Young Hyun memutar pergelangan tangannya di depan kotak sensor yang menempel di pintu, perlahan pintu itu bergeser. Jae menatapnya penasaran, ia ingin bertanya lagi tapi Young Hyun terlihat sangat serius dan sepertinya bukan waktu yang tepat untuk bertanya apalagi berakhir dengan berbincang-bincang. Jadi Jae memilih untuk diam sampai mereka keluar dari asrama.
Jalanan sangat sepi, sesekali ada suara deru mesin mobil tapi kemudian kembali hilang karena si pengemudi mengendarainya dengan kecepatan tinggi. Udara malam di Avelium sangat dingin. Jae menggosok-gosokan telapak tangannya, beruntung ia diberi piyama lengan panjang. Sesekali ia memperhatikan Young Hyun yang berjalan di depannya. Young Hyun sangat kaku, tapi dia juga terlihat kokoh, karena tidak ada gelagat kedinginan sama sekali padahal ia hanya memakai kemeja kotak-kotak tipis dan celana jeans overall selutut. Mungkin ia sudah beradaptasi sangat baik dengan udara Avelium.
Selama diperjalanan mereka terdiam, Jae juga tidak berusaha merecoki Young Hyun, takut malah jadi merusak rencana yang telah Young Hyun buat. Jae mengikuti Young Hyun yang menapakan kakinya ke jalanan sempit beralaskan tanah. Di sisi kanan dan kirinya terdapat rerumputan yang tingginya sekitar satu setengah meter, dan ada juga alang-alang. Jalanan yang mereka lewati tidak lazim. Sepertinya bukan jalan biasa yang dipakai oleh para pejalan kaki. Meskipun begitu Young Hyun nampak sudah hafal semua seluk beluknya. Ia sudah melewati jalanan ini ratusan kali. Kemudian Young Hyun terdiam sesaat, ia merogoh saku celananya dan mengambil senter kecil.
Young Hyun menoleh ke arah Jae, "Jangan jauh-jauh dariku. Di depan akan sangat gelap."
Jae hanya mengangguk dan merapatkan jaraknya dengan Young Hyun, memastikan bawha ia akan mendapat cahaya yang cukup untuk melihat jalanan.
Dua menit dan nampaknya mereka sudah meninggalkan jalan setapak. Young Hyun berjalan dengan hati-hati karena tanah yang licin dan juga banyak batu-batu tajam. Lebih tepatnya seperti sedang menuruni bukit dengan pohon-pohon besar yang tumbuh tidak beraturan. Jae tampak kesulitan karena ia memakai sandal tidur. Young Hyun sudah sampai dibawah lebih dulu, ia mengarahkan senternya ke atas, ke arah Jae.
"Kau bisa Jae?" Young Hyun hendak menyusulnya ke atas.
"Iya, bisa, kau tunggu di situ saja." Jae berpegangan pada batang-batang pohon sambil melihat ke bawah, supaya pijakannya tepat dan tidak terpeleset atau bahkan membuat kesalahan bodoh yang bisa melukai kakinya. Jae bisa merasakan alas sandal tidurnya mulai basah dan lengket oleh tanah.
Kurang lebih dua meter Jae akan sampai ke bawah Young Hyun mengulurkan tangannya. "Terimakasih." Jae sampai ke bawah dengan selamat, namun sandal tidur sebelah kirinya robek, akan sulit dipakai untuk berjalan.
Young Hyun mengarahkan senternya ke kaki Jae, "terluka?"
"Tidak," jawab Jae.
Young Hyun mengangguk, kemudian menundukan badannya hingga ke posisi jongkok, ia membuka tali sepatunya yang kiri dan kanan, kemudian melepasnya dan memberikannya pada Jae.
"Pakailah." Young Hyun menaruh sepasang sepatu kets berwarna biru pudarnya di depan kaki Jae.
"Tidak usah, aku pakai ini saja." Jae buru-buru menolak.
"Ikuti instruksi ku, ingat? Jangan sok tahu, medan di depan lebih berat lagi, aku sudah menguasainya, tidak masalah bagiku jika tidak pakai sepatu." Young Hyun berdiri, masih mengarahkan senternya ke kaki Jae.
"Baiklah." Jae memakai sepatunya. "Kau tidak pakai alas kaki?" tanya Jae lagi, memastikan.
"Tidak perlu, memakai sandal sobek itu malah akan menghambat." Young Hyun kembali berjalan. Benar saja medannya lebih sulit, jalanan berkelok-kelok, banyak kerikil, dan jarak pepohonan lebih rapat. Young Hyun berjalan dengan hati-hati. Meskipun begitu Jae tidak benar-benar yakin kalau kaki Young Hyun baik-baik saja.
"Apakah masih jauh?" Jae bertanya bukan karena ia lelah, tapi ia khawatir melihat kaki Young Hyun.
"Sekitar setengah jam lagi," jawabnya tanpa menoleh.
"Oh.." Jae tidak tahu harus bagaimana, yang jelas Young Hyun tidak suka di interupsi, jadi ia memilih diam.
Young Hyun berbelok ke arah timur. Jae bisa melihat ada cahaya di sana, tidak segelap tadi, dan ia juga bisa melihat atap-atap bangunan juga pagar yang dililit kawat tajam di atasnya. Kemudian Jae melirik ke belakang, kalau saja ia sendirian pasti sudah tersesat. Ia sama sekali tidak ingat jalan pulang, terlalu rumit dan gelap.
"Nah, kita sudah sampai." Young Hyun mematikan senternya dan memasukannya kembali ke saku celana.
Jae menatap tembok di depannya, ia tidak yakin cara apa yang akan di pakai Young Hyun supaya mereka bisa masuk ke dalam, tinggi temboknya saja kurang lebih lima belas meter, licin, tidak ada pijakan atau ventilasi untuk memanjat, belum lagi kawat-kawat tajam di ujung-ujungnya. Namun belum sempat Jae bertanya Young Hyun sudah membuka akses masuk. Young Hyun membuka pintu gerbang yang di desain menyerupai tembok dengan sensor yang ada di pergelangan tangannya.
"Bagaimana kau tahu ada pintu di sana? Dan itu apa?" Jae bertanya seperti orang mabuk, masih terasa aneh baginya kejadian tadi untuk menjadi nyata.
"Aku bekerja membantu Fortis di sini, aku biasa menyiapkan sarapan untuk para tahanan, dan juga makan malam mereka. Sesekali aku memotong rumput, menyapu lantai, membersihkan kaca." Tiba-tiba Young Hyun terdiam dan merentangkan tangan kirinya, seperti menghalangi Jae dari sesuatu. "Merunduk, tetap di belakangku, jangan sampai terlihat," kata Young Hyun lagi.
Agak sulit bagi Jae untuk membuat tubuhnya tidak terlihat, karena tubuhnya jauh lebih tinggi dari Young Hyun.
'Bark!'
Jae bisa mendengar suara anjing menggonggong. Ia kaget, ia paham maksud Young Hyun sekarang. Ada anjing penjaga di situ, seekor Rottweiler setinggi 70 sentimeter, dan ia akan menggonggong jika melihat sesuatu yang asing baginya.
"Anjing pintar. Tidak apa-apa, dia temanku, temanmu juga." Young Hyun mengusap-usap kepala Rottweiler dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya masih melindungi Jae.
Lambat laun anjing itu mulai jinak, ia merendahkan badannya. Sebenarnya Young Hyun bukan seseorang yang asing baginya, kehadiran Jae lah yang membuat Rottweiler itu menggonggong.
"Nah sudah aman."
Young Hyun dan Jae menjauh.
"Nyaris saja, kau tahu tiga menit dia terus menggonggong akan ada Fortis yang datang?" Young Hyun menatap Jae.
Jae menggeleng, "sepertinya kau sangat menguasai tempat ini."
Young Hyun menyunggingkan bibirnya, bisa diartikan senyuman percaya diri, "seperti yang aku bilang tadi. Aku juga bekerja di sini. Bahkan banyak koridor dan pintu rahasia yang aku tahu."
"Itu keren sekali." Jae memuji dengan tulus, kemudian ia jadi teringat sensor di pergelangan tangan Young Hyun, "dan yang ada di tanganmu itu?"
Young Hyun melihat pergelangan tangannya, "Blood Codes."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Detective 6
Fanfiction"Namaku Park Jae Hyung, kau bisa memanggilku Jae, tempat asalku Korea Selatan, usiaku sebelas... Namaku Park Jae Hyung, kau bisa memanggilku Jae, tempat asalku..." Anak lelaki berambut coklat gelap itu terus menerus mengatakan kalimat yang sama. Tub...