(5)

123K 8.1K 445
                                    

"Nay, bangun dulu shalat subuh, Nay" aku bergumam kecil karena raga yang belum kembali sepenuhnya.

"Sayang bangun, kita shalat subuh dulu, buruan wudhu mas tungguin" mas Affan ngebangunin tubuh aku dan ngusap pelan pipiku, tapi bentaran deh, barusan mas Affan manggil aku apa? Sayang? Aku gak salah dengerkan?

Aku membuka mataku perlahan dan bangkit dari ranjang masuk ke kamar mandi, ini subuh-subuh otak harus disegerin, takut mulai gak sehat karena kelakuan mas Affan.

"Ya Allah, jika Nayya yang engkau titipkan sebagai pelangkap iman hamba, hadirkanlah cinta diantara kami berdua dengan Izin-Mu. Jadikan Nayya sumber kebahagiaan dalam hidup hamba, senang bila hamba melihatnya, tenang bila hamba menatapnya dan bersyukur karena hamba memilikinya sebagai bagian terpenting untuk separuh jiwa hamba,"

"Jadikanlah hamba suami yang baik untuk keluarga kecil hamba, bantu hamba untuk menjaga istri hamba dan mendidik serta menyayangi anak-anak yang akan Engkau titipkan pada kami nanti ya Allah, berkahilah rumah tangga kami sehingga dengan bersama lebih memudahkan kami untuk meraih ridho dan Surga-Mu ya Allah, Amin"

Aku tertunduk menangis untuk setiap do'a yang dipanjatkan mas Affan, jujur sekarang aku memang belum cinta, tapi gak ada laki-laki lain yang lebih berhak untuk cintaku selain mas Affan, di suami aku dan dia imam aku. Kabulkanlah semua keinginan suami hamba Ya Allah, hanya kepada-Mu kami memohon, Amin.

"Nayya gak mau nyalim?" tanya mas Affan yang entah sejak kapan sudah berbalik menatapku.

"Nyalimlah mas, siniin tangannya" mas Affan tersenyum kecil dan menjulurkan tangannya, akupun meraih tangan mas Affan dan aku cium.

"Semoga istri mas jadi istri yang shalehah ya, amin" aku melepaskan tangan mas Affan dan mas Affan mengecup keningku singkat, bahagia? Sangat. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan.

.
.
.

Selesai beberes aku turun ke bawah karena memang hari ini aku punya jadwal kuliah pagi, gak mau telat lagi kaya kemarin, kulangkahkan kakiku menuruni tangga dan dibawah udah ada Ayah, Bunda sama mas Affif.

"Loh dek, kok sendiran? Suaminya mana?" aku hanya tersenyum kikuk dengan pertanyaan Bunda, biasanya Bunda kalau nanyak "loh dek mas kamu kemana?" sekarang malah berubah pakek embel-embel suami, rada beda aja sih.

"Mas Affan tadi selepas subuh masuk ke kamarnya Bunda, kan barang-barang mas Affan masih disana" jelasku singkat dan ngambil posisi duduk disamping mas Affif.

"Trus kamu ngapain masih disini dek? Bukannya ngebantuin suaminya dulu, Bunda udah ngajarin adekkan gimana caranya ngelayanin sama ngurusin suami, mas Affan itu sekarang bukannya mas kamu dek tapi suami kamu, udah naik sana bantuin mas Affan dulu"

"Tapi tar Nayya telat kuliah Bunda" renggekku gak jelas.

"Ya Allah adek, telat kuliah gak dosa, gak ngurusin suami itu yang dosa, memang surganya adek dimana? Dibawah telapak kaki suami apa dibawah telapak kaki dosen?" aku tertunduk dengan ucapan Bunda, mau bantah juga gak bisa, yang ada tar malah nambah dosa karena ngejawab orang tua.

"Yaudah iya maafin Nayya ya Bunda, Nayya naik deh sekarang" aku bangkit dan ninggalin meja makan lalu masuk ke kamar mas Affan.

"Tok tok tok, mas, Nayya masuk ya" dapet sautan dari dalem, aku melangkah masuk dan mendapati mas Affan lagi berdiri tepat didepan cermin sambil masangin dasinya.

"Kenapa dek? Eh maaf kenapa sayang?" ya Allah baru masuk ini jantung udah berdebar gak karuan.

"Bunda ngomel karena Nayya langsung turun sarapan tapi gak ngebantuin mas siap-siap dulu" jawabku mencoba sejujur mungkin,

"Jadi kamu naik karena disuruh Bunda, bukan karena pingin ngebantuin mas beres-beres heumm?" mas Affan nanyak sambil sesekali ngelirik aku dari pantulan cermin dan tersenyum.

