(20)

86.2K 6K 235
                                    

"Dek, Adek jangan ngebuat mas takut dek, bangun"

Aku bisa mencoba bertahan dengan semua permasalahan hidupku sekarang tapi tubuhku enggak bisa, pada akhirnya aku tumbang karena beban fikiran yang beberapa bulan terakhir ini terus aku tanggung.

Kali ini aku terbangun di ruangan yang udah serba putih dan melihat ada beberapa alat menis dengan selang infus yang melekat di tanganku, aku bisa menebak dimana aku sekarang, rumah sakit.

Aku mulai mengerjap-ngerjapkan mataku dan lagi-lagi mendapati kenyataan kalau cuma ada mas Affif yang tertidur di samping ranjang aku berbaring sekarang. Aku menatap mas Affif dengan penuh rasa bersalah, disatu sisi aku bahagia karena punya mas Affif sebagai sandaranku, tapi jika balik mengingat semua ucapan mas Affif sebelum aku jatuh tadi juga sukses besar membuat mataku mulai berkaca-kaca lagi.

Ngabain rasa sakit yang semakin menjadi, aku beralih mengusap kepala mas Affif yang sudah sangat jarang aku sentuh, aku terlalu sibuk memikirkan permasalahan rumah tangguku sendiri sampai lupa kalau aku juga punya tempat sandaran lain selain mas Affan, aku masih punya sajadah untuk bersujud dan bahu mas Affif untuk tempatku bersandar.

"Dek, udah bangun" mas Affif bangun dan menatapku dengan raut penuh kekhawatiran, aku mendapatkan tatapan seperti itu malah meneteskan air mataku.

"Loh dek kok nangis, ada yang sakit, sebentar ya mas panggilin dokternya" tepat sebelum mas Affif bangkit, aku menahan lengannya, aku hanya butuh pelukan, tempat sandaranku.

"Adek cuma butuh mas" mas Affif menghela nafas dalam mendengar penuturanku dan membawaku kedalam pelukannya.

"Mas, jangan sampai Ayah sama Bunda tahu masalah ini, Nayya gak mau Ayah sama Bunda ikut kefikiran"

"Iya, makanya adek harus cepet sembuh sebelum Ayah sama Bunda pulang dari luar kota, jangan nyimpen rasa sakit adek sendirian yang malah berakhir dengan jadi boomerang untuk tubuh adek sendiri, cerita sama mas, adek gak sendirian, adek punya mas jadi jangan bersikap seolah-olah adek cuma sendirian, mas gak mau adeknya mas kenapa-napa" omel mas Affif sambari mengusap kepalaku.

"Maafin Nayya ya mas, Nayya gak akan kaya gini lagi, maafin Nayya" mas Affif mengangguk dan mempererat pelukannya.

"Nayya" panggilan yang membuat aku dan mas Affif serempak melirik ke arah pintu, dan mas Affan berdiri disana.

"Ngapain mas kesini?" tanya mas Affif memperlihatkan dengan jelas nada tidak sukanya.

"Mas gak harus ngejawab pertanyaan kamu, Nayya kenapa bisa dirumah sakit?"

"Affif juga gak punya kewajiban untuk ngejawab pertanyaannya maskan?"

Aku hanya menunduk dan tidak ingin terlibat dalam pembicaraan mereka, aku hanya menggenggam erat tangan mas Affif yang sekarang memang berdiri tepat didepanku, membantuku yang tak ingin melihat langsung wajah mas Affan sekarang, aku takut kalau aku akan luluh hanya karena tatapan teduhnya.

"Mas tanya Nayya kenapa Fif, kenapa Nayya bisa berakhir dirumah sakit kaya gini? Kenapa kamu gak ngabarin mas apapun?"

"Ckk, kenapa baru sekarang mas tanya adek kenapa? Mas buta apa gimana kemarin? Gak sadar adek pingsan didepan mata mas sendiri? Oya Affif lupa mas terlalu sibuk mikirin si Fayya sampai lepas tanggung jawab sama Nayya gitu aja ya?" dan seketika mas Affan cuma bisa diam ditempat.

"Itu karena kamu kasar sama Fayya Fif, mas gak suka kamu kasar sama perempuan" balas mas Affan dengan suara sedikit meninggi.

"Affif gak sengaja mas ngerti gak? Mas itu datengnya telat, gak liatkan gimana Fayya nyakitin Nayya? Gak liatkan gimana Fayya dengan beraninya nampar dan ngedorong Nayya lebih dari itu? Makanya kalau udah telat gak usah sok tahu, gak usah jadi pahlawan kesiangan, si Fayya dipercaya" ucap mas Affif dan mempererat genggamannya di tanganku.

"Mas minta maaf"

"Affif gak butuh maaf mas, mending pulang, khawatirnya sama Fayyakan? Udah sana, Affif bisa ngejagain Nayya sendirian"

"Kamu gak punya hak ngusir mas Fif, Nayya istri mas dan mas yang lebih berhak atas diri Nayya dibandingkan kamu"

"Hak? Istri? Memang sejak kapan mas memperlakukan Nayya selayaknya istri mas? Mas gak punya hak apapun atas Nayya saat mas sendiri gak bisa menuhin tanggung jawab mas sebagai suami, udah mending pulang"

"Kamu yang harusnya pulang"

"Kalau cuma mau ribut, mending mas berdua keluar, Nayya capek butuh istirahat" aku yang udah terlalu males sama perdebatan mas Affif dan mas Affan sekarang pada akhirnya juga unjuk suara.

"Nay, mas minta maaf"

"Keluar, mas gak denger Nayya bilang apa? Keluar" aku menarik erat lengan kemeja yang dipakai mas Affif sekarang seteleh nyuruh mas Affan keluar kaya gitu.

Seketika tatapan mas Affan berubah, aku yang ngeliat tatapan mas Affan cuma bisa bergidik ngeri, tapi kayanya itu tatapan gak berlaku untuk mas Affif, karena mendapatkan tatapan kaya gitu mas Affif malah balik natap dengan pandangan yang gak kalah membunuh.

"Nay, mas beneran minta maaf, kamu kenapa malah ikutan marah-marah kaya Affif gini?"

"Mas ngerti bahasa gak? Nayya bilang mas keluar" jawabku masih mencoba sesabar mungkin.

"Nay, mas tahu mas salah dan mas minta maaf, tapi kamu juga gak ngeliat gimana sikap Affif sama Fayya kemarinkan?"

"Nayya gak mau tahu dan Nayya gak peduli, kalau memang mas khawatir yaudah sana pulang dan temuin kak Fayya, jangan sok-sokan nyibukin diri dengan repot-repot ngurusin keadaan Nayya kaya gini" jawabku dengan suara meninggi, mas Affan minta maaf tapi gak ngakuin kesalahannya itu sama aja kaya bohong,

"Nayya, mas udah bilang kalau mas gak suka Nayya ngomong kasar sama maskan? Mas suami kamu Nayya bukan temen kamu" balas mas Affan dengan suara sedikit meninggi.

"Yaudah kalau mas gak suka Nayya ngomong kaya gini mending mas pulang, udah dari tadi Nayya suruhkan? Satu lagi, ternyata pemikiran Nayya selama ini salah, Nayya fikir dengan menikah, Nayya bisa menjadi istri, keluarga dan sahabat untuk mas dalam waktu yang bersamaan, tapi sekarang Nayya cuma akan nganggep mas suami Nayya dan gak lebih, tapi selama mas belum bisa menuhin tanggung jawab mas sebagai suami, jangan salahin Nayya kalau Nayya gak akan pernah bisa nganggep mas sebagai siapapun"

"Bisa mas keluar sekarang? Nayya butuh istirahat" aku mempererat genggamanku ditangan mas Affif sembari menahan rasa sesak yang semakin menjadi, aku butuh waktu mikirin ini semua, mikirin nasib rumah tangga aku yang semakin gak jelas kaya gini.

Mas Affan mengabaikan ucapanku, mendekat dan memeluk tubuhku erat, aku hanya diam mematung, tak menolak dan tak ingin juga membalasnya.

"Mas minta maaf Nayya, mas cuma_

"Lepasin dan Nayya gak mau denger alasan apapun lagi dari mas, lepasin Nayya dan Nayya minta tolong mas keluar, keluar selagi Nayya masih berusaha bersikap sopan sama mas"

"Mas sayang sama kamu"

"Dan Nayya gak tahu apa Nayya masih bisa berusaha untuk belajar nerima mas"

Why Him? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang