d) Meet you

1.2K 45 11
                                    

---

Tutupen botolmu tutupen op-

"Halo?"

"Kamar lo buka, si Stephen udah dateng"

"Besok dia datang pea, ah elo ngerjain gue lebay banget"

"Dipercepat bego, jadwal pesawat dari sana kesini gak ada besok"

Aku terduduk kaget lalu beranjak dari tempat tidur dan berlari kencang ke cermin

Buk!

Aih, saking kencangnya malah nabrak

Aku mengelus jidatku yang sekarang memerah, sial! Ku rapikan sedikit rambut yang berantakan dan kutaburi bedak lalu semprotan parfum diseluruh tubuh pun tak lupa. Aku berusaha tenang keluar dari kamar

"Lo boong par-"

"Hi, Lucy Adrianna" sapa cowok berambut pirang bermata biru yang sedang mengenakan long-sleeve putih dan celana jins abu-abunya sambil tersenyum

"Astaga.." gumamku yang masih dengan bodohnya menatap Stephen tanpa berkedip

"Maafin adek gue ya, maklum gak pernah liat cowok ganteng. Harusnya dia udah terbiasa, 'kan udah tinggal sama orang ganteng" ujar Dylan cengengesan sambil merangkulku yang kubalas dengan tatapan membunuh

Bahu Stephen bergetar menandakan dia menahan ketawa "Akhirnya ketemu ya," katanya tersenyum

Duh gusti..

"Aih, eh iya haha" jawabku gugup

"Kenapa lo jadi gagap gitu? Udah deh, sono buatin minum" Dylan menunjuk dapur dengan bibir yang dimajukannya. Ewh. Aku mendengus kesal lalu melangkah malas ke dapur

*

"Lah kok satu?" tegur Dylan saat melihatku kembali dari dapur dengan membawa satu botol softdrink coca cola

"Tamunya cuma satu, kalo lo mau ambil sendiri" jawabku santai lalu duduk berhadapan dengan Stephen

"Masih pagi yang lo kasi coca cola. Apaan sih saltingnya kelebihan" sindir Dylan lagi. Duh, rasanya mau ku lempar coca cola ini ke wajahnya

"Eh iya, kamu mau teh atau kopi?" tanyaku pada Stephen tanpa mengubris sindiran Dylan

"Ini aja sayang" jawabnya tersenyum

Aku terdiam dengan bloonnya (lagi)

"Astaga Lucy, daripada bengong gitu lo cepetan mandi deh, ajak Stephen jalan-jalan, oke? Kalo lo lambat gue suruh bi Minah yang nemenin pacar lo keliling. Lo libur 'kan dua hari ini?" sambung Dylan seenaknya yang kubalas dengan tiga cubitan dilengannya dan berlari kekamar

Saat sudah selesai mandi, aku sibuk membongkar lemariku, mencoba satu-satu pakaian yang akan ku pakai. Drees mini? Terlalu feminim. Kaos oblong? Nggak deh.

Dan akhirnya, aku terdiam didepan kaca didalam kaos tanpa lengan dan celana pendek serta rambut dikuncir ekor kuda. Oke, selesai. Dengan percaya diri aku melangkah keluar kamar, menghampiri Stephen yang sedari tadi menunggu

"Hei, ready?" tanyanya saat melihatku berjalan menghampirinya

Aku mengangguk dengan senyum mengiyakan. Stephen balas tersenyum, dia beranjak dari duduknya, mematikan tv, tangannya mulai melingkar dipunggungku

Melihat wajahku yang agak terkejut, dia terkekeh pelan, "Something wrong?" tanyanya lembut

"Aih, nggak ada" jawabku kaku

"Makan dulu ya? Nasi padang, gimana?" tanyanya semangat

"Boleh!" sahutku tak kalah semangat

Stephen berlari kecil dan membukan pintu mobil untukku "Aku nyetir, ok?"

"Masih inget jalan Jakarta emang? Kita nyasar ntar nambar masalah" tolakku

"Aku ada google map kok" sahutnya sembari mengedipkan mata

*

"Ini jalan yang tadi, Peen" gerutuku

"Iya, Cy. Kok muter-muter ya? Duh, mana jaringan malah EDGE lagi" ucapnya tak kalah bingung

"Udah ah gak usah masakan padang, disana aja deh ya" tunjukku pada salah satu restoran dipinggir jalan yang disambut anggukan kepala Stephen

Namun saat mobil kami hendak menyebrang, tiba-tiba mobil mendadak..mati

"Loh loh, kok mati pen?" tanyaku panik

"Bensinnya abis, say. Gimana dong?"

"Aih astaga, kita turun dulu deh. Aku udah laper banget" sahutku lemas

"Iyadeh" balasnya, dia keluar dari mobil terburu-buru, membuka pintu mobil untukku

Saat kami sudah berdiri berdampingan, aku meyenggol pelan tangannya "Aku takut nyebrang.." bisikku

"Aku juga, Cy" balasnya sambil malah menggenggam tanganku erat

"Kok kamu takut sih?" omelku

"Di Australia tertib, kalau di jakarta gini nyebrang sama aja nyari mati" serunya dengan tawa kecil diujung

"Panggil bajaj aja deh buat nyebrang" usulku kemudian. Dari pada mati ditengah jalan 'kan? Stephen mengangguk lalu memanggil bajaj yang lewat dengan pelannya

"Tumpangan, neng?" tanyanya

"Nyebrang ya bang"

"Panggil mas aja neng" balas abang bajaj itu dengan kedipan seksi

"Nyebrang mas, yaelah cepetan" desakku

Abang bajaj itu tertawa sendiri, baru berjalan sebentar, udah capek sekali rasanya. Aku membuka salah satu pansusku dan mendapati jari kelingkingku yang sudah memerah

"Neng itu ada yang teriak disana nunjuk-nunjuk kesini neng"

"Yang man-

ASTAGA STEPHEN, PUTAR BALIK BANG PUTAR BALIK" teriakku histeris

"Gak bisa neng, rame banget. Saya takut neng," sahut abang bajaj sambil terus melihat kanan-kiri

"Bang stop aja bang. Stop bang, stooop!" Seruku kencang, dengan cepat aku turun dari bajaj, untung saja lampu lalu lintas sedang menunjukkan tanda berhenti. Aku melambaikan tangan melihat Stephen yang berusaha menyebrang ditengah ramainya kendaraan yang sedang berhenti

"Kamu kok ninggalin aku gitu" ujarku seraya memeluknya erat saat dia sudah dihadapanku

"Cie gak canggung lagi" sahutnya dengan kedipan mata yang ku balas dengan pukulan diperutnya. Dia tertawa sekilas, menggenggam tanganku erat dan mulai menuntunku menyebrang. Saat kami hendak memasuki perkarangan restoran, ada seseorang dari belakang menarik lengan bajuku

"Neng, belum bayar neng" ternyata bang bajaj. Duh

"Berapa bang?" tanya Stephen, mulai meronggoh koceknya, memberi goceng kepada abang bajaj yang nampaknya tak sabar lagi

"Lima puluh ribu, pak" tegurnya pelan

"Loh kok manggil saya pak?"

"Kamu lebih tua dari saya"

"Kok lima puluh ribu?"

"Kamu lebih kaya dari saya"

"Kok gitu?"

Kriuuuk

Perutku...berbunyi diantara perdebatan mereka

"Tuh kan ceweknya udah laper"

Aku buru-buru mengambil uang uang sepuluh ribuan dikantong dan memberinya pada bang bajaj itu lalu berlari masuk restoran. Saat sudah duduk manis, salah satu pelayan direstoran itu menegurku halus sambil menahan tawa

"Mbak, pansusnya ilang satu ya?" pertanyaannya Stephen sama melihat kebawah, saat dia medongak lagi, bahunya bergetar pertanda ia kembali menahan tawa

"Luc..pansus kamu kemana satunya?" tanya Stephen yang sekarang sedang terkekeh. Dengan kesal aku memandang kearah kaki. Astaga

"PANSUS GUE KETINGGAL DI BAJAJ" seruku panik hingga semua orang disekeliling memandangku bingung

Ugh!

Long Distance LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang