(27)

71.6K 5.2K 254
                                    

"Mas Affan kemana? Kali ini apa alasan dia sampai lepas tanggung jawab sama kamu?"

Aku kembali menghela nafas begitu mas Affif menurunkanku dan mendudukkanku di tempat yang sudah jauh lebih terang, aku mulai melirik penampilanku yang bisa dibilang awut-awutan, traning panjang ditambah kemeja lengan panjang mas Affif dan kain yang digunakan mas Affif untuk menutupi kepalaku. Kalau mas Affan tahu aku keluar kaya gini mungkin udah diomelin abis-abisan.

"Jawab pertanyaan mas dek, suami kamu kemana?" ulang mas Affif yang membuat aku gak tahu harus ngejelasinnya gimana,

"Tadi kak Fayya dateng ke kamar minta dianterin ke klinik, katanya perutnya sakit, awalnya mas Affan udah nawarin biar mas aja yang nganter tapi kak Fayya gak mau, mas Affan juga udah sempet mau ngajak Nayya ikut tapi dilarang kak Fayya" jelasku ke mas Affif, mas Affif mengusap kasar wajahnya dan menghembuskan nafas berat menatapku.

"Sekarang mas tanya, yang istri mas Affan kamu apa si Fayya?"

Aku tak menjawab apapun untuk pertanyaan mas Affif barusan, apa yang harus aku jawab kalau mas Affif udah nanyak kaya gini? Mau aku ngasih alasan apapun mas Affif gak akan mau denger lagi.

"Dek, memang bener kita bertiga udah setuju untuk nyari cara ngejauhin mas Affan dari Fayya, tapi semua itu gak akan berguna selama mas Affan gak bisa tegas dengan segala sikap Fayya, kita gak mungkin nyembunyiin masalah ini lebih lama lagi, pelan-pelan Ayah dan Bunda harus tahu"

"Adek tidur sama mas, ini masih hujan deres dan mas gak mau ngambil resiko apapun dengan balik ninggalin kamu sendirian di kamar" ucap mas Affif prustasi,

"Nayya biar di kamar sendiri aja mas, takut mas Affan nyariin" balasku

"Tidur sama mas atau kita pulang malam ini juga dek" sahut mas Affif kelihatan gak mau dibantah, aku yang mendapati ekspresi mas Affif sekarang cuma milih nurut dan gak mau ngebantah apapun lagi.

"Kita masuk sekarang" mas Affif bangkit dan berjalan lebih dulu mendahuluiku, aku juga ikut bangkit dan tiba-tiba harua kembali merintih sakit dikakiku.

"Astagfirullah dek ini kenapa bisa bedarah kaya gini? Adek nginjek apa?" aku hanya menangis sambari tersenyum sedih melihat keadaan kakiku sekarang, tapi kalau boleh jujur, sakit yang aku rasain di kakiku jauh lebih baik dari pada sakit yang ada dihatiku sekarang.

Mas Affif mengusap air mataku dan kembali menggendong tubuhku berlalu masuk ke kamarnya, dikamar mas Affif mulai membersihkan luka dikakiku dan membalutnya,

"Mas, mas Affan_

"Tar mas kasih tahu suami kamu kalau adek tidur dikamar mas, kalau inget" mas Affif membaringkan tubuhku dan menarik selimutku sebatas dada.

"Tidur dek, ini udah malem, mas gak mau adek sakit, besok kita langsung pulang" mas Affif memgecup keningku dan ikut berbaring diranjang sebelahku.

.
.
.

Besoknya mas Affif beneran ngebawa aku pulang dan anehnya mas Affan ngizinin gitu aja, mas Affan bahkan tetep stay disana walaupun tahu aku luka kaya gini, hadiah sidang yang beneran lengkap.

Sesampainya dirumah, aku cuma merenung dan duduk diam gak jelas sendirian di kamar, sekarang aku harus gimana? Apa aku harus ngebiarin mas Affan terus-menerus bersikap kaya gini, nyakitin dan dengan mudahnya aku maafin lagi, hidup aku gak segampang itu.

Mungkin mendiamkan mas Affan adalah pilihanku sekarang, aku bukannya gak ingin memperbaiki keadaan tapi seperti yang aku bilang dulu, ini fake love, aku capek kalau harus terus berjuang sendirian, mencintai seorang diri.

Disis lain, tinggal sendiri dirumah juga nyadarin aku kalau hidup sendiri itu bener-bener gak enak, ada securit ingatan kalau aku ngebayangin misah sama mas Affan, mungkin kesepian kaya gini yang bakal aku rasain setiap hari,

Why Him? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang