(23)

80.4K 5.3K 146
                                    

"Maafin mas sayang, mas minta maaf dan mas mohon jangan tinggalin mas sendirian lagi"

Aku mengerjapkan mataku saat sadar ada sepasang tangan yang melingkar di pinggangku sekarang, memelukku dan meletakkan kepalanya dibahuku sampai deru nafasnya sekarangpun masih bisa kurasakan.

Tanpa harus aku berbalik, aku juga tahu siapa pelakunya, mas Affan mempererat pelukannya yang membuat dadaku semakin sesak, aku memang kecewa dengan sikap mas Affan, tapi jika salah satu dari kami tak ada yang mau mengalah dan membicarakan masalah ini baik-baik, sampai kapanpun masalah kami berdua gak akan pernah ada solusinya.

"Maafin mas" aku berbalik dan menatap mata mas Affan yang sekarang sudah sangat berkaca-kaca, ku usap helaian rambutnya dan menyentuh pipinya pelan.

"Nayya maafkan" aku tersenyum dan balik memeluk mas Affan, aku tak ingin berbohong yang hanya akan membuat aku semakin menderita, aku merindukan mas Affan, aku merindukan pelukannya.

"Nay, mas_

"Jangan sekarang mas, Nayya cuma mau tidur kaya gini" tak ada jawaban apapun lagi dari mas Affan, kurasakan mas Affan mempererat pelukannya di tubuhku, mengelus punggungku untuk tidur jauh lebih nyaman.

"Jangan sakit kalau mas gak ada sayang" aku mendongak menatap mata mas Affan, mas Affan tersenyum dan meraih daguku lalu dikecupnya bibirku pelan.

"Maafin Nayya udah kasar sama mas kemarin" aku melepas tautan kami dan kembali menenggelamkan wajahku didalam dekapan mas Affan, tempat ternyamanku, dalam dekapan seorang suami.

.
.
.

"Sayang, subuh dulu" aku mengangguk dengan mata yang masih terpejam, mas Affan membantu tubuhku bangun dan mengusap helaian rambutku penuh sayang.

"Wudhu dulu jangan tidur lagi, mas shalat subuh di mesjid dan kita bicara setelahnya" aku mengiyakan, bangkit dan berlalu masuk ke kamar mandi, setelah selesai kuhadapkan tubuhku menghadap kiblat dan menunaikan kewajibanku.

Selesai shalat aku masih milih nunggu mas Affan sembari berbaring dipinggir ranjang, gak lama mas Affan pulang, kuraih tangannya lalu kukecup singkat.

"Mas" panggilku sedikit tidak yakin.

"Kenapa sayang?" jawab mas Affan, bangkit dan mengikutiku duduk di pinggir ranjang.

"Sudah mas fikirkan? Apa mas yakin tidak mempunyai rasa apapun terhadap kak Fayya? Mas boleh jujur sama Nayya, kalau memang iya Nayya akan terima apapun keputusan mas" sekuat hati aku mencoba bersikap dewasa, aku hanyalah seorang istri yang surgaku masih bergantung dengan ridho suami,

"Maksud Nayya? Jika memang mas mempunyai rasa terhadap Fayya, Nayya fikir mas akan melakukan apa? Menikahi Fayya dan menjadikan Fayya istri kedua? Apa itu yang Nayya maksudkan akan merima semuanya?" tanya mas Affan balik seolah sedikit kecewa dengan pertanyaanku.

"Nayya hanya ingin mas bahagia, kalau memang mas menyukai kak Fayya, Nayya akan coba menerimanya, Nayya gak mau kalau mas terus berdosa hanya karena terus memikirkan kak Fayya, menikahi kak Fayya mungkin adalah pilihan yang lebih baik"

Aku menetes air mataku setelah ucapanku barusan, aku memang akan berusaha menerimanya tapi semuanya gak semudah ucapan yang sudah aku keluarkan barusan, gak akan semudah itu, mengizinkan mas Affan menikah lagi itu artinya aku juga harus ikhlas menerima kenyataan kalau aku akan berbagi kasih sayang mas Affan dengan wanita lainnya, kecuali kalau mas Affan memilih melepaskanku lebih dulu.

"Apa ini yang Nayya sebut akan menerimanya?" mas Affan mengusap air mataku dan mengelus puncak kepalaku.

"Apa Nayya fikir mas akan bahagia jika melihat istri mas terluka? Apa Nayya fikir mas bisa membiarkan Nayya bersedih hanya karena mas mendua? Memiliki Nayya saja mas masih sering melakukan kesalahan, membiarkan Nayya menangis saja mas tak tega, apa mas akan sanggup menyakiti hati Nayya seumur hidup mas hanya karena memilih menikahi Fayya?"

"Mas sudah cukup bahagia dengan cinta Nayya yang mas punya, mas tidak butuh wanita lain, mas minta maaf untuk kesalahan mas, tapi mas tidak pernah mempunyai perasaan apapun untuk Fayya sayang, mas gak akan menikah lagi seperti pemikiran Nayya, dengan siapapun dan untuk alasan apapun" mas Affan memelukku yang sudah semakin terisak.

"Mas berterima kasih karena Nayya begitu memikirkan kebahagiaan mas, tapi bagi mas, gak ada yang jauh lebih penting dibandingkan kebahagiaan Nayya" menangis adalah satu-satunya yang bisa aku lakukan sekarang, mas Affan sendiri juga masih setia mengusap punggungku ikut menangkan.

"Jangan berfikiran aneh-aneh karena mas gak akan pernah menikah lagi, Nayya sendiri sudah cukup untuk mas" aku mengangguk pelan dalam dekapan mas Affan.

"Apa Affif begitu membenci mas?" pertanyaan mas Affan yang membuat aku mengusap kasar air mataku lalu beralih menatap mas Affan sekarang.

"Menurut mas?" tanyaku balik.

"Iya" jawab mas Affan lirih, "mas tidak akan membela diri untuk apapun karena mas tahu mas bersalah, mas minta maaf"  lanjut mas Affan mulai tertunduk.

"Mas, mas Affif memang marah dan itu wajar bukan, tapi apa pernah mas Affif marah dan tak mau memaafkan mas? Bukankah mas Affif akan selalu menerima permintaan maaf mas asalkan mas benar-benar menyesalinya, mas Affif itu juga adiknya mas, gak akan ada seorang saudara yang akan bertahan lama marah sama saudaranya, mas bahkan pernah lebih dari ini sama mas Affif sampai pukul-pukulan malah, masa sekarang udah ciut duluan sebelum minta maaf"

"Udah gak papa, bicarain baik-baik sama mas Affif, sekarang mas beres-beres dulu biar  Nayya siapin sarapannya" aku menepuk bahu mas Affan dan berniat bangkit dari ranjang kalau gak ada lengan mas Affan yang tiba-tiba udah melingkar di pinggangku lagi.

"Kenapa lagi mas?" tanyaku ikut mengusap helaian rambut mas Affan.

"Nayya udah mendingan? Dari semalem mas ngerasanya tubuh Nayya masih anget, kalau memang masih demam jangan dipaksain sayang, mas bisa makan diluar atau di kantin kantor"

"Nayya udah mendingan mas, gak papa, malah Nayya nanti mau ke kampus buat konsul, biar cepet lulus" jawabku kemudian tersenyum riang, mikirin kalau udah lulus itu aduh, bahagianya luar biasa, gak harus pusing-pusing lagi mikirin tugas. Gak harus kesel-kesel lagi karena mikirin nungguin dosen.

"Iya Nayya harus cepetan lulus, mas setuju sama keinginan Nayya yang satu ini, istri mas memang pinter" balas mas Affan udah ikutan semangat.

"Memang kalau Nayya udah lulus kenapa?" kalau mas Affan udah semangat kaya gini, insyaallah bakalan ada maunya, ada maksud terselubung, aku udah hafal sama sikapnya yang satu ini, persis kaya mas Affif.

"Kalau Nayya udah lulus, kita udah bisa ngabulin permintaan Ayah sama Bunda kan?" aku udah membelalakkan mata guk percaya sama ucapan mas Affan barusan.

Mas Affan yang sadar sama keterkejutanku hanya tersenyum dan mempererat dekapannya.

"Nambah personil Affan sama Nayya junior kayanya juga makin seru sayang"

Why Him? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang