10 may 2017
Tara keluar dari ruang kelas tutorial, bersiap-siap langsung keluar gerbang menuju taksi yang sudah Tara pesan. Tara berharap teman-temannya belum keluar. Seperti yang ada di rencananya, Tara tidak ingin siapapun mempengaruhi keputusannya hari ini. Jika Tara bertemu dengan teman-temannya, mereka pasti akan bertanya apa yang ingin Tara lakukan dan dengan siapa. Saat mereka mengetahui Tara pergi sendirian, mereka pasti akan menemaninya. Memiliki sahabat yang benar-benar peduli dengan dirinya memang membuat Tara merasa beruntung. Namun untuk saat ini, Tara benar-benar membutuhkan dirinya sendiri.
Beruntungnya, teman-temannya benar-benar belum keluar dari kelas mereka masing-masing. Tara langsung memasuki taksi dan menuju ke Gramedia World, toko buku terbesar di kota ini, meskipun ada gramedia cabang lainnya yang letaknya juga lebih dekat dengan kampusnya, Tara tetap memilih Gramedia World. Baginya, Gramedia world merupakan salah satu escape yang menyenangkan. Tara suka membaca buku buku dengan genre self improvement, karena Tara tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan motivasi dan pengembangan karakter.
Sampai di mobil Tara baru berusaha mengeluarkan Handphonenya, menonaktifkan airplanemodenya yang Tara hidupkan setelah memesan taksinya tadi.
· Sherly : Udah slesai belom
· Lisa : Udah
· Regina : Dimana?
· Sherly : Assa ? Ara dimana?
Benar saja, teman-temannya sudah mencarinya, sekarang mereka pasti sedang berkumpul di kantin dan bertanya-tanya dimana keberadaan Tara, menanyai beberapa murid yang mungkin sekelompok dengannya tentang dimana Tara sekarang. Mereka memang sepeduli itu.
- Tara: Gue nggak Kelas ya geng
· Lisa : Kemana lo?
- Tara : Psikiater
· Regina : Ra kemana?
- Tara sent a sticker
Tara tersenyum mengingat betapa beruntungnya Tara memiliki teman-teman seperti mereka. Mungkin mereka adalah satu-satunya Tara bertahan di fakultas kedokteran. Tara bersemangat kuliah setiap paginya karena Tara masih memiliki mereka, bertemu dengan mereka membuatnya bersemangat kembali dan melupakan permasalahannya untuk beberapa saat.
28 april 2017
"Guys, duduk ujung ya." Tara memberitahukan ke teman-temannya untuk duduk di pojokkan kami biasa duduk. Tara langsung duduk disana sendirian dengan sebotol air mineral yang baru saja Tara beli, melepaskan kacamatanya yang hanya Tara gunakan untuk menutup matanya yang sembab dan menghembuskan nafas panjang.
"Nih makan jangan nggak." Assa mendadak muncul membawakan semangkuk kecil berisi 3 butir nugget. Lalu disusul dengan Lisa, Regina dan Sherly yang duduk di bangku mereka.
"Buruan mulai cerita." Sherly langsung menunjuk Tara dengan nada mengancam.
"Lo dulu deh, lo gimana bisa aman? Biar kita denger cerita seneng dulu baru cerita sedih." Tara berusaha mengalihkan mereka. Mereka memang belum mengetahui apa yang terjadi padanya, kecuali Assa Tara sudah sedikit memberi bocoran padanya.
"Yaudah Sher buruan cerita aja dlu." Regina akhirnya ikut bersuara.
"Ya kalo gue sih, intinya gue aman aja, gue kan udah ngaku sama dia, gue salah, dan gue langsung straight minta maaf aja kemaren, ngemis-ngemis lucu cara cewek deh, terus dia langsung bilang dia maafin, yang jelas gue jangan ngulang lagi, kalo sampe ngulang lagi ya kita bakal bener-bener putus. Udah si gitu doang intinya."
"Udah tu Ra. Buruan."
"Gue putus." Tara menghentikan kalimatnya, memperhatikan satu persatu ekspresi temannya. Sherly yang sedang mengunyah bakso berhenti dan menatapnya. Hanna dan Lisa yang sedang makan gorengan juga kehilangan konsentrasi dari makanannya "Serius Ra?" Lisa bersuara. Tara masih memperhatikan Assa yang tetap tenang menyantap mi ayamnya. Tara mulai tersenyum kecil, mengingat kejadian semalam, menahan air mata dan menghembuskan nafasnya dalam-dalam. Assa mendekatkan tissue yang sudah dibelinya, Tara menarik satu lembar tissue tersebut lalu melipatnya hingga kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE FINE DAY
ChickLitCerita ini di kemas dengan alur maju mundur, notice the date. Setelah peristiwa putusnya dirinya dan Arra, Tara merasa ada kekosongan dalam dirinya, ia merasa tidak pernah melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri, tidak pernah memahami betapa pe...