"Maafin Nayya mas, abis Nay_

"Gak papa Nay, mas gak marah, mas tahu kamu kuliah pagi hari ini, yaudah ayo turun, mas udah siap" mas Affan ngelus pelan kepalaku yang terbalut hijab yang bisa dibilang terlihat cukup syar'i.

"Sebentar Nay, pake jelbab yang rapi, ini rambutnya keliatan" mas Affan sedikit narik hijab aku dan narik tangan aku turun, ya Allah, beginikah rasanya punya suami?

Aku mengikuti langkah mas Affan turun kebawah dan duduk diantara mas Affan sama mas Affif, "adek mau berangkat kuliah sama siapa? Kalau mau berangkay sama mas Affan, mas berangkat duluan" tanya mas Affif begitu selesai sarapan. Aku melirik mas Affan sekilas dan mas Affan tersenyum.

"Nayya berangkat sama mas Affif gak papa ya mas?" izinku.

"Yaudah gak papa, nanti jangan lupa kabarin mas kalau Nayya udah di kampus" aku mengangguk pelan dan mengikuti mas Affif nyalim ke Ayah sama Bunda.

"Jagain anak Bunda mas, jangan di tinggalin" ucap Bunda begitu mas Affif nyalim.

"Iya Fif, tolong jagain istri mas, kalau bandel, cubit aja" mas Affan ikut-ikutan, Ayah mau nyaut apa lagi?

"Ya Allah kalian semua, emang Nayya itu anak Bunda, istri mas Affan tapi kalian semua juga jangan lupa kalau Nayya itu adeknya Affif, gak diingetin juga bakalan dijagain" semua orang udah pada ketawa, cuma aku sendiri yang geleng-geleng kepala, kalau lagi kumat yang modelannya gini semua.

"Yaudah Nayya pamit ya Bunda, Yah" aku nyalim ke Ayah sama Bunda. "Nayya berangkat mas" ucapku beralih nyalim sama mas Affan, "iya hati-hati" mas Affan ngecup kening aku singkat yang sukses besar ngebuat Ayah sama Bunda ikutan senyum-senyum gak jelas. Malu....

.
.
.

Nyampe di kampus, aku langsung pamit sama mas Affif dan nyalim. "Dek uang jajannya masih cukup kan?" astagfirullah masku, nanyak uang jajan sambil teriak-teriak di koridor, gak malu apa diliatin orang.

"Masih" cicitku dan langsung masuk ke kalas, aku masuk ke kelas tapi anehnya ini kelas malah sepi, "Cha, kok masih sepi? Yang lain kemana?" tanyaku ke Icha yang lagi sok fokus sama novelnya.

"Kata anak-anak dosennya gak masuk, emang kamu gak baca grup Nay?" yahhhh gak masuk, malah udah buru-buru tadi, astagfirullah.

"Yaudah karena kita udah terlanjur ke kampus, kita ke kantin aja yuk, pingin ngebakso" ajak Icha, aku mengiyakan tapi katanya nunggu Uty balik dari toilet dulu, setelah Uty balik kita bertiga langsung go to kantin.

"Kalian berdua mau gak?" tawar Icha. "Aku enggak Cha, udah sarapan tadi dirumah" tolakku. "Kalau kamu Ty?" tanya Icha lagi, "boleh deh tapi jangan tambahin mie ya" dasar ni anak berdua pagi-pagi malah makan bakso, yang jualan bakso pun ada pagi-pagi gini.

"Nay, itu mas Affan bukan sih?" tanya Uty waktu aku lagi fokus sama novel yang dibaca Icha tadi.

"Mana Ty?"

"Itu, yang paling ujung, yang sama kak Fayya" jelas Uty sedikit gak enak, dan ya aku ngeliat mas Affan lagi bareng sama kak Fayya, kenapa mendadak dada aku jadi sesek gini ya Allah.

"Cha, Ty, aku pamit pulang aja ya" pamitku ke Uty sama Icha, aku gak bisa kalai ngeliat mas Affan ketemu sama perempuan lain bahkan gak bilang dulu sama aku.

"Nay kok balik, kamu beneran gak papa, mungkin mas Affan ada perlu kali sama kak Fay, kamu jangan sedih dulu" ucap Uty nyoba nenangin.

"Loh dek kok di kantin?" aku berbalik dan sekarang udah ada mas Affif disebelah aku, ya Allah jangan sampai mas ngeliat mas Affan sama kak Fay, bisa-bisa ribut disini.

"Dosennya gak dateng mas, anterin adek pulang yuk" gak nunggu jawaban mas Affif, aku langsung bangkit dari duduk hendak keluar kantin.

"Dek, apa karena mas Affan sama kak Fay?" astagfirullah, mas Affif tahu.

Why Him? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang