelum berangkat tadi, seharian ia harus mengurus pameran property yang diadakan perusahaannya. Beruntung bunda mengijinkan Sasha untuk langsung masuk kamar dan tidur.
*****
"Pacar Luna katanya mau ngelamar, Sha." Bunda memberikan info tentang hal penting yang dimaksudnya kemarin saat Sasha menikmati roti bakar pagi itu.
'Ok, ini memang bukan tentang pernikahanku, tapi lamaran Luna. Lantas apa bedanya?' batinnya jengkel.
"Terus Luna mau aja dilamar?" tanya Sasha ketus.
"Nggak," jawab bundanya dengan menatap tajam mata Sasha.
Sasha menghela napas lega, "Bagus. Luna itu kan baru kemarin lulus kuliah. Dia harus puas berkarier dulu baru menikah." Ia tersenyum bangga mendengar keputusan adiknya.
Sayang Luna sedang di luar kota, kalau saja ada di sana Sasha pasti memeluknya.
"Luna minta kamu dulu yang menikah, dia nggak mau langkahin kakak kesayangannya." Sasha menyemburkan kopi yang sedang ia minum, membuat bunda memutar tubuhnya untuk menghindar.
"Bunda, kenapa harus bahas aku lagi?" Sasha mendengus kesal.
"Sebentar lagi umur kamu tiga puluh tahun, Sha." Bunda mulai bicara serius. "Adik kamu sudah punya calon suami, terus kamu mau sampe kapan hidup kayak gini?"
Sasha menghela napas berat, ini salah satu alasan mengapa ia lebih banyak menghabiskan waktu liburannya dengan pelesir ke berbagai belahan nusantara dari pada harus pulang ke rumah orang tuanya.
Ya, ia senang berpetualang. Menjadi seorang backpacker atau turis dengan fasilitas bintang lima sudah pernah ia rasakan. Cita-citanya adalah bisa berkeliling Indonesia, menikmati tempat-tempat indah, baik yang sudah umum terjamah atau masih asri dan 'perawan'.
Liburan kali ini pun ia sudah berencana untuk mengunjungi Pulau komodo bersama Rea, sahabatnya. Tapi terpaksa dibatalkan karena bunda merengek memintanya pulang. Dan di sini lah ia sekarang, mendengar petuah yang sama setiap tahunnya.
"Sha, denger Bunda dong!" ujar bunda membuyarkan lamunan Sasha.
Sasha mengerjapkan mata, lalu kembali menyeruput kopinya.
"Ada apa sama hidup Sasha, Bun? Sasha baik-baik aja kok," sahutnya malas.
"Perempuan belum menikah di umur tiga puluh tahun itu nggak baik-baik aja, Sayang."
"Bunda kenal Rea, kan? Temen kerja Sasha, dia umurnya tiga puluh satu tahun tapi belum menikah," ucap Sasha sambil melipat tangan di dada.
"Makanya kamu jangan temenan sama dia," sahut bunda kesal, "nggak insyaf-insyaf nanti kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa & Aksara
ЧиклитKumpulan flash fiction dan cerita pendek. Ditulis dalam rangka belajar, berlatih, dan bahagia.