"Blood Codes?" Jae sepertinya pernah mendengar kata itu, entah kapan dan dimana. Ia memperhatikan chip berwarna perunggu dengan semburat warna merah yang tertanam di pergelangan tangan Young Hyun. Polanya sangat rumit dan kecil sekali, seperti labirin yang tidak tahu dimana titik keluarnya.
"Iya, kau juga nanti akan mendapatkannya."
"Benarkah?" Jae tampak penasaran dan kagum, tidak tahu kenapa baginya itu keren. "Apakah yang merah itu darahmu?"
Young Hyun mengangguk, "besok ada prosesi Blood Codes kan?"
Jae berusaha mengingat-ingat, "ah kau benar, setelah Identity Check akan ada pemasangan Blood Codes." Mata Jae masih belum bisa lepas dari chip itu. "Lalu fungsinya?"
"Salah satunya adalah sebagai tanda pengenal, dan juga kunci." Young Hyun menyembunyikan tangannya, "Ayo sebaiknya kita bergegas, sebelum terlalu larut." Young Hyun melanjutkan langkahnya lagi. Perjalanan yang kali ini tidak semenegangkan tadi.
Jae mendongakan kepalanya ke atas, ke sudut-sudut tembok, "apakah di sini tidak dipasang CCTV?"
Young Hyun menggeleng, "tidak."
Jae kembali berpikir, jika tidak ada CCTV maka misi pembebasan Sungjin seharusnya akan lebih mudah. Jae menatap Young Hyun lagi, ia berniat memberitahukan rencananya, tapi ia juga masih menebak-nebak apakah Young Hyun akan menyetujuinya.
"Young Hyun?"
"Ya?" Lagi-lagi Young Hyun berkata tanpa menoleh, kali ini matanya sibuk menelusuri koridor di depannya.
"Apakah Blood Codes bisa membuka pintu sel juga?"
"Blood Codes milikku tidak, hanya bisa membuka akses pintu-pintu umum saja, beberapa pintu tempat aku bekerja, seperti dapur, kamar mandi, lobi." Young Hyun berbelok ke kanan, kemudian berhenti di depan pintu bertuliskan 'Tahanan anak-anak'.
"Apakah tidak ada yang berjaga?" tanya Jae lagi. Ia masih mempertimbangkan niatnya untuk memberi tahu misi pembebasan Sungjin.
"Di atas jam 10 mereka beristirahat, dan akan kembali berjaga pukul 4 subuh nanti." Young Hyun membuka pintu tahanan anak-anak dengan Blood Codes-nya. "Aku tidak tahu yang mana temanmu."
Jae menatap sel satu per satu, ia meringis, mereka tidur tanpa alas, ada yang masih terjaga, dan ia tersenyum ke arah Young Hyun, Young Hyun memberi isyarat kepadanya, kemudian ia menangguk. Sepertinya mereka berteman, dan sepertinya ini bukan pertama kali Young Hyun menyelinap malam-malam. Ada lagi seorang anak perempuan, usianya lebih muda, sedang mendekap lututnya di sudut sel sambil bernyanyi dengan suara terbata-bata, entah lagu apa, Jae belum pernah mendengar sebelumnya.
Setiap sel diisi oleh satu orang anak, dan tidak ada satupun yang berwajah kriminal di sana. Rasanya Jae ingin membawa gergaji mesin dan merobohkan semua selnya, ia yakin tidak satupun dari mereka bersalah. Tapi Jae sendiri masih belum paham apa motif orang-orang menahan mereka.
Young Hyun berhenti di pertigaan, kemudian menatap Jae, "belum bertemu temanmu?"
"Belum." Jae menaikan bingkai kaca matanya. "Apa mereka benar-benar tidak bisa dibebaskan?"
Young Hyun mengerutkan dahinya, matanya ia tundukkan ke lantai, seperti ada sesuatu yang tidak biasa yang sedang ia pikirkan, "bisa, kalau persidangan memihak pada mereka. Tapi kemungkinannya sangat kecil, mereka tidak punya pembela."
"Kita bisa membelanya," kata Jae spontan, matanya yang polos berkilat-kilat, dia optimis.
Young Hyun menggeleng pelan, "tidak semudah itu." Ia melirik ke koridor sebelah kanan, terdiam beberapa saat, tapi kemudian ia berjalan ke arah kiri. "Kita harus punya bukti yang kuat."
"Kalau membebaskan mereka diam-diam?" Jae mempercepat langkahnya, sampai jarak ia dan Young Hyun kurang dari setengah meter.
Young Hyun berhenti, air mukanya mendadak berubah, ada ketakutan dan kesedihan di sana, rahangnya terlihat mengeras.
"K..kau tidak apa-apa? Apa kau sakit?" Jae mendadak khawatir. Sejak awal ia bertemu Young Hyun, ia belum pernah melihat Young Hyun berekspresi sekentara ini.
Young Hyun menarik nafas dalam-dalam, Jae bisa melihat matanya berair, sepertinya Young Hyun menahan tangis.
"Ada apa? Apa aku salah bicara?" tanya Jae polos, sejujurnya ia takut.
Young Hyun menghembuskan nafasnya pelan-pelan, "bukan apa-apa, jadi yang mana temanmu?" Nada suara Young Hyun 180 derajat berubah, menjadi lebih lembut dan terkesan pengertian, tidak dibuat-buat tentu saja.
"Ah ya." Jae bingung dengan sikap Young Hyun yang berubah tiba-tiba, namun dia tidak mau ambil pusing. Jae kembali memperhatikan sel demi sel yang ada di sekitarnya, beberapa kosong, dan kemudian ia menemukan Sungjin sedang menyenderkan kepalanya ke tembok, sepertinya sedang berusaha membuat dirinya sendiri untuk tidur.
"Park Sungjin?" Jae buru-buru menghampiri sel Sungjin, ia senang bisa melihat Sungjin lagi, setidaknya Sungjin terlihat sehat-sehat saja.
Refleks Sungjin membuka matanya dan menoleh ke arah sumber suara, "Jae Hyung?" Ia terkejut sekaligus gembira, bahkan teriakannya nyaris membuat orang-orang di seisi ruangan terbangun.
"Pssstt, nanti ketahuan!" Jae menaruh telunjuknya di depan bibirnya, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, waspada jika ada sesuatu yang mencurigakan.
Sungjin menutup mulutnya dengan kedua tangan. Meskipun begitu tetap tidak bisa menutupi ekspresi gembiranya. Matanya terlihat sangat bersemangat.
"Hey, maaf ya aku tidak bisa menolongmu tadi, tapi aku punya ini sedikit, barangkali kau lapar." Jae merogoh saku piyamanya, ada sepotong roti kering yang dioles selai kacang, sebagian sudah keropos karena terbentur-bentur diperjalanan, dan sedikit lengket, tapi masih layak untuk dimakan. Ia mengambil roti itu saat makan malam tadi, menyimpannya sedikit.
"Ah, terimakasih." Sungjin mengambilnya, sejujurnya tadi ia sudah makan, semangkuk kacang merah, satu buah kentang rebus, dan segelas susu kambing. Menu makan malam yang cukup untuk membuatnya kenyang. "Bagaimana kau bisa sampai kemari?"
Jae menaikan bingkai kacamatanya lagi, "Young Hyun membawaku kemari." Ia mengarahkan tangannya ke arah Young Hyun. Young Hyun hanya mengangkat tangannya sedikit sambil tersenyum samar.
Sungjin mengangguk, "kau petugas yang membawa makan malam tadi kan?"
"Ah, ya." Young Hyun cukup kaget karena dirinya bisa dengan cepat dikenali.
"Jadi apakah kalian menyelinap?" Sungjin berbisik-bisik.
Jae mengangguk, "Iya, bisa dibilang begitu."
Sungjin mengangguk-angguk mengerti, ia memotong ujung roti dan memasukannya ke mulut, kemudian ia bisa melihat Junhyeok sedang menatapnya, matanya kosong. "Hey Junhyeok, kau mau roti?"
Otomatis Jae dan Young Hyun melirik ke arah Junhyeok juga.
"Ah?" Junhyeok tersadar, ia buru-buru menggelengkan kepalanya. "Tidak terimakasih, aku sudah cukup kenyang." Kemudian ia melirik Young Hyun. "Sudah lama tidak melihatmu keluyuran malam-malam begini."
Young Hyun hanya mengangguk pelan. Dari gesturnya ia seperti menghindari sesuatu.
Sungjin kembali melahap sisa rotinya, "Jae, apakah kau akan sering datang kemari?" Mata polosnya menatap Jae penuh harap.
Jae tersenyum, "jangan tanya begitu, kau yang harus segera keluar, jadi kita tidak perlu bertemu di sini lagi."
Sungjin berhenti mengunyah, matanya kembali sendu, "sepertinya aku akan selamanya di sini."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Detective 6
Fanfikce"Namaku Park Jae Hyung, kau bisa memanggilku Jae, tempat asalku Korea Selatan, usiaku sebelas... Namaku Park Jae Hyung, kau bisa memanggilku Jae, tempat asalku..." Anak lelaki berambut coklat gelap itu terus menerus mengatakan kalimat yang sama. Tub...