Sungjin berjalan tepat di belakang Jae. Sejak meninggalkan Saint Killian Station ia terus mengekor seperti anak ayam, bahkan sudah dua kali ia tidak sengaja menginjak bagian belakang sepatu Jae hingga nyaris menabraknya dan terjatuh karena jarak mereka yang terlalu dekat. Sungjin tidak mau kehilangan saudara barunya. Sudah cukup sendirian, tidak lagi.
"Ah!" Sungjin menabrak punggung Jae untuk yang ketiga kali. Kali ini bukan salahnya, ini karena Jae yang berhenti mendadak. Penasaran apa yang membuat Jae terhenti, Sungjin melihat ke depan. "Whoaa..." Pupil mata Sungjin membesar, mulutnya terbuka lebar untuk beberapa saat. Begitu juga dengan Jae, ia membenarkan posisi kaca matanya supaya bisa melihat dengan jelas.
"Apakah ini surga? Jadi, aku sudah mati?" Jae masih mematung di posisinya sambil mengedipkan mata beberapa kali, memastikan apa yang dilihatnya itu benar dan bukan mimpi.
"Aku rasa kita di surga. Iya mungkin kita sudah mati." Sungjin menimpali tanpa melirik ke arah Jae sama sekali. "Sejak kapan kita ada di—"
"Selamat datang di Avelium." Seorang wanita berpenampilan rapi tersenyum ramah, mempersilakan semua anak-anak untuk masuk. Satu per satu dari mereka mulai memasuki Avelium. Secara teknis mereka bukan masuk ke dalam ruangan tetapi masuk ke alam terbuka. Setelah melewati gerbang kaca, Sungjin bisa melihat beberapa anak perempuan yang mengenakan dress putih seusianya berjejer menyambut sambil membawa kalung rangkaian bunga.
"Terimakasih," ucap Sungjin sesaat setelah rangkaian bunga itu dikalungkan. Kemudian pikirannya kembali tersita oleh sebuah pesawat kecil berwarna perak yang melintas di atasnya. Tanpa sadar ia tersenyum.
"Untuk para pendatang baru, kalian bisa ikut denganku," ujar wanita yang sama yang menyambut mereka tadi.
Jae tampak sangat bersemangat, ia berjalan lebih cepat, tidak sabar dengan apa yang akan dilihatnya nanti. Matanya menelusuri setiap sudut Avelium. Warna hijau dan putih mendominasi. Perpaduan alam dan teknologi yang seimbang. Jae sangat menyukainya, belum pernah ia melihat hal semenarik ini, bahkan sedetikpun ia tidak pernah menyangka bahwa tempat seperti ini benar-benar ada.
Jae bisa melihat tupai-tupai berkejaran di tangkai-tangkai pohon sambil membawa kacang kenari. Ia juga melihat banyak dandelion yang sudah mekar dan terkadang bunganya terbang tertiup angin. Samar-samar ia juga mendengar alunan suara seruling. Matanya berusaha mencari-cari, sungguh itu permainan yang indah. Sampai akhirnya mereka sampai di depan sebuah area, seperti lapangan besar yang tertata dengan sebuah podium di depannya. Letak podium itu lebih tinggi. Tepat di belakangnya terdapat sebuah megatron hologram besar yang menyala. Jae bisa melihat ada foto beberapa anak dengan keterangan nama, usia dan daerah asal mereka yang ditampilkan secara bergantian.
"Itu aku!" Sungjin menunjuk ke arah megatron ketika identitasnya di tampilkan dengan nomor 165. Ia senang sekaligus bingung, seingatnya ia tidak pernah berfoto seperti itu dan bagaimana bisa identitasnya diketahui?
"Selamat pagi Avelias, dan selamat datang bagi calon Avelias di Avelium." Seorang lelaki paruh baya berambut putih klimis dan berkacamata berbicara di atas podium. Postur badannya tegak, rahangnya keras, jelas sekali ia seseorang yang tegas dan memiliki pengaruh besar. Namanya Benjamin Heater, ia berasal dari England. Ia adalah Presiden Avelium saat ini, sudah sepuluh tahun ia menjabat. Avelium adalah sebuah negara yang terletak disebuah pulau yang dikelilingi lautan. Avelium merupakan negara mandiri, setiap Avelias tidak diperbolehkan berinteraksi dengan warga negara lain begitupun sebaliknya dan pemerintah Avelium membatasi setiap informasi yang datang dari luar. Sedangkan Avelias sendiri adalah sebutan bagi warga Avelium. Sebelum melakukan beberapa prosedur dan penobatan, mereka pendatang baru belum bisa disebut Avelias.
Mr. Heater memberikan sambutan yang panjang. Calon Avelias menyimak baik-baik setiap detail yang di sampaikan dan memastikan tidak ada satu informasi pun yang terlewat. Tak terkecuali Sungjin, ia bahkan mengucap ulang semua yang dikatakan Mr. Heater dan membisikannya pada dirinya sendiri. Tepat di sebelah Sungjin terdapat satu barisan kosong yang menandakan pembatas antara calon Avelias dan Avelias. Berbeda dengan Sungjin yang berapi-api, beberapa Avelias hanya terdiam dengan terkantuk-kantuk, termasuk Kang Young Hyun, ia sudah menjadi Avelias setahun lalu dan pernah mendengarkan sambutan yang serupa, baginya tidak penting untuk mendengar sesuatu yang sama berkali-kali apalagi ia sudah mengerti.
Kang Young Hyun menjadi Avelias saat umur sepuluh. Sama seperti Jae dan yang lainnya, ia seorang yatim piatu. Orangtuanya meninggal saat terjadi perampokan bank di Toronto. Ibunya adalah seorang pegawai bank, sedangkan ayahnya sedang mengantar saat itu. Keduanya menjadi sasaran tembak brutal oleh para perampok dan Young Hyun bersembunyi di belakang kursi kemudi. Sesaat kemudian petugas dari Avelium mengajaknya pergi, menaiki kereta bawah tanah dan resmilah saat ini ia sebagai seorang Avelias.
Young Hyun bukan orang yang ramah, ia selalu sendiri, dan tidak ada pula orang yang mau berteman dengannya, sorot matanya yang tajam, serta hidung dan dagunya yang lancip semakin menggambarkan bahwa ia orang yang dingin dan acuh. Jika bukan para Fortis — polisi Avelium, mengancam akan menembak kakinya bila ia tidak datang ke acara penyambutan ini, ia lebih memilih tidur dan tidak akan datang.
Mr. Heater selesai melakukan sambutan dalam waktu kurang lebih satu jam diiringi dengan riuh tepuk tangan. Young Hyun menjinjitkan kakinya secara bergantian sambil memutar-mutarnya, ia pegal. Buru-buru ia menyelinap dan pergi meninggalkan area sesaat setelah Mr. Heater turun dari podium. Sementara Jae, Sungjin dan calon Avelias lain bersiap untuk pergi ke The Eerst untuk melakukan beberapa prosesi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Detective 6
Fanfic"Namaku Park Jae Hyung, kau bisa memanggilku Jae, tempat asalku Korea Selatan, usiaku sebelas... Namaku Park Jae Hyung, kau bisa memanggilku Jae, tempat asalku..." Anak lelaki berambut coklat gelap itu terus menerus mengatakan kalimat yang sama. Tub...