Part 13 - Sick

194 30 39
                                    

Aile POV

   Aku merasa diriku sedang dalam keadaan terbaring, kucoba menggerakkan jemariku dengan pelan dan kurasakan sensasi lembut dari kasur tempatku berbaring. Mataku masih terpejam, enggan terbuka. Tubuhku terasa lemas dan sedikit sakit saat digerakkan. Kepalaku juga terasa pusing. Entah apa yang terjadi padaku.

Kupaksa mataku untuk terbuka, sekedar ingin mengetahui apa yang terjadi padaku. Sekarang aku dapat melihat jelas diriku sedang berada di ruang kamar tidur. Kenapa aku bisa berada disini? Tempat ini begitu asing bagiku. Aku kembali memejamkan mata mencoba mengingat apa yang terjadi padaku sebelumnya.

"Sial!" umpatku pelan, aku sudah mengingat semuanya. Aku jadi seperti ini karena siluman menjijikkan itu. Seumur hidup aku baru pertama kali merasakan diriku babak belur begini.

Aku bangkit dari posisiku menjadi duduk, beberapa bagian tubuhku ditutupi tumbukkan daun yang kuyakini untuk menutup luka. Aku mendesah berat, mengapa diriku harus mengalami hal seperti ini? Dunia ini membuatku berpikir dua kali untuk kembali kesini.

"Eh, kau sudah bangun?" sebuah suara yang terasa familiar membuatku menoleh kearah pintu. Disana terlihat Demelza tersenyum kearahku. Aku tidak bisa membalas senyumannya, wajahku masih terasa sakit untuk membuat ekspresi. "Aile sudah sadar!" suaranya meninggi dan memberitahu kearah luar.

"Hi Aile! Syukurlah kau sudah sadar." Brish tersenyum sangat manis membuatku ingin diabetes. Ia menghampiriku bersama Demelza. Dibelakangnya, Nenek Lauren datang menyusul.

"Kita ada dimana?" tanyaku.

"Kita berada di rumah kepala desa. Kau jatuh pingsan, jadi kami membawamu kesini untuk segera diobati. Warga disini meminta maaf sekaligus berterima kasih kepadamu karena sang tetua sudah lenyap," jawab Brish. Aku mengangguk paham. "Ah, satu lagi...kau tidak sadarkan diri selama dua hari."

"Dua hari?!" aku terkejut bukan main, selama itukah aku menahan penderitaan ini? Mereka semua mengangguk. Aku sangat tidak suka dengan keadaan ini, aku benci sakit. Sakit membuat kita tidak bisa melakukan apa-apa. Aku kembali memejamkan mata, menahan batinku untuk berteriak.

"Kau baik-baik saja?" tanya Brish. Mataku terbuka cepat mendengar pertanyaan bodoh itu. Ia terlihat terkejut dan menggerakkan tubuhnya untuk mundur.

"Coba kau pikir! Apa aku terlihat baik-baik saja?!" kataku dengan kesal, aku meringis ketika sakit menjalar di wajahku. Ia menggeleng dengan cepat. Aku hampir lupa wajahku juga terluka. Mataku menatap sinis kearahnya, gara-gara dia wajahku jadi tambah sakit.

"Kurasa aku harus pergi," kata Brish dan langsung pergi begitu saja. Ingin rasanya aku mengejarnya, namun apa daya diriku tak bisa berbuat apa-apa. Demelza terkikik pelan.

"Dimana dia?"

"Siapa?" tanya Demelza.

"Siapa lagi jika bukan pria kaku itu," kataku enteng. Sejak tadi aku tidak melihat Chris. Apakah ia tidak memperdulikan aku? Oh, aku baru sadar hatinya kan terbuat dari batu. Tidak mungkin ia memiliki rasa peduli padaku.

"Soal itu...aku tidak tahu Tuan dimana." aku mengangguk mengerti, pria kaku itu pasti sedang berkeliaran mencari pujaan hatinya.

"Apa kau lapar?" Nenek Lauren bertanya dengan nada ramah. Aku mengulum bibirku sambil mengelus perutku yang kosong ini. Aku merasa lapar tapi entah kenapa aku jadi tidak nafsu makan begini. Ini semua gara-gara aku sakit. Aku kembali teringat saat warga desa membawaku yang tengah kelaparan ini. Sedangkan mereka malah makan enak sup buatan Nenek. Benar-benar membuatku kesal.

"Tidak, aku hanya ingin istirahat," ujarku memaksa tersenyum lalu kembali berbaring. Mereka sepertinya memahami keadaanku, Demelza menyelimutiku. Kemudian mereka berdua berlalu pergi.

Another DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang