Slut Lust

20 0 0
                                    

Alika mengusap perutnya yang agak menonjol. Tatapannya dingin ke arah lelaki di depannya yang tengah duduk di kursi dengan kedua tangannya terikat ke belakang kursi.

"Wajah ini, yang membuatku tergila-gila," ucap Alika sambil memainkan pisau berwarna putih mengkilat ke wajah lelaki tadi.

Wajah lelaki itu pucat, bulir-bulir keringat dingin mengalir dari keningnya. Pandangannya nanar menatap lantai kayu yang tengah di pijaknya.

"Alika, kumohon hentikan. Ini semua salahku, bukan salah Carlo," ucap seorang wanita yang tengah terduduk di sudut ruangan. kedua tangannya juga terikat kuat ke belakang tubuhnya.

"Kalian berdua sama saja, BAJINGAN!" teriak Alika pada gadis tadi.

Alika melangkah pelan mendekati gadis yang terduduk di lantai itu. Jongkok di depannya, bibirnya menyeringai kecil, yang membuat nyali gadis tadi menciut dibuatnya.

"Kenapa kamu lakukan ini padaku, Al?" tanya gadis itu ada nada bergetar dalam suaranya.

"Karena kamu telah dengan berani merebut kekasihku, Kak," ucap Alika dingin sambil menatap wajah Gadis yang terlihat pucat pasi di depannya, "kamu tahu bukan, kalau Carlo adalah segalanya bagiku? Aku bahkan rela menyerahkan diriku pada bajingan-bajingan berengsek itu, hanya untuk bisa bersama Carlo, tapi apa ..., setelah aku hamil Carlo lebih memilihmu, dia yang mengatakan akan menerima cintaku setelah aku melayani teman-temannya. Tapi, DIA LEBIH MEMILIH TIDUR DENGANMU!" teriak Alika sambil menuding Carlo yang menatapnya penuh penyesalan.

"Maaf, Al. Aku benar-benar minta maaf. aku tidak berpikir sejauh itu," ucap Carlo dengan pandangan sendu, "aku kira kamu tidak akan menuruti leluconku, Al," sambung Carlo.

"Lelucon? aku akan ceritakan leluconmu itu," wajah Alika memerah, tangannya menudingkan pisau itu ke wajah Carlo, "Malam di mana kamu bilang ingin bertemu denganku di kampus, aku datang dan di sana, di ruang musik hanya ada ketiga temanmu, mereka bilang aku harus melayani mereka terlebih dahulu supaya kamu mau menjadi kekasihku. Mereka memperlakukanku seperti binatang, menggilirku tanpa ampun, ingin sekali rasanya aku mati saat itu juga, tapi aku teringat padamu, malam itu juga aku menemuimu, aku berlari ke apartementmu, dan harus menelan pil pahit saat melihatmu dan kakakku tengah bercumbu di mobil. Apa itu lucu?" tanya Alika dengan wajah berurai air mata.

Carlo dan kakaknya Alika hanya diam mematung mendengar cerita pilu itu.

"Sejak malam itu aku semakin ingin memilikimu, bagaimana pun caranya. Namun, harapanku hancur disaat kamu melamar Kak Elsa di depan kedua orang tuaku." Alika terisak, badan kurusnya terjatuh di lantai kayu, "aku harus tetap memilikimu. Apapun caranya, aku tidak peduli," sambung alika.

Daster lusuhnya ditambah rambut panjangnya yang acak-acakan di wajahnya membuatnya tampak mengerikan. Pandangannya kosong menatap pintu kayu di tengah ruangan yang hanya berukuran 5×5 m itu. Diruangan itu penuh dengan percikan darah, dan sebuah gergaji mesin tua yang terdapat sisa darah yang mengering, tergeletak begitu saja di lantai.

"Tapi aku tidak mencintaimu, Al. Aku mencintai Elsa," ucap Carlo pelan.

Alika memandang Carlo dengan tatapan kesakitan, bibirnya terbuka dan bergetar.

"Kamu adalah lelaki yang sangat aku cintai, Carlo. Kenapa kamu tega berkata seperti itu? Ternyata kamu tidak lebih baik dari sampah-sampah itu," ucap Alika setengah berteriak sambil menunjuk ke arah empat buah foto lelaki yang ditempel di dinding.

Tiga dari keempat foto itu telah diberi tanda silang dengan warna merah. Carlo menghela napas berat karena hanya tinggal fotonya yang masih utuh. Alika menyeringai sambil melangkah mendekati Carlo yang terdiam dengan tatapan kosong.

"Aku telah menghabisi mereka. Sampah seperti mereka tidak boleh hidup bebas," ucap Alika.

Alika mendudukkan pantatnya di pangkuan Carlo, Elsa terbelalak melihatnya. Napas Carlo memburu, keringat dingin semakin lancar keluar dari tubuhnya. Alika memainkan pisaunya di wajah Carlo sekali lagi.

"Kalau kamu tidak bisa mencintaiku tidak apa-apa. Tapi, aku akan jamin tidak akan ada yang bisa memilikimu, Sayang!" Ucap Alika dengan senyuman yang mengerikan bagi Carlo.

"Jangan lukai Elsa, kumohon," ucap Carlo mantap

Elsa terisak di tempatnya mendengar permintaan Carlo. Begitu pun Alika, hatinya sakit mendengar permintaan lelaki yang sangat dia cintai. Alika mengelus lembut rahang kokoh Carlo, lelaki itu menghela napas beratnya. Alika memainkan bibir merah Carlo dengan jari-jari lentiknya kemudian mencium bibir itu, melumatnya. Carlo hanya mampu membelalakkan matanya menerima keagresifan Alika. Alika mengecup setiap inci bagian bibir Carlo, mendambanya seolah itu adalah kebutuhan dasarnya selain bernapas. Dan melepas bibir itu sejenak, sambil menatap sendu wajah Carlo.

"Maafkan aku," ucap Alika

Kemudian, dengan cepat Alika menancapkan pisau tadi ke dada Carlo sedalam mungkin kemudian memutarnya sehingga membuat lelaki itu memuntahkan darah segar dari bibirnya. Dengan cepat Alika membungkam bibir itu dengan bibirnya, membiarkan darah Carlo mengalir di bibirnya. Tangan lentiknya melepas pisau di dada Carlo dan menancapkannya ke dadanya sendiri.

Elsa hanya dapat berteriak histeris melihat dua orang yang di sayanginya tewas secara tragis di depannya.

Kumpulan Flash FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang