"I'm the man who can't be moved." —The Script
▲
"Aku menciumnya," Naruto hampir saja tersedak kopi panasnya setelah Sasuke mengatakan hal itu. Mata birunya membulat dengan sempurna, menatap ke arah Sasuke yang sedang menerawang memerhatikan langit-langit.
"Apa maksudmu, Teme?"
"Aku mencium Sakura waktu itu," Sasuke menegakkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
Naruto mengangkat satu alisnya, kemudian ia meletakkan cup yang berisi kopi hitam miliknya di atas meja kerja Sasuke. Ia berdehem sebentar sebelum menatap intens sahabatnya yang sedang memperhatikan atap yang dicat berwarna putih. "Lalu bagaimana reaksinya?"
"Aku menebak jika dia tidak bisa berciuman karena dia tidak membalas ciumanku."
"Apa dia marah padamu? Atau mendiamkanmu setelah itu?"
"Aku yang mendiamkannya," Sasuke balas menatap Naruto, onyx pria itu berkilat gelisah. "Aku merasa begitu … bodoh."
Uchiha Sasuke hanya beberapa kali mengakui kebodohannya. Entah karena memang pria itu tidak pernah melakukan kebodohan atau dia enggan mengakuinya. Pertama adalah saat dia tidak bisa mengetahui di mana keberadaan sahabatnya—selain Naruto. Kedua adalah saat di mana dia tidak bisa mencegah seseorang untuk keluar dari hidupnya. Dan yang ketiga adalah saat ia mencium Haruno Sakura.
Namun, meski mencium Sakura adalah suatu kebodohan versinya, Sasuke tidak pernah menyesal karena telah melakukan hal itu. Ada satu hal yang membuat Sasuke tidak dapat berhenti memikirkan kejadian itu. Ah tidak, ada dua. Terlebih saat pertama kali ia melihat Sakura berada di depannya dan memakai kemeja miliknya yang terlihat kebesaran di tubuh gadis itu. Sasuke tidak bisa lupa bagaimana lembutnya tekstur bibir itu, atau bagaimana rasa manis yang ada saat ia menginvasi rongga mulut Sakura. Selain itu, kebiasaan Sakura setiap pagi terlalu mirip dengan seseorang dari masa lalunya. Sakura dan dia terasa begitu … sama.
"Bagimu, bagiku tidak. Apa yang salah dari menciumnya?"
"Kami tidak saling mengenal, Dobe."
"Oh ya? Lalu waktu satu bulan itu apa? Perlakuanmu padanya, sikapmu padanya. Aku bahkan merasa kau telah mengenalnya jauh sebelum insiden itu terjadi," Sasuke menghela napasnya mendengar ucapan Naruto. Ia merosot dengan muram di kursinya, matanya terpejam dengan erat.
Mencoba mencari kata yang tepat untuk menyanggah ucapan Naruto, tetapi ia sadar bahwa ucapan pria itu memamg tidaklah bisa disanggah dengan pembelaan apa pun. Sejak awal, ia yang mengusulkan untuk mendekati Sakura, melakukan suatu rangakaian agar gadis itu mau bicara menceritakan kronologis malam Natal. Ia juga menyetujui ide Naruto untuk dan Shikamaru agar Sakura tinggal di rumahnya. Menawarkan perlindungan, menawarkan diri untuk menjadi teman, bahkan bersumpah untuk tidak meninggalkan gadis itu.
Uchiha Sasuke mencebik, lalu ia menghela napas, "Kau benar."
"Lagi pula, aku menyuruhmu untuk membuka hati dengan Sakura. Kau akhir-akhir ini sering terlihat muram, apa kau memikirkannya lagi?" Naruto menumpukan kedua tangannya di atas meja.
"Tidak," pria itu memberi jeda sebentar, "aku hanya memikirkan Suigetsu."
Hozuki Suigetsu, kawan lama yang menghilang semenjak kasus tuduhan yang dilimpahkan kepadanya. Parahnya lagi, Uchiha Fugaku yang menangani kasus itu dulu. Untung saja Sasuke dan Naruto berhasil mendapatkan bukti untuk mengajukan pembelaan dan berakhir dengan pembebasan Suigetsu sekaligus penutupan kasusnya. Sampai saat ini, dia tidak tahu di mana keberadaan pria itu walau ia mengarahkan orang suruhannya untuk melacak keberadaan sahabat lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Part of Me ✔
FanfictionSecond story. SUDAH TERBIT [Some chapter are private] Warning!!! Beberapa part mengandung konten dewasa dan kekerasan. Pembantaian terjadi di kediaman keluarga Haruno saat malam Natal. Menyisakan satu anggota keluarga yang terluka parah. S...