"What a sad, beautiful tragic love affair." —Taylor Swift
▲
Hari terus berganti, menandakan manusia berevolusi, menandakan manusia untuk terus berjalan melewati garis takdir yang telah Tuhan tuliskan dalam setiap kisah mereka.
Pagi itu, gugur bunga sakura menjadi hiasan para pengguna jalan. Perpaduan warna merah muda dan birunya langit membuat orang-orang betah menghabiskan waktu di luar rumah ditambah dengan cuaca yang cocok untuk bersantai.
Hadir di sana, seorang anak laki-laki dengan mata bulat yang sangat hitam berusia lima tahun sedang asik bermonolog dengan boneka dinosaurus berwarna hijau. Senyum dari bibirnya tercetak dengan jelas, sesekali, gelak tawa terdengar dari bibirnya yang mungil. Sangat jauh dari ancaman bahaya dunia yang siap menyergap kapan saja. Masih sangat polos untuk mengetahui permasalahan pelik yang mengancam hidup seseorang. Udara musim semi masuk melintasi jendela kamarnya yang terbuka lebar, ia terlalu asik sampai-sampai mengabaikan segalanya.
Bahkan, saat ayahnya menyelinap masuk ke dalam kamarnya, ia tidak menyadari hal itu sampai sang ayah berinisiatif untuk menggelitik pinggang kecilnya. Aroma segar yang tercium membuat sang ayah betah berlama-lama mendekap bocah kecil itu, suara tawanya bagai melodi paling indah yang pernah sang ayah dengar selama ia hidup di dunia.
"Tou-san! Berhenti, hahaha, ini geli!" bocah itu berseru, memprotes tindakan sang ayah yang sangat menganggu namun, tetap ia sukai.
"Apa yang sedang kau lakukan? Kau tidak bermain bersama teman-temanmu di luar?"
Bocah itu mendesah kelelahan akibat perbuatan ayahnya, ia bersandar di dada bidang milik sang ayah tempat di mana ia biasa terlelap kala malam hari. "Aku tidak memiliki teman," ungkapnya.
"Benarkah? Sayang sekali anak pintar sepertimu tidak memiliki teman." sang ayah menciumi helai rambutnya, aroma shampoo bayi yang tercium begitu menyenangkan untuk terus dihirup.
"Ke mana Kaa-san dan Nii-san pergi?" ia hanya akan menghabiskan waktu dengan bermain bersama keluarganya, tak ada teman, tak ada siapa pun selain orang-orang yang ia kenal.
"Ke pasar, ibumu kehabisan sayuran," sang ayah menatapinya dengan pandangan yang lembut, "kau mau ikut aku?"
"Ke mana?" bocah itu mulai tertarik, ia melepaskan boneka dinosaurus hijaunya dan melingkarkan tangan-tangan mungilnya ke leher sang ayah.
"Melihat marching band di kota."
Oniks bulatnya melebar dan berbinar-binar, marching band adalah sesuatu yang hebat menurutnya. Ia pernah sekali terlibat menjadi pemain drum untuk marching band tahun lalu dari play group tempatnya bersekolah. "Whoa, itu sesuatu yang menakjubkan Tou-san! Ayo bawa aku ke sana, bawa aku ke sana!" tangan mungilnya kini ganti menarik lengan sang ayah yang dua kali lebih besar dari lengannya, ia melompat-lompat dengan bahagia sembari menghentak-hentakkan kaki kecilnya. Sang ayah hanya mampu terkekeh melihat kelakuan putera bungsunya yang penuh semangat.
"Kau sangat bersemangat, Nak. Baiklah, ayo," ucap sang ayah sembari meraihnya ke dalam gendongan.
Setelah meninggalkan pesan yang di tempel di kulkas dan mengunci pintu, sang ayah mulai berjalan melewati bangunan-bangunan rumah besar di kompleks perumahan mereka. Karena letak festival tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka, sang ayah lebih memilih berjalan kaki. Menyusuri gang-gang sempit, beruntung mereka berjalan pada pagi hari, jika saja mereka melewati gang itu tengah malam, mereka tidak akan bisa melihat apa pun karena gang itu cukup gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Part of Me ✔
Fiksi PenggemarSecond story. SUDAH TERBIT [Some chapter are private] Warning!!! Beberapa part mengandung konten dewasa dan kekerasan. Pembantaian terjadi di kediaman keluarga Haruno saat malam Natal. Menyisakan satu anggota keluarga yang terluka parah. S...