(6)

112K 8.2K 217
                                    

"Mas, jangan, Nayya gak papa, ini masalah Nayya jadi biar Nayya sendiri yang nyelesain masalahnya" ku tarik paksa lengan mas Affif untuk ninggalin kantin sebelum ada ribut-ribut.

"Kamu bodoh atau apa sih dek? Suami kamu jalan sama perempuan lain kamunya malah kabur, harusnya kamu biarin mas ngasih tahu suami kamu tadi" kesal mas Affif pas kita berdua udah di dalam mobil.

"Mas, mas Affan sama kak Fayya cuma duduk, mereka gak ngapa-ngapain juga, kenapa mas bisa semarah ini, sabar mas, kenapa mas jadi kaya gini?" aku mencoba menenangkan mas Affif yang udah marah gak jelas, lagian aku juga gak bisa nuduh mas Affan sembarang, siapa tahu Uty sama Icha bener, mereka cuma ada perlu.

"Kamu juga sedih dek jadi gak usah sok nenangin mas, kalau kamu gak ngerasain apapun kamu gak akan narik tangan mas buru-buru kaya tadi" dan pertahanan aku pecah seketika, sampai kapanpun aku emang gak berbakat untuk bohong terlebih didepan mas Affif.

"Terus mas mau Nayya gimana? Mas mau Nayya ngelabrak mas Affan mentah-mentah tanpa tahu permasalahannya, ini rumah tangga Nayya mas dan permasalahan rumah tangga bukan untuk di umbar di depan orang banyak" lirihku sama mas Affif.

"Masyaallah dek, kalau kamu sendiri bisa mikir kaya gini, kenapa suami kamu gak mikir dulu sebelum duduk berdua sama perempuan lain?" mas Affif ngusap sayang kepalaku untuk menenangkan.

"Mumpung gak ada kuliah, kita jalan aja ya? Dari pada adek sedih terus mending jalan sama makan sama mas, tenang mas yang traktir tapi adek yang bayar"

"Yahhh sama aja itu mas, ujung-ujungnya adek yang rugi mas yang untung"

"Gaklah dek, adek rugi di dana, mas rugi di bensin sama tenaga, bener gak?"

"Jadi mas mau itung-itungan sama Nayya? Tar Nayya bilangin Bunda ya?"

"Ah aduan kamu dek"

"Maspun sama aduannya" dan tawa kita berdua pecah, setiap saat aku jatuh, Allah selalu mengirim dan menghadirkan mas Affif sebagai penenangnya, aku bersyukur untuk itu.

.
.
.

Setelah perdebatan masalah untung rugi tadi, akhirnya aku sama mas Affif sampai disalah satu mall yang cukup dekat dari kawasan rumah, jaga-jaga aja kalau disuruh pulang mendadak gak harus kalang kabut dulu.

"Kamu gak mau gandengan dek? Masa jalan berdua tapi misah-misah kaya gini?" aku menatap mas Affif sekilas yang memang berjalan beriringan sama akunya.

"Emang gak papa mas? Tar kalau di liat orang gimana, tar Nayya dituduh selingkuh lagi" jelasku sambil terkekeh geli.

"Kamu muhrim mas ya dek, ngeliat kamu gak berhijab, meluk kamu sesuka hati aja boleh, masa gandengan aja gak boleh, ngaur jangan dipelihara" mas Affif menjulurkan tangannya yang aku sambut dengan penuh senyuman, ya kalau orang yang lain liat mereka bisa ngiranya aku sama mas Affif pacaran, tapi bodo amatlah, ngapain mikirin pendapat orang, kalau dituduh tinggal nunjukin kartu keluarga.

"Udah laper belum? Adek mau makan apa?" tawar mas Affif.

"Laper sih belum mas, tapi kalau diajak makan mau, hehe"

"Sama aja itu dek, yaudah mau makan apa?"

"Eum apa ya mas? Tapi karena terakhir kita jalan mas yang ngikutin mau Nayya, sekarang gantian deh Nayya yang ngikutin mau mas, mas mau makan apa?" mas Affif malah tersenyum geli sama ucapan aku, ih kenapa harus senyum gitu? Kan aku adik yang baik, pengertian sama masnya, gak mau menang sendiri dengan terus-menerus ngikutin mau aku.

"Yaudah ayo, mas mau makan masakan padang" ajak mas Affif sebelum mencubit pelan pipiku, "yaudah ayo" balasku.

Selesai makan, aku sama mas Affif milih shalat di mesjid terdekat dulu sebelum pulang kerumah, setelah shalat baru deh aku sama mas Affif pulang, takut tar dicariin Bunda.

"Assalamualaikum" ucapku yang disusul sama mas Affif dibelakangnya.

"Wa'alaikumussalam, Kalian kemana aja Fif, dek? Kok telat?" nah kan bener Bunda pasti nanyain.

"Tadi jalan dulu sama mas Affif Bunda" jelasku pelan.

"Kamu ya dek, kamu itu sekarang udah jadi istri, udah punya tanggung jawab, kamu gak bisa keluyuran seenaknya kaya gitu, itu Affan udah pulang dari tadi trus nanyain kamu? Memang kamu gak izin ke Affan pas mau pergi?" aku hanya tertunduk dengan ucapan Bunda, kenapa Bunda selalu lebih ngebelain mas Affan tanpa dengerin penjelasan aku dulu.

"Bukan salah adek Bunda, Affif yang ngajak Adek keluar buat nemenin Affif jalan" aku langsung natap mas Affif pas ngomong kaya gitu, kenapa mas Affif malah bohong? Bukannya kita berdua jalan karena aku yang lagi sedih, kenapa sekarang mas Affif malah nyalahin diri sendiri didepan Bunda.

"Mas_

"Yaudah Adek naik dulu, ditungguin sama mas Affan kan, mas gak papa" mas Affif mulai ngedorong tubuhku pelan dan nyuruh aku langsung naik keatas, aku tahu mas Affif bakalan di omelin Bunda dan itu gara-gara aku, maafin Adek mas.

Dengan mata berkaca-kaca kulangkahkan kakiku masuk ke kamar mas Affan, aku lebih memilih ke kamar mas Affan dulu sebelum masuk ke kamarku sendiri.

"Assalamualaikum" cicitku.

"Wa'alaikum sallam" jawab mas Affan datar, dengan takut aku menghampiri mas Affan dan ku kecup pelan tangannya.

"Kamu dari mana aja? Mas tadi ketemu Icha sama Uty katanya dosennya gak masuk, Nayya kemana aja?" suara mas Affan memang tedengar pelan tapi aku tahu kalau mas Affan sedang menahan rasa kesalnya, mas Affan kesal? Aku juga merasakan hal yang sama.

"Maaf mas, tadi Nayya jalan sama mas Affif" cicitku tertunduk.

"Nayya, kemana harusnya arah pandangan Nayya kalau suami Nayya lagi bicara?" aku menegakkan kepalaku setelah ucapan mas Affan, dan mataku yang berkaca-kaca sudah terpampang jelas sekarang. Apa mas Affan tak ingin menjelaskan apapun? Apa hanya kepergianku dengan mas Affif yang menjadi permasalahan kita berdua sekarang?

"Kalau kamu jalan sama Affif, kenapa kamu gak ngabarin mas dulu, mas gak akan ngelarang kamu jalan sama Affif Nay karena mas tahu gimana deketnya kalian, tapi mas suami kamu, seharusnya kamu izin dulu sama mas" ucap mas Affan mencoba selembut mungkin.

"Maaf mas, mungkin ini terdengar lancang, tapi apakah mas menghargai Nayya sebagai istri mas?" tanyaku semakin berkaca-kaca.

"Maksud kamu?"

"Karena Dirimu Adalah Siapa Jodohmu, kalau mas sendiri gak bisa menghargai Nayya sebagai istri mas, bagaimana mungkin mas berharap untuk Nayya menghargai mas sebagai seorang suami?"

"Apa mas bilang dulu ke Nayya sebelum mas menemui perempuan lain? Gak kan mas?"

Why Him? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